One to Cell 13

2K 57 1
                                    

Awalnya Brox kembali ke sel tahanannya hanya untuk mengambil salah satu buku yang pengin dia baca, daripada bosan melamun di lapangan. Tapi saat tiba di depan pintu sel-nya, Brox malah mendengar suara desahan seseorang. Pikirannya langsung melayang pada seseorang.

Meskipun sudah berharap kalau apa yang dipikirkan salah, kenyataan tetap menamparnya saat Brox memutuskan untuk mengintip dari jeruji kotak yang tingginya sejajar dengan wajahnya itu. Ketika mendekat, Brox bisa melihat Regulus sedang berhubungan badan dengan seseorang, dan ketika ditunggu beberapa saat, akhirnya Brox bisa melihat siapa yang sedang bermain dengan kakaknya. Ducan, seperti yang ia takutkan.

Brox langsung menunduk dan berniat untuk pergi dari sana, akan tetapi bayangan tubuh telanjang Ducan langsung memenuhi kepalanya. Dengan ragu, Brox kembali berdiri di balik pintu sel tahannya, kemudian mengintip ke dalam dan menonton apa yang sedang dilakukan Regulus dengan Ducan.

Jujur, Brox sangat iri melihat tontonannya sekarang. Seumur-umur, Brox tidak pernah bergairah melihat laki-laki berhubungan badan dengan sesama laki-laki. Selama berada di penjara ini, Brox tidak pernah tertarik untuk memuaskan hasratnya dengan sesama laki-laki, ia hanya melakukannya sendiri, mengocok penisnya diam-diam saat malam hari. Namun saat melihat Ducan, entah mengapa Brox sangat tertarik. Hanya mendengar suara desahannya saja sudah membuat penis Brox mengeras.

Untuk memastikan, Brox menoleh ke sana kemari, tidak ada siapapun di sekitar sel-sel tahanan. Sipir-sipir sedang tidak berjaga, dan para tahanan lain sebagian ada yang di lapangan dan sebagian lagi sudah ada yang di kamar mandi. Memanfaatkan keadaan sepi, Borx mengeluarkan penisnya dari dalam celana. Meskipun tidak sebesar penis Regulus, penis Brox juga termasuk lumayan. Laki-laki itu hanya fokus menatap tubuh Ducan, mendesah tanpa suara menyebut-nyebut nama laki-laki itu.

Ketika Ducan duduk di atas penis Regulus, Brox tidak berdecak iri. Namun demikian, ia makin mempercepat kocokan penisnya di depan pintu sel tahanan nomor 12. Sampai beberapa menit kemudian, dia berhasil mencapai klimaks. Brox mendesah panjang tanpa suara, kemudian memasukkan kembali penisnya ke dalam celana dan pergi dari sana.

---

Ducan sangat bersyukur ketika dia sampai di ruang makan siang itu, antrean tidak terlalu panjang sehingga rasa laparnya tak perlu ditahan terlalu lama. Di belakangnya, Brox sedang bicara dengan tahanan lain yang juga ikut mengantre, sependengaran Ducan, mereka memperbincangkan soal klub sepak bola yang akan bertanding lusa nanti, dan akan disiarkan di televisi.

Sekarang, sudah giliran Ducan yang mendapatkan makanan. Tempat makan besinya yang semula kosong satu demi satu mulai terisi oleh berbagai jenis makanan, hingga beberapa potong buah-buahan.

Saat sudah selesai, Ducan menunggu Brox untuk kemudian berjalan bersama menuju meja yang kosong.

Di meja lain yang jaraknya agak jauh dari Ducan dan Brox, terlihat Regulus sedang menyesap sebatang rokok dengan Neo yang setia memijat bahunya tanpa terlihat lelah.

Dari posisinya, Regulus kelihatan terus menatap Ducan meskipun yang ditatap sama sekali tidak tertarik untuk menatap balik ke arahnya.

Saat rokok yang Regulus isap telah habis, laki-laki itu beranjak bangun dari tempatnya duduk. Dengan langkah-langkah santai, dia mendatangi Ducan dan berdiri di sebelah kursinya.

"Bantuan apa?" Pertanyaan Regulus tertuju pada Ducan.

Kala itu, Ducan agak kaget ketika mengetahui  Regulus yang tiba-tiba berada di sebelahnya, tapi setelah mendengar pertanyaan laki-laki itu, Ducan langsung menelan makanan yang masih ada di mulutnya dan meminta Regulus untuk mengikuti langkahnya keluar dari ruang makan. Ducan hanya tidak ingin orang-orang tahun mengenai permintaan bantuannya pada Regulus.

Tiba di salah satu lorong yang sepi, Ducan hanya berdua dengan Regulus, berdiri berhadapan. Dengan pandangan menunduk ke lantai, Ducan menyampaikan bantuan apa yang dia butuhkan.

"Tolong cari tahu soal ibuku. Akun ingin tahu keadaannya. Itu saja," kata Ducan.

Sesaat laki-laki itu tidak mendapati balasan dari orang yang berdiri di hadapannya, sampai akhirnya Ducan memberanikan diri untuk mendongak dan menatap wajah Regulus.

"Baiklah," balas Regulus. Kepalanya mengangguk singkat.

"Terima kasih," ucap Ducan.

Regulus berbalik, kemudian pergi tanpa membalas ucapan Ducan barusan. Meskipun begitu, Ducan lumayan tenang, sebab sekarang ia hanya perlu menunggu saja sampai Regulus datang membawa kabar soal ibunya.

---

Ducan sudah selesai dengan pekerjaannya sore itu. Ketika sedang berjalan menuju kamar mandi dengan tangan membawa sabun dan pasta gigi beserta sikatnya, Roger tiba-tiba muncul dan mencegah langkah Ducan.

"Regulus memintamu datang ke sel-nya," kata laki-laki berkepala plontos itu.

Yang hinggap dipikirkan Ducan sekarang ada 2: Regulus akan menyampaikan kabar soal ibunya, atau Regulus akan menguasai tubuhnya seperti tadi pagi. Namun demikian, Ducan merasa yang kedua jauh lebih masuk akal sebab mencari tahu kabar ibunya tanpa nama dan foto bukanlah hal yang mudah, jadi tidak mungkin Regulus langsung menemukannya.

"Setelah mandi aku akan ke sana," kata Ducan.

"Sekarang. Dia memintamu untuk datang sekarang juga."

Ducan menghela napas, kemudian mengangguk dan berjalan di belakang Roger.

Saat tiba di sel tahan Regulus, Ducan melihat laki-laki itu sedang menatap layar ponsel yang berada di genggamannya. Ketika melihat kedatangan Ducan, dia langsung berdiri dan menyodorkan ponselnya.

Ducan agak bingung selama beberapa saat, tapi kemudian mengambil ponsel itu dan melihat apa yang tertampil di layar. Sebuah vidio terputar, menunjukkan seorang wanita yang sedang tersenyum menyapa pelanggan yang datang ke restoran tempatnya bekerja. Kemudian vidio berganti pada saat wanita itu sedang masuk ke minimarket dan membeli beberapa mie instan. Berlanjut lagi pada saat wanita itu duduk di kursi taman yang kosong sambil memandangi selembar foto yang Ducan sangat kenali kalau itu adalah fotonya. Ducan melihat ibunya menangis di dalam vidio itu, membuatnya juga ikutan menangis. Lalu vidio berakhir.

"Terima kasih." Ducan mengembalikan ponsel Regulus seraya satu tangannya menyeka air mata yang luruh.

"Em." Regulus memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Saat Ducan berniat untuk pergi dari sana, Regulus menahan tangannya, sehingga ia berhenti dan menoleh ke arah Regulus.

"Diam di sini," ujar laki-laki itu. Kemudian dia pergi ke arah pintu dan menutup benda itu.

Ducan sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Terlebih ketika Regulus sudah mengambil posisi tiduran di atas kasurnya.

"Kemari," kata Regulus.

Ducan bejalan mendekat, kemudian menidurkan tubuhnya di samping Regulus. Kalau memang Regulus akan mencumbunya lagi, ia tidak masalah, sebab apa yang sudah Regulus berikan padanya adalah sesuatu yang sangat berharga. Yaitu kabar ibunya.

Namun ternyata yang dilakukan Regulus tidak seperti apa yang sudah Ducan bayangkan. Regulus malah memeluknya, dengan sangat lembut, dan tidak bicara apa-apa. Ducan yang berada di dalam dekapan hangat itu kontan terdiam, bingung harus bereaksi apa. Hingga tanpa sadar, dia memejamkan matanya yang agak sembab, kemudian tertidur di dalam pelukan Regulus--laki-laki yang sudah beberapa kali menyakitinya.[]

---

Jangan lupa follow pyn_id, vote dan komen cerita ini.

Story of Ducan [BXB 21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang