"Tidak bisa. Kita tidak bisa seperti dulu lagi. Aku masih belum bisa melupakan apa yang telah kau lakukan padaku," tolak Yoonji yang kini melepaskan kedua tangan Jisung dari wajahnya. Wanita itu menghela napas, jujur saja ia tak sanggup melihat bagaimana melasnya wajah Jisung sekarang.
"Yoonji, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf padamu," ucap Jisung.
"Sung. Kita harus bisa ke jalan kita masing-masing, aku yakin kau bisa menemukan seseorang yang—"
"Tidak bisa. Aku gagal menemukan orang itu," sela Jisung. Tatapannya begitu sendu saat memandang Yoonji. Keduanya terdiam cukup lama di depan rumah Doyoung, hingga Yoonji tersadar akan satu hal.
"Bagaimana bisa kau ada di rumahku?"
"Ren." Yoonji berdecak. Ia menoleh ke kanan-kiri sebelum menarik lengan Jisung masuk ke dalam rumah. Sejeong dan Doyoung belum pulang, keduanya tengah berada di restoran dan membawa Jaesung bersama mereka. Kini, keduanya saling terdiam di ruang tamu.
Sesekali Yoonji melirik ke arah Jisung yang tengah menatapnya lekat. "Kenapa kau pergi? Kau membohongiku selama itu," tanya Jisung.
"Aku tidak bisa mengatakannya padamu." Jisung terkekeh renyah.
"Enam bulan sepuluh hari. Waktu yang cukup lama untuk menyiksa diriku. Setiap hari aku hanya menangisi makam orang lain? Yoonji, kenapa kau bisa melakukan ini semua padaku?" Yoonji menunduk seraya meremas erat roknya. Wanita itu tidak berani bersuara, ia hanya tak mau Jisung mengetahui semuanya dengan jelas.
Dia takut kalau Jaemin dan Jisung akan bertengkar lagi nantinya.
"Aku hanya ingin pergi darimu. Mencari hidupku yang selama ini hilang," alibi Yoonji.
"Bohong. Kau—"
"Sung, kau ingat saat kau menemui diriku di apartemen Sungchan? Apa yang kau janjikan padaku? Kebahagiaan? Aku tidak mendapatkan itu semua darimu. Kau bahkan berbohong juga padaku." Kedua tatapan sendu itu saling beradu. Jisung sekarang bingung, dia menghempaskan tubuhnya ke sofa seraya memandang langit-langit rumah.
"Apa kau mau tau kenapa aku mau menikahi dirimu?" Yoonji menoleh pada sosok pria itu.
"Kau mendapatkan untung—"
"Kau salah. Bukan itu alasan aku mau menikahi dirimu, Yoonji." Jisung kini beranjak, dia duduk di samping Yoonji sembari memandang wajah perempuan itu dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Karena aku tau bagaimana sikap kakakku dan juga kakakmu dulu. Aku tau kau akan dipersulit dalam hal ini." Yoonji terdiam, dan mendengarkan Jisung menjelaskan semuanya.
"Untuk itu, aku mau melindungi dirimu walau aku tidak mengenal siapa dirimu. Aku ingin menjagamu," tutur Jisung dengan senyuman manis di wajahnya. Saat itu, Yoonji mematung di tempatnya.
"Aku akui aku memang menginginkan anakmu saja dulu. Tapi, seiring berjalannya waktu ... aku sadar semua yang kulakukan itu salah. Kau tidak bahagia," lanjut Jisung. Tangannya terangkat mengusap pelan air mata yang mengalir di wajah Yoonji.
Yoonji tersentak. Ia langsung menyeka air matanya dan memalingkan wajah dari Jisung.
"Aku mencintaimu, dan aku tidak berbohong akan hal itu. Saat kau meninggalkan diriku, aku pikir itu memang takdirku. Namun, aku salah. Bukan takdirku yang berbohong di sini, tapi kau sendiri yang merencanakan kematian palsu itu," parau Jisung dengan tatapan nanarnya.
Yoonji terisak kecil, hatinya benar-benar terasa sakit sekarang padahal dia yang bersalah. "Jisung, k-kau tidak salah. Aku yang harusnya minta maaf pada dirimu. Aku memilih egoku tanpa memikirkan dirimu," ucapnya.
"Sung, maaf. Maaf sudah pergi meninggalkan dirimu saat itu, maaf sudah membohongi dirimu bahkan mengecewakan dirimu. Aku—"
Jisung menarik perempuan itu ke dalam dekapannya. Memeluk begitu erat seraya memberi sentuhan lembut pada rambut Yoonji. Jisung mengembuskan napasnya perlahan. "Kau tidak salah sepenuhnya, pasti ada alasan kenapa kau melakukan hal ini."
"Aku tidak mau Jaemin malah membahayakan dirimu. A-aku diancam waktu itu, jika aku tidak bercerai darimu maka anakku, kau, dan juga kak Doy akan menjadi korban. Aku tidak mau itu terjadi," ungkap Yoonji dengan suaranya yang terdengar lirih.
"Jika aku tidak merobek kertas itu, Jaemin pasti mengincar dirimu. Aku tidak mau kau kenapa-kenapa, aku tidak mau semua orang menjadi korban hanya karena diriku. Untuk itu, aku memutuskan untuk menghilang. Aku tidak mau kau mendapatkan masalah hanya karena diriku, dan kau benar. Kita harus berjalan masing-masing," papar Yoonji.
Jisung menggeleng. "Tidak, aku akan menghadapi semuanya untukmu. Walaupun Jaemin kakakku, aku akan melawannya jika dia salah."
"Yoonji, jangan menyalahkan dirimu sepenuhnya ya? Aku juga bersalah dalam hal ini. Tapi, kita bisa kan kembali bersama lagi?" Keduanya saling bertatapan.
"Sung, hari di mana aku merobek surat itu ... kita sudah berpisah. Kita harus pergi ke jalan kita masing-masing, kau lihat pria tadi? Dia ... aku akan bersamanya."
Jisung tidak mau percaya, tapi harus bagaimana? Sekali lagi, ia merasakan sebuah sakit yang amat sangat perih di lubuk hatinya. Penolakan halus dari Yoonji benar-benar mematahkan semangatnya. "Yoonji."
"Sung, aku yakin kau bisa mendapatkan orang yang lebih baik dari diriku di luar sana. Kau harus bahagia tanpa adanya diriku," kata Yoonji sambil tersenyum getir.
"Pulanglah. Jangan temui aku lagi. Kita punya jalan masing-masing." Jisung masih tidak percaya dengan semua permintaan Yoonji. Ia tak habis pikir mengapa perempuan itu memintanya untuk menjauh. Lalu, semudah itukah melupakan seseorang? Bahkan Yoonji sudah punya orang baru di dalam hidupnya.
"Kau berbohong padaku," ucap Jisung.
"Apa?"
"Kau bohong tentang laki-laki itu. Secepat itukah kau melupakan diriku?" Yoonji tidak menjawab.
"Itu yang kau mau? Sebuah perpisahan? Aku akan melakukannya. Aku akan merebut kembali apa yang menjadi milikku," gumam Jisung sembari menarik tubuh Yoonji agar lebih mendekat ke arahnya.
"Laki-laki itu tidak boleh bersama Yoonjiku. Dia tidak ada hak apapun selain diriku," lanjutnya yang masih tetap fokus menatap Yoonji dengan begitu lamat.
"Sung, kau—"
"Kau bukan Yoonji. Yoonji yang kukenal tidak pernah berbohong akan perasaannya sendiri." Yoonji terdiam. Ia membiarkan bagaimana pria itu yang mengusap kedua pipinya dengan lembut.
"Kau benar, kita punya jalan masing-masing. Aku akan mengubah jalan itu. Kita akan berada di jalan yang sama," tekan Jisung.
"Kau milikku," bisik Jisung sebelum menyatukan kedua belah bibir mereka. Yoonji terkejut, hingga kedua tangannya menahan tubuh Jisung.
"Aku mau pergi dari hidupmu karena maut, tapi tidak dengan paksaanmu." Yoonji terdiam untuk kesekian kalinya.
"Milikku tidak boleh dimiliki oleh orang lain," katanya.
TBC
HAII!!
Gimana kabar kalian? Lebaran pada ke mana aja nihh🔫
Mo lanjut ga?😏
KAMU SEDANG MEMBACA
That's Hilarious | Park Jisung✓
FanfictionGadis itu tidak menyangka kalau di usianya yang baru 18 tahun sudah harus mengalami sesuatu yang di luar kendalinya. #32 in nct #37 in fanfiction #30 in ff #9 in fanfiction #4 in romance #1 in ff #3 in nctdream #6 in fanfiction