15. Kegelapan

3 1 0
                                    

Sambil tertatih-tatih, Jun segera bangkit dan berusaha lari dari tempat itu. Namun, mumi Tutankhamun bergerak seperti asap yang berwarna hitam, terbang melesat keluar dari peti batu. Jun baru berhasil menegakkan tubuhnya ketika makhluk itu sudah menghadang di depan Jun.

Wajah mumi itu sangat mengerikan. Dengan kulit kering keriput berwarna hitam, kedua matanya bersinar merah seperti darah. mulutnya terbuka dengan lebar yang tidak wajar, seolah rahangnya sudah terlepas jatuh ke bawah. Suara desis mengerikan dan bau busuk menguar dari sana, tepat di depan wajah Jun. Pemuda itu pun kembali jatuh tersungkur ke belakang, reflek menutupi hidungnya yang terkena semburan napas hitam mumi Tutankhamun.

"Makhluk ini tidak seharusnya bisa mengejar Anda. Kegelapan di tempat ini sudah semakin kuat sejak saya melanggar peraturan," ujar Jin masih melayang di samping Jun.

Jun masih terbatuk-batuk sambil berusaha merangkak menjauh. Kabar baiknya, mumi itu tidak terlalu responsive terhadap pergerakan Jun. butuh waktu beberapa detik sebelum akhirnya dia menyadari bahwa lawannya bergerak menjauh.

"Jadi bagaimana sekarang?" tanya Jun tersengal.

"Silakan beri perintah, Jun."

Sungguh saran yang tidak membantu, mengingat dalam kondisi tersebut, Jun sama sekali tidak tahu cara melawan hantu mumi yang bisa berubah menjadi asap.

"Kau kira aku bisa berpikir dalam kondisi seperti ini? Setidaknya beri petunjuk!" sergah Jun setelah berhasil menguasai diri.

Sayangnya, sang mumi sudah menyadari pergerakan Jun dan bersiap untuk berubah menjadi asap hitam lagi. Jun dengan panik menyambar benda apa pun yang ada di hadapannya. Ia hanya bisa menemukan sebuah batu kecil seukuran tangan.

"Kumbang Scosaun mungkin berguna di saat seperti ini," jawab Jin kemudian.

"Apa pun itu, yang penting bisa menyelamatkan kita! Cepat pangil serangga itu, Jin!" perintah Jun bersiap menghadapi ancaman serangan sang mumi.

"Keinginan Anda adalah perintah bagi saya," jawab Jin sembari menjentikkan jari.

Detik berikutnya, suara keresak menyeruak dari segala arah. Sosok bayangan mumi Tutankhamum sudah mulai mewujud di hadapan Jun, siap untuk menyerang dengan semburan napas beracun. Namun, gerakannya segera tertahan ketika ribuan serangga hitam kecil merangak memenuhi seluruh dinding gua, dan terus mendekat dengan kecepatan di luar nalar.

Sang mumi urung membuka mulutnya. Alih-alih, ia tampak meronta panik ketika ratusan serangga mulai merambat naik dari bawah kakinya. Ia berusaha berubah menjadi asap, tetapi kedatangan serangga tersebut nampaknya menghalangi upaya sihirnya itu.

"Ayo segera pergi dari sini, Jun," ajak Jin kemudian.

Sebenarnya Jun tak kalah risih karena kedatangan serangga-serangga tersebut. Kakinya juga mulai dirambati beberapa makhluk kecil itu, membuatnya kesulitan berlari di tengah lautan kumbang hitam. Jun menepis hewan-hewan tersebut dengan kedua tangan sambil berbalik pergi meninggalkan mumi Tutankhamum yang mulai meraung marah. Meski begitu, mayat sang raja yang diliputi kegelapan tidak bisa lagi mengejar Jun.

"Serangga-serangga ini juga mulai menggigitiku!" seru Jun di tengah pelariannya. Beberapa serangga berhasil memanjat sampai ke lengan dan punggung pemuda itu, membuatnya harus berjuang keras menepis mereka sambil tetap berusaha kabur.

"Kumbang-kumbang itu mengonsumsi energi sihir. Anda juga bisa dimakan olehnya kalau tidak buru-buru pergi dari sini," jawab Jin.

"Sial! Kenapa baru sekarang kau memberi tahu?" rutuk Jun kesal.

"Tidak banyak waktu untuk menjelaskan. Anda juga sudah terkena kutukan wabah dari Raja Tutankhamun, jadi kita harus segera memulihkannya," ucap Jin.

Jun mendengkus marah. Jantungnya berdetak tak karuan karena rasa takut bercampur marah. Adrenalinnya terus terpacu dan memaksanya untuk cepat-cepat meraih dinding tempat pintu ruangan selanjutnya berada.

Akhirnya, setelah hiruk pikuk tak karuan, pemuda itu pun berhasil mencapai sebuah pintu emas setinggi tiga meter di depannya. Jun segera menggunakan kunci yang dia dapatkan dari peti mati dan berusaha membuka pintu itu sambil masih dirambati puluhan serangga mematikan.

Kepanikan sama sekali tidak membantu. Berulang kali Jun gagal memasukkan kunci itu ke lubangnya karena kedua tangannya yang tak berhenti gemetar.

"Tenang ... Jun, tenang," gumamnya pada diri sendiri. Ia mencoba melambatkan napas, tetapi dadanya serasa ditusuk-tusuk.

Setelah beberapa menit berkutat di depan pintu, Jun akhirnya berhasil memasukkan kunci. Bunyi klik pelan menandakan bahwa pintu itu akhirnya bisa terbuka. Buru-buru ia mendorong pintu emas yang berat itu dengan seluruh tenaga yang tersisa.

Beberapa serangga turut pergi bersama Jun ketika ia meninggalkan ruangan makam. Jun segera menutup pintu makam agar tidak ada lebih banyak serangga yang terbawa. Suara raungan marah mumi Raja Tutankhamum menggema dalam kegelapan, perlahan-lahan surut dan tak terdengar lagi.

Berhasil membebaskan diri, Jun langsung melucuti pakaiannya. Ia melepaskan ransel, jaket dan celana panjangnya karena sudah dirambati beberapa serangga pemakan daging.

"Jin! Lakukan sesuatu pada serangga ini!" perintah Jun sembari mengibas-kibaskan tubuh.

"Keinginan Anda–"

"Langsung saja! Tidak perlu mengucapkan kata-kata tak berguna itu!" hardik Jun memotong ucapan Jin.

Jin terdiam sejenak, lalu langsung menjentikkan jarinya. Seketika seluruh serangga di tempat itu pun menghilang diikuti kepulan asap biru tipis. Jun jatuh terduduk di lantai. Ia hanya tinggal mengenakan kaus putih polos dan celana pendek hijau muda. Napasnya tersengal, dan beberapa bagian tubuhnya terluka oleh gigitan serangga. Rasanya seperti sedang dimakan pelan-pelan oleh ikan piranha.

"Aku ... tidak ... sanggup lagi," gumam Jun kelelahan.

"Perjalanan kita masih panjang untuk menemukan teman Anda, Jun. Atau apakah Anda ingin saya membawa kita keluar dari kuil?" tanya Jin menawarkan.

Jun menggeleng pelan. "Tidak. Kita akan melanjutkan pencarian. Tapi tunggu sebentar. Biarkan aku beristirahat dulu," ujarnya sembari mengatur napas.

Akan tetapi, belum sampai ia merasa baikan, mendadak dada Jun terasa panas seperti terbakar. Rasa panas itu terus mengalir ke tenggorokan hingga akhirnya pemuda itu memuntahkan darah segar banyak sekali.

"Anda terkena kutukan wabah. Tubuh Anda mungkin tidak akan bertahan. Kutukan itu melelehkan organ dalam dan seluruh daging Anda secara perlahan," ujar Jin menerangkan.

Jun terus terbatuk dan merasakan rasa sakit luar biasa. Ia mulai berguling kesakitan di lantai dan mengerang pelan. "Haruskah ... kau mengumumkan kematianku ... seperti itu?" gumamnya di tengah rasa sakit luar biasa. 

The Magic LampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang