Chapter 4: Win

417 48 15
                                    

Apa itu cinta?

Jika kalian sudah menanyakan itu pada diri kalian sendiri, maka ucapkan selamat pada diri kalian dan bertepuk tangan lah sebagai perayaan atas pertumbuhan kalian sebagai remaja.

Cinta adalah hal penting bagi manusia. Tidak hanya dalam dunia nyata, faktanya dalam sebuah cerita, cinta adalah elemen yang penting bahkan jika itu diluar genre-nya.

Bahkan banyak yang mengatakan kalau sebuah cerita tanpa cinta, meski sebagus apapun itu ceritanya, maka cerita itu akan tetap hambar bagaikan makanan yang kekurangan bumbu penyedap utama.

Itulah sebabnya, ketika Celin melihat seekor pedang kayu yang dilemparkan padanya, dia menangkap itu tanpa keraguan sedikitpun meski dia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.

'Karena bagaimanapun, jika aku tidak menerima ini—hidupku tidak akan memiliki kisah cinta dan cerita tentang diriku akan menjadi sebuah cerita hambar yang tak akan menarik siapapun.'

Celin melihat calon tunangannya—Claire Kagenou, yang ada di depannya memegang pedang kayu di tangannya juga saat kemudian berbicara ketika dia mengarahkan ujung pedang kayu itu ke depan hidungnya.

"Celin Heronono, aku menantang dirimu untuk berduel. Jika kau kalah, kau harus menyetujui untuk memutuskan pertunangan ini."

Menghadapi perkataan yang dingin, Celin tetap memiliki senyum di wajahnya dan menjawab, "Lalu jika aku yang menang?"

Claire Kagenou mengerutkan kening. Tampaknya, dalam kamus yang dia miliki—kenyataan bahwa orang lain akan menang atas dirinya adalah tidak ada.

Maka dari itu, dengan kesombongannya dia mendengus dan menjawab secara asal-asalan.

"Terserahmu."

"Aku menerima ini. Kemudian jika aku menang, aku harap kau mau mempertahankan pertunangan ini sampai kita menikah di masa depan." Celin menjawab, sambil mengeluarkan seringai.

Kenapa segalanya bisa berubah menjadi seperti ini, kalian bertanya?

Itu semua dimulai setelah Celin memperkenalkan dirinya kepada Claire Kagenou. Kedua keluarga telah bertemu satu sama lain dan memasuki kediaman keluarga Kagenou.

Kemudian saat mereka semua berbincang-bincang, kedua orang tua mereka tiba-tiba menyarankan agar keduanya jalan-jalan di halaman untuk mempererat hubungan mereka atas satu sama lain. Lagipula, mereka adalah orang yang akan bertunangan hari ini.

Awalnya, perjalan mereka di halaman berjalan dengan lancar dengan Claire yang membimbing Celin.

Namun, ketika gadis itu mulai menyuruh pelayan yang mengikuti mereka termasuk Ana untuk pergi, dia tiba-tiba kabur entah kemana untuk mendapatkan dua ekor pedang kayu dan menantang Celin.

Akibatnya, beginilah akhirnya sekarang.

Claire memiliki mata yang tajam seolah mengatakan dia akan menang dalam pertarungan ini, sementara Celin memiliki mata yang serius namun ekspresinya penuh dengan senyum.

Jika orang melihat keduanya dari luar, mereka mungkin akan mengira kalau Claire adalah yang paling terlihat sombong atas keyakinannya dengan kemenangan, tetapi pada kenyataannya—Celin adalah orang yang paling sombong sebenarnya di sini.

Itu semua akan ditunjukkan jika kalian membaca pikirannya.

'Aku menerima tantangannya tanpa berpikir karena aku ingin menjadikan dia "Heroine"-ku tetapi bagaimana ini? Karena keluargaku senjata utamanya adalah tombak, aku jarang memegang pedang satu tangan seperti ini. Jika aku tak bisa mengendalikan kekuatanku dan melukainya secara tak sengaja, apa yang harus kulakukan?'

Ini bukanlah tingkat sombong biasa dimana dia hanya yakin atas kemenangannya sendiri. Ini adalah tingkat kesombongan yang paling tinggi karena dia sampai mengkhawatirkan keselamatan lawannya.

Bagaimanapun, meskipun pikiran Celin terus berjalan untuk mencari cara agar dia tidak melukai calon tunangannya, pertandingan tidak bisa dihentikan ketika Claire berbicara.

"Kita akan mulai setelah koin ini jatuh ke tanah." kata Claire, saat dia mengeluarkan sebuah koin perak dari sakunya.

Celin mengangguk tanpa keluhan. Setelah itu, keduanya membuat kuda-kuda mereka masing-masing ketika koin yang ada di tangan Claire telah dilemparkan.

Koin lalu terjatuh ke tanah dan keduanya langsung melesat dengan bertujuan untuk menyerang lawan. Kemudian ketika Celin mendekati Claire, dia langsung mengayunkan pedangnya dengan kekuatan terlemah yang dia miliki untuk menampar pedang gadis itu.

Lalu, apa yang terjadi? Apakah Celin terlalu meremehkan kekuatan Claire dan serangannya itu tidak mempan?

Tidak. Setelah pedang Celin membentur Claire, pedang yang ada di tangan gadis itu kemudian langsung terlempar ke samping—meninggalkan pemiliknya sendirian dengan mata terbuka lebar karena tak percaya.

Tangannya memerah dan bahkan gemetar untuk menunjukkan betapa kuatnya serangan terlemah yang dimiliki Celin tadi.

"B—Bagaimana ... !?"

Celin menghela nafas lega setelah melihat Claire tidak mendapat luka lebih lanjut selain membuat tangannya memerah seperti itu.

'Tapi dia benar-benar lemah, bukan? Walaupun ini memang salahku karena terlalu banyak melatih fisikku untuk menutupi kekuranganku sebagai orang yang tak bisa menggunakan sihir, dia tidak seharusnya kalah hanya dengan satu serangan kan?'

Celin lalu menghampiri gadis itu dan ingin mengeluarkan perban untuk meredakan rasa sakitnya tetapi saat dia mengulurkan tangannya pada Claire, tangannya ditepis olehnya.

"T—Tunggu! Aku belum kalah! I—ini adalah pertandingan tiga kali! B—benar, aku belum kalah!"

Celin tidak bisa berkata apa-apa dan hanya terdiam. Dia lalu berpikir, 'Apakah dia itu bocah? Aku ingin mengatakan itu tetapi pada kenyatannya dia memanglah masih bocah.'

Celin menggelengkan kepalanya dan berkata, "Sayangnya, aku tidak bisa menerima itu. Jika kita melanjutkan ini lagi, aku tidak yakin apakah aku akan bisa menahan diri seperti ini lagi selanjutnya."

"Apa kau meremehkanku!?"

Claire menggertakkan giginya kepada bocah berambut perak yang ada di depannya.

Claire Kagenou adalah seorang putri jenius dalam pertarungan menggunakan pedang. Di wilayahnya, tidak ada satu orang pun yang bisa mengalahkan dia, bahkan jika itu adalah orang dewasa.

Setiap hari dihujani dengan pujian, dia tidak pernah mengira akan ada hari dimana dia akan dikalahkan seperti ini—apalagi yang mengalahkannya itu adalah anak yang seumuran dengannya.

Ini adalah penghinaan.

"Bukan seperti itu. Pokoknya sini dulu, berikan tanganmu. Perban mungkin tak akan bisa berbuat apa-apa tetapi setidaknya itu akan meredakan rasa sakitmu." Celin berkata dan mengulurkan tangannya lagi.

Claire kali ini tidak menepis tangan bocah itu. Dia hanya bisa terus menggertakkan gigi. Karena dia sudah dikalahkan, dia tidak punya pilihan lain selain menerima ini. Jika dia terus menggonggong, dia akan terlihat tidak lebih dari anjing yang tak bisa menerima kekalahannya.

Sementara itu, di tempat lain yang tak jauh dari tempat mereka berduel, ada seorang anak biasa yang sangking biasanya keberadaannya sampai tidak disadari oleh Celin ataupun Claire, sedang menonton pertarungan mereka berdua.

Anak itu kemudian memiliki pose berpikir selama beberapa detik, sebelum dia berlari memasuki rumahnya—kediaman Kagenou, dan keluar kembali dengan membawa sebuah cermin mewah yang tampaknya dia curi dari kamar ibunya, bersama dengan sebuah jubah hitam yang dia bawa di tangannya, lalu pergi berlari entah ke mana.

I'm the Protagonist, So What? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang