One to Cell 2

4.3K 64 0
                                    

Ducan mengerjabkan matanya ketika samar-samar ia mendengar suara seseorang memanggil namanya beberapa kali. Ketika akhirnya ia tersadar dari tidur nyenyak itu, Ducan melihat 3 teman barunya sudah duduk di lantai di tengah-tengah antara dua tempat tidur yang terpojok ke dinding.

"Cepat bangun, kamu harus makan malam," kata Marcus yang kala itu duduk bersebelahan dengan Alberto.

Ducan mengangguk sesaat, lalu meninggalkan tempat tidur dan duduk di samping Miller. Kini posisinya berhadapan dengan Alberto, sementara Miller berhadapan dengan Marcus.

Di depan mereka, terdapat empat buah kotak berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya. Untuk ukuran orang yang jarang makan seperti Ducan, melihat menu santapan di depannya betul-betul sesuatu hal yang sangat disyukuri.

Miller yang berada di sebelah Ducan kelihatan mengeluh, katanya bosan makan makanan yang tersaji sekarang. Sudah 3 hari mereka menyantap menu yang sama, entah apa alasannya hingga para sipir menyediakan makanan itu selama 3 hari berturut-turut. Namun mau bagaimana lagi, tidak makan malah jauh lebih tersiksa. Jadi Miller tetap memakannya.

Acara makan malam di sel nomor 78 berjalan khidmat, tidak ada pembicaraan sama sekali, keempat penghuninya sibuk menghabiskan makanan masing-masing. Hingga semuanya usai, Alberto yang baru saja meminum beberapa teguk air mineral dari gelas plastik mulai bicara, tepatnya pada Ducan.

"Ducan, aku akan memberitahumu sesuatu."

Mendengar hal itu, Ducan menatap Alberto dengan serius. Berharap apa yang akan teman barunya itu sampaikan bukan lah hal yang mengerikan. Akan tetapi, kenyataan tidak selalu muncul sesuai harapan bukan, sebab yang Alberto sampaikan adalah sesuatu yang membuatnya jantung Ducan berdebar kencang.

"Ducan, meskipun di sel ini tidak ada yang namanya perundungan, kamu harus tetap bersiap-siapa. Sebab di luar nanti, ketika kamu bertemu para tahanan dari sel lain, mereka bisa jadi berpikiran berbeda dengan kami." Alberto berkata dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membuat Ducan takut, tapi nyatanya, Ducan sudah ketakutan duluan. "Terutama Regulus, dia tahan yang sangat ditakuti. Bahkan oleh para sipir yang berjaga di sini."

"Iya, kamu harus jauh-jauh dari Regulus jika ingin hidup tenang selama di sini." Miller ikut bersuara. "Dia tahanan seumur hidup. Masuk sekitar tiga tahun yang lalu. Ketua gangster, sangat berkuasa, dan anak buahnya ada ribuan."

Marcus yang baru saja menghabiskan segelas air mineralnya, ikut masuk ke dalam pembicaraan. "Pokoknya, kamu jangan pernah buat masalah sama dia. Walaupun sosoknya ada di sini, kaki tangan Regulus masih berkeliaran di luar sana. Sedikit saja kamu bikin masalah, orang-orang terdekatmu yang akan menerima ganjarannya."

Ducan benar-benar merinding mendengar penjelasan itu. Di bayangannya, Regulus adalah sosok tua bertubuh gendut yang penuh dengan tato. Wajahnya bisa jadi memiliki bekas luka di sana sini, dan sorot matanya sangat menyeramkan. Hanya membayangkan saja sukses membuat Ducan bergidik.

"Besok pagi, saat para tahanan dibebaskan untuk berolahraga di lapangan, kamu harus menemui Regulus."

Walaupun tidak sedang minum, Ducan tetap terbatuk mendengar apa yang Alberto sampaikan.

"K-kenapa aku harus menemui dia?" tanya Ducan ketakutan.

"Kamu harus menemuinya, Ducan. Mau tidak mau, siap tidak siap. Karena begitulah tradisi yang berjalan selama Regulus berkuasa di penjara ini. Para tahanan baru wajib bertemu dengannya untuk diwawancarai. Sebab tahan yang menurutnya tidak berguna, akan diperlakukan dengan sangat buruk. Mereka akan dijadikan budak di penjara ini," jawab Miller.

"B-budak?"

Marcus mengangguk. "Siapa pun yang menjadi budak, hidupnya tidak akan pernah tenang. Karena dia harus melayani Regulus beserta pengikut-pengikut setianya selama masih di penjara ini."

Story of Ducan [BXB 21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang