Jun melesat cepat menembus dimensi belanga jiwa. Di dalam sana, hanya ada kegelapan yang dingin memenuhi seluruh sudut. Beberapa kali dia berpapasan dengan roh-roh lain yang juga terjebak di dalamnya. Roh-roh itu berpendar dengan cahaya perak yang redup. Energi mereka terasa sedih dan murung. Jun hanyabisa melewati hantu-hantu itu tanpa bisa membantu apa-apa. Fokusnya sekarang adalah menemukan jiwa teman-temannya.
"Tapi bagaimana caranya?" gumam Jun pelan. "Lana?" lanjut pemuda itu mencoba memanggil temannya. Kemampuan Lana adalah melacak jejak energi. Karena itulah Jun memanggilnya dengan harapan Lana bisa mendengar.
Sayangnya, tindakan Jun itu justru menarik perhatian roh-roh lain yang ada di sekitar. Hantu-hantu itu pun segera terbang mendekat mengerumuni Jun dengan rasa penasaran.
"Siapa kau?"
"Anak baru?""Energinya berbeda ...."
"Dia tidak seperti kita ...."
"Dia anak yang lewat kemarin."
Suara-suara tumpang tindih mulai menyeruak mengerumuni Jun, membuat jiwa pemuda itu terjebak di tengah gumpalan arwah yang penasaran padanya.
"Tunggu. Jangan seperti ini! Aku harus pergi. Tolong menyingkir," seru Jun sembari berusaha menyibak roh-roh yang berpendar keperakan itu.
Akan tetapi, karena dirinya sendiri juga sedang berada dalam wujud roh, maka usahanya untuk melepaskan diri menjadi lebih sulit. Dengan raga manusia, roh-roh itu bisa ditembus dengan mudah. Namun, sesama jiwa bisa saling menyentuh bahkan memeluk hingga sesak. Itulah yang terjadi pada Jun saat ini.
Dikerumuni begitu banyak roh yang sangat banyak membuat Jun merasa sesak, seperti benar-benar berada di tengah kerumunan manusia. Benturan energi mereka semakin membuatnya tidak nyaman karena secara teknis, Jun sebenarnya masih hidup. Hal itu membuat energi jiwanya berbeda dari jiwa-jiwa lain di tempat itu, yang memang sudah benar-benar mati. Rasanya seperti diestrum oleh aliran listrik kecil setiap kali Jun bersentuhan dengan sosok arwah gentayangan tersebut.
"Hentikan semuanya. Jangan mengerumuni anak ini seperti itu. Dia bisa betulan mati kalau kalian menyergapnya begitu." Salah satu roh paruh baya yang tampaknya dituakan di tempat itu menyeruak di tengah kerumunan. Hantu itu mengenakan pakaian kuno dengan sorban di atas kepala.
Roh-roh lain yang mendengar sosok itu bicara akhirnya terdiam patuh. Mereka terbang menjauh dan memberi ruang pada Jun untuk bisa bergerak lebih bebas.
"Maaf karena kekacauan ini, Nak. Aku Kleopas, jiwa tertua yang terjebak di sini. Kalau boleh bertanya, apa yang dilakukan orang hidup di tempat ini?" tanya hantu tua bersorban itu.
"Saya mencari teman-temanku. Mereka juga terjebak di sini," ujar Jun serius.
"Kalau teman-temanmu sudah masuk ke sini, artinya mereka sudah mati, Nak. Kau tidak bisa membawa orang mati ke duniamu," jawab Kleopas tak kalah serius.
"Jin bilang masih ada waktu. Kami bisa menghidupkan mereka lagi. Tubuh mereka masih memiliki energi kehidupan," ujar Jun bersikeras.
"Jin? Apa kau anak yang berhasil menemukan artefak?" tanya Kleopas terperangah.
Jun mengangguk. "Saya menemukannya," jawab pemuda itu apa adanya.
Semua roh yang ada di sana langsung bergumam terkejut. Masing-masing bicara dengan bisikan-bisikan yang membuat suasana kembali riuh. Kleopas juga tak kalah kaget. Ekspresinya berubah menjadi lebih ceria."Aku tahu ... aku tahu. Kau adalah anak yang ditakdirkan untuk menyelamatkan kami. Kau akan mengalahkan kegelapan dan membebaskan kami," ujar Kleopas bersemangat. Ucapan itu diikuti sorakan para roh lainnya yang ikut bergembira.
"Tunggu sebentar. Sepertinya Anda salah. Saya hanya bermaksud untuk menyelamatkan teman-teman saya, tapi kalian –" Ucapan Jun terpotong karena Kleopas melesat mendekatinya dan memegang bahunya dengan gerakan cepat. Sensasi aliran listrik langsung menyerbu tubuh Jun akibat sentuhan mendadak tersebut.
"Itulah yang tertulis dalam ramalan. Kau akan menyelamatkan kami dan mengalahkan kegelapan!" seru Kelopas sama sekali tidak peduli dengan ucapan Jun.
"Semuanya! Bantu anak ini menemukan Jiwa teman-temannya. Tiga anak yang baru masuk beberapa waktu yang lalu. pasti mereka yang dicari oleh anak ini!" perintah Kleopas kemudian.
Detik berikutnya rombongan hantu yang sebelumnya mengerumuni Jun langsung melesat pergi ke berbagai arah, mengikuti instruksi Kleopas. Sementara itu, sang pria tua bersorban kembali menatap Jun."Siapa namamu, Nak? Biarkan pria tua ini mengetahuinya sebelum pergi ke dunia bawah," tanya pria itu kemudian.
Jun mengernyit kebingungan. "Erm, Jun?" jawabnya ragu. Meski begitu, dalam hati Jun bersyukur karena bisa mendapat bantuan tak terduga dari para hantu tersebut. Mungkin sebentar lagi dia bisa menemukan jiwa ketiga temannya.
"Nama yang bagus. Jin dan Jun. Kalian memang ditakdirkan untuk bertemu," komentar Kleopas nanar. "Semua roh yang terjebak di sini adalah korban dari keserakahan kami sendiri. Kami semua berambisi untuk menemukan artefak itu, tapi berakhir menjadi mangsa sang penjaga kuil. Kami tak ubahnya tumbal. Ratusan bahkan ribuan tahun kami terjebak di sini, tanpa bisa pergi ke mana-mana. Bahkan neraka terasa lebih baik bagi kami. Setidaknya, di alam bawah, roda nasib kami bisa berputar," lanjut pria tua itu mulai bercerita.
Jun menyimak dalam diam. Ia masih tidak bisa fokus pada hal lain selain masalah teman-temannya yang harus segera ditemukan.
"Kau adalah harapan bagi kami, Nak. Konon katanya, orang terakhir yang berhasil menemukan Jin, dan tidak terjebak dalam keserakahan, akan mampu mengalahkan kegelapan di tempat ini.
Tindakanmu saat ini sudah menunjukkan segalanya, Anak Muda. Kau bersedia membahayakan diri untuk menolong teman-temanmu, meski sebenarnya kau punya pilihan untuk pergi menyelamatkan diri sendiri bersama artefak yang kau temukan. Kau adalah harapan bagi semua jiwa yang terjebak di tempat ini." Kleopas terus berbicara.
"Eh, oh, ya. Syukurlah kalau begitu," jawab Jun masih ragu-ragu. Ia semakin merasa tidak sabar dan ingin segera pergi dari sana untuk mencari Lana. Namun, penantiannya ternyata tidak selama itu.
Dari kedalaman dimensi, beberapa roh yang tadi dikirim pergi oleh Kleopas melesat kembali dengan beberapa jiwa tambahan yang berpendar dalam warna yang berbeda. Merah muda, merah terang dan biru muda. Jun segera mengamati kedatangan tiga jiwa baru itu dan menyadari bahwa mereka bertiga adalah teman-temannya.
"Jun!" seru jiwa Lana langsung menghambur ke pelukannya.
"Lana!" sahut Jun membalas pelukan Lana dengan penuh syukur. "Brithon. Dan Alex! Akhirnya aku menemukan kalian," lanjut Jun lega.
"Apa kau juga mati?" sergah Brithon tak percaya.
Jun menggeleng. "Tidak. Bukan begitu. Aku memang sengaja mencari kalian. Ayo, cepat. Kita harus segera menemukan tubuh kalian agar bisa selamat!" seru pemuda itu lantas berusaha membawa ketiga temannya menuju ke bawah.
"Memangnya kita bisa kembali? Aku sudah berusaha mencari jalan keluar sejak terjebak di sini. Tapi kegelapan ini menyesatkan. Kita tidak akan bisa pergi kemana-mana," ungkap Lana terus terang.
"Kita bisa kembali. Lihat ini!" ujar Jun sembari menunjukkan seutas cahaya yang muncul di belakang punggungnya, serupa tali pengikat. "Ini adalah ikatan jiwaku dengan tubuh. Aku bisa mempertahankannya berkat bantuan Jin yang mengikat energi sihirku. Kita bisa kembali dengan mengikuti cahaya ini. "
"Jin?" tanya Alex bingung.
"Itu tidak penting sekarang. Ayo kita segera kembali saja," ajak Jun lagi.
"Tapi–." Kata-kata Lana terpotong karena Jun langsung menyeret ketiga temannya begitu saja menuju ke arah tubuhnya di bawah sana.
Para hantu yang sebelumnya membantu mereka pun berseru dari kejauhan. "Hati-hati, Anak-anak. Kegelapan...." kata-kata selanjutnya sudah tidak bisa didengar oleh Jun karena mereka bergerak menjauh dengan sangat cepat.
Selama beberapa waktu perjalanan mereka tampaknya baik-bauk saja. Namun, ketika rasanya sudah hampir berhasil sampai ke ujung dimensi tersebut, mendadak kegelapan di sekitar mereka menjadi semakin pekat dan mencekik. Jun menyadari kalau gerakan mereka menjadi lebih lambat dan sesak.
"Kita ... ketahuan," gumam Lana tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Lamp
FantasyRanjun Sigh, siswa tingkat akhir Akademi Diora, tidak puas akan kemampuannya memanggil spirit yang menurutnya terbatas. Ia ingin mencari sumber kekuatan lain dengan mendatangi reruntuhan kuno Acra di luar benua. Selama berkelana sendirian, tiga reka...