Ternyata Bukan Mimpi

263 14 19
                                    

[Masih] Aya POV

Seorang om-om ganjen terus mengejarku. Aku terus berlari dengan tujuan yang tak tentu. Pokoknya aku harus lari darinya!

"Siti Nurbaya! Jangan lari!" teriak Om Ganjen itu.

"Jangan kejar gueee! Aaaa!! Pergi sana kau Om Ganjen terkutuk!"

"Om Ganjen? Saya Syamsul Bahri kekasihmu!"

"Tidaaaaak!!!"

Bruk!!

Aku terjatuh dari ranjangku. Aku meringis kesakitan dan mengusap kepalaku.

"Untung aja cuma mimpi..." kataku sambil meneliti seluruh tubuhku. Duh, serem banget kalau aku dikejar om ganjen macam begitu.

"Kamu mau Mama jodohin sama anak Tante Ira. Anaknya baik, pinter, ganteng lagi. Namanya Syam, Syamsul Bahri. Adiknya Sugih ini..."

Kata-kata Mama terngiang di benakku. Duh! Semoga itu juga bagian dari mimpi burukku tadi!

Bukannya apa-apa, masa Mama tega sih ngejodohin aku sama orang yang gak kukenal? Aku kan juga punya Hak untuk mencintai orang yang bener-bener aku suka.... Lagian, di zaman Path dikoneksiin ke Twitter begini, masih zaman ya jodoh-jodohan? Aku aja udah gak pernah liat anak kecil main masak-masakan. Ini yang udah gede malah main jodoh-jodohan.

"Aya? Kamu kenapa?"

Kepala sesosok cowok bule muncul dari balik pintu. Aku terpekik kaget, membuat laki-laki itu kelabakan.

"IH SEMBARANGAN GAK KETOK PINTU DULU IH!"

"S-sorry, tadi Tante Ana nyuruh ak--"

"HUSH! HUSH! JANGAN KE KAMAR AKU IH GAK SOPAN!" teriakku sambil memukul tubuh cowok bule itu. Papa yang kebetulan lewat langsung menengahiku.

"Aya! Yang sopan sama calon Kakak Ipar!"

"Hah?! Ihh Papa ngomong apa sih? Tadi kan yang jodoh-jodohan itu cuma mimpi! Iya kan?!" sergahku.

"Tenang dulu Aya, tenang. Ayo kita ke Ruang Keluarga bahas semua ini biar jelas." ajak Papa sambil menarik lenganku.

Di Ruang Keluarga, tampak hanya ada Mama. Bahkan si cowok bule itu gak ada. Hawa-hawanya mau ngomong serius nih. Duh... takut.

"Aya, sebelum kita mulai pembicaraan ini, Mama mohon jangan potong sedikitpun kata-kata Mama. Ngerti?"

Aku mengangguk terpaksa.

"Tante Ira jauh-jauh dari Bandung buat ketemu Mama sama Papa, temen lamanya pas di kampus dulu. Tapi Tante Ira sih deket bangetnya sama Mama. Kita sahabatan." Mama membuka toples kue kering, lalu melahap kuenya, "Nah yang kamu liat tadi itu Sugih. Anak pertama Tante Ira. Dia cuma lebih muda 1 tahun sama Aa Singgih," katanya. Berarti diluar dugaanku. Umurnya 19 tahun!

"Nah dulu, kami berdua hamil di tahun yang sama. Cuma beda berapa bulan aja. Tante Ira hamil anak cowok, dan mama hamil kamu."

Aku mengangguk-angguk sambil ikut mengambil kue kering dari dalam toples.

"Mama sama Tante Ira suka banget baca Novel. Pas lagi hamil kamu, Mama sama Tante Ira lagi baca Novel Melayu Klasik karyanya Marah Rusli, judulnya--"

"Siti Nurbaya?"

"Aya! Jangan potong!" kata Mama ketus. Aku menggembungkan pipiku kesal.

Papa melanjutkan omongan Mama, "Benar. Judulnya Siti Nurbaya. Karena Mama kamu sama Tante Ira deket banget, Mama sampai bilang gini, duh Jeng Ira, aku pengen banget deh kita besanan!"

Aya dan Syam (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang