Dalam sejarah Yunani kuno, Chiron—dikenal sebagai centaur yang dikenal cerdas, beradab, dan baik hati. Tidak seperti teman-temannya dari ras yang sama, yang lebih dikenal suka mabuk-mabukan, liar, dan tak berbudaya.
Dia juga terkenal dengan pengetahuannya dan kemampuannya dalam pengobatan, serta telah menjadi guru yang membesarkan banyak pahlawan-pahlawan terkenal dalam sejarah.
Namun bahkan untuk seseorang yang hebat seperti dia, kematian tetaplah hal yang tak terhindarkan. Apalagi itu berakhir dengan sangat tragis.
Sebagai putra dari Cronos, Chiron secara alami memiliki sebuah keabadian. Tetapi, ketika keabadian itu hilang untuk dia gunakan sebagai alat tawar-menawar agar dia bisa menyelamatkan Prometheus yang telah dirantai akibat pelanggarannya, Chiron kemudian dibunuh oleh muridnya sendiri—Heracles, melalui sebuah tusukkan dari panah yang sudah dilumuri oleh racun pemberiannya sendiri. Meskipun panah itu hanya mengenai pahanya, rasa sakit tak terbayangkan dari racun yang terbuat dari darah Hydra yang menggerogoti setiap sel-selnya saja sudah lebih dari cukup untuk membunuh sang Centaur.
Dan itulah yang dirasakan Celin saat ini ketika mendengar perkataan Claire Kagenou. Setelah dia ditusuk oleh panah, racun dari darah Hydra terus menggerogoti dirinya sampai ke jantung-jantungnya, membuat seseorang yang telah membangun pikiran sebagai "Protagonis" seperti dia merasa bisa batuk darah dan mati kapan saja.
'M—Meskipun aku dilahirkan di keluarga keturunan Ksatria yang cuma berhasil diangkat untuk menjadi bangsawan kelas rendah seperti Baron, aku seharusnya tidak se-melarat itu 'kan, untuk dipanggil sebagai miskin secara langsung? Selain itu, bukankah kedudukan keluarga Kagenou juga tak berbeda dengan keluargaku? Kenapa dia malah dengan berani mengejekku?' pikir Celin, dengan perasaan tidak nyaman.
Bocah berambut perak itu mengelap mulutnya menggunakan tangan dan ingin menjelaskan pada Claire kalau ini bukanlah sebuah cincin biasa, tetapi sebelum dia bisa melakukan itu—sesosok bocah berambut hitam tiba-tiba muncul di sampingnya.
Itu adalah Cid Kagenou.
"Hm? K—Kak, b—bukankah ini adalah sebuah artefak sihir super rare yang pernah aku lihat dalam buku itu!?"
Celin Hernono dan Claire Kagenou mengangkat alis mereka ketika melihat kedatangan Cid yang tak terduga. Namun, tidak ada dari keduanya yang terkejut atas hal itu.
Bagaimanapun, Celin Heronono adalah teman masa kecil yang sudah bersama bocah berambut hitam itu selama 18 tahun di kehidupan mereka sebelumnya. Jadi, dia jelas sudah terbiasa dengan kebiasaan Cid untuk datang dengan tiba-tiba seperti ini dan tidak bereaksi apa-apa.
Claire Kagenou juga tidak jauh berbeda dengan Celin. Meskipun dia tidak mengetahui sifat asli adik lelakinya itu, setelah tinggal satu rumah bersamanya sejak dia bayi, dia secara alami masih mengetahui kebiasaan dari tindakannya seperti datang secara tiba-tiba seperti ini.
Karena dia mengetahui kalau Cid memang suka membaca buku di perpustakaan keluarga, dia percaya akan perkataan adik lelakinya itu dan bertanya, "Artefak? Jelaskan."
Celin Heronono menghela nafas lega dalam diam ketika Cid mengetahui tentang cincin ini dan merasa terselamatkan. Jika dia tidak muncul saat ini, pasti akan sulit untuk membuat Claire percaya dan menerimanya.
'Meskipun, aku pikir cara bicara Cid saat ini entah kenapa terasa ... agak aneh? Dia memang masih suka untuk membaur menjadi mob dalam latar belakang ketika tidak menjadi Shadow, tetapi seharusnya dia tidak seaktif ini kan? Atau, apakah dia sedang mendalami perannya dengan setting yang diberikan padanya—yaitu menjadi adik Claire Kagenou?'
Celin melihat Cid sang sahabatnya itu mulai berbicara saat dia ditanyai oleh kakak perempuannya.
"Y—Ya, walaupun tampilannya memang hanya seperti cincin berwarna putih biasa, tetapi ini sebenarnya adalah sebuah artefak sihir super langka dan terkenal karena memiliki kekuatan untuk menyimpan barang di dalam ruang sihir spesial."
Ketika menjelaskan, Cid Kagenou bahkan memiliki sedikit rasa iri yang tersembunyi didalam dirinya.
"Ho?"
Mendengar kalau cincin di depannya ini bukanlah cincin biasa, Claire menciptakan ekspresi tertarik.
".... Sekarang, apakah kau mau menerimanya?"
Celin berkata, memperhatikan ekspresi Claire dan berpikir kalau gadis itu akan menerima hadiahnya setelah mengetahui nilai asli cincin ini.
Namun Claire Kagenou hanya terdiam setelah itu dan tidak menjawab perkataan Celin, membuat bocah berambut perak itu berkeringat deras karena berpikir dia akan ditolak.
Tetapi setelah beberapa puluh detik, entah ini bisa dibilang beruntung atau tidak, Claire Kagenou akhirnya membuka mulutnya dan menerima.
"Karena aku sudah memintamu untuk melatihku, kupikir aku tidak punya pilihan lain selain menerima ini."
Celin berkedut dan tidak bisa berkata-kata.
'Aku tidak jatuh cinta pada orang yang salah, kan? Aku tidak salah karena memilih dia sebagai "Heroine" utamaku, kan? Seharusnya aku yang memberinya hadiah secara gratis padanya, namun kenapa dia malah bertingkah seperti aku yang berhutang sesuatu padanya?'
Ini pertama kalinya sejak Celin kehabisan kata-kata didepan orang lain. Dia hanya bisa menghela nafas atas ketajaman mulut Claire dan langsung menyerahkan cincin yang ada di tangannya itu padanya.
Celin kemudian menoleh ke Cid yang ada di samping mereka.
"Ngomong-ngomong Cid, aku juga sudah membawa hal "itu" yang aku simpan dalam artefak cincin penyimpanan ini. Aku akan menemui dirimu nanti setelah aku melatih kakakmu."
Atas perkataan Celin, Cid menganggukkan kepalanya sambil tersenyum senang. Setelah itu, tampak terburu-buru, dia langsung melambaikan tangannya pada kedua orang yang ada di depannya.
"Kalau begitu aku akan permisi dulu Kak, dan Kak Celin juga." kata Cid, mulai mengundurkan diri.
'Kenapa kau malah memanggilku dengan sebutan "Kak"? Rasanya aneh kalau mempertimbangkan kita dulu yang seumuran ...' pikir Celin secara diam-diam saat dia melambaikan tangan pada bocah berambut hitam itu juga.
Sementara itu di sisi lain, Claire yang melihat bagaimana Celin berbicara dengan akrab bersama adik lelakinya, mengerutkan kening dan menatap bocah berambut perak itu.
"Apa kau sudah mengenal adik lelakiku?"
"Ah ..."
Celin terdiam. Karena dia pikir Cid sudah memberitahu kakak perempuannya kalau mereka sudah bertemu kemarin, dia jadi keceplosan untuk berbicara dengan bocah berambut hitam itu di depan Claire Kagenou.
Berpikir bahwa mungkin tidak apa mengakui kalau dia memang sudah mengenal Cid pada Claire, Celin menganggukkan kepalanya.
Untung, reaksi Claire selanjutnya masihlah berada dalam harapannya. Gadis berambut hitam itu—meskipun dia masih mengerutkan kening, dia tidak tampak akan mengomel.
"Aku tidak keberatan kau berteman dengan adik lelakiku karena ini mungkin suatu hal baik baginya yang tidak pernah berinteraksi bersama anak lain. Tetapi, jangan pernah berpikir untuk mencoba mempengaruhi dia dengan hal buruk yang kau bawa atau aku benar-benar akan membunuhmu."
"...."
Celin tidak bisa berkata-kata lagi kali ini.
'Cid Kagenou ... mempertimbangkan bagaimana kakak perempuanmu bereaksi saat ini, bukankah ini sudah cukup untuk memanggil dia sebagai seorang "Bro-con"?'
.
(Zenftiy: Karena kalian sendiri tahu kalau saya itu suka bikin cerita yang lambat dengan interaksi karakter yang banyak ... Jadi, saya minta maaf kalau kalian menunggu momen komedi + misunderstanding gaya Kage no yang asli. Saya ingin memperdalam hubungan Celin serta Claire terlebih dahulu agar tidak terasa aneh jika mereka menjadi pasangan di masa depan. Maka dari itu, terima kasih kalau kalian mau bersabar dalam beberapa bab kedepan lagi. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk tetap tidak membuat semua ini membosankan.)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Protagonist, So What?
Fanfiction(Kage no Jitsuryokusha/The Eminence in Shadow Fanfic) "Cid Kagenou---ingatlah bahwa sebelum kau bisa menjadi bayangan sejati, kau membutuhkan sebuah cahaya."