Part 2 : You're perfect Jay, always perfect.

1K 107 2
                                    

" Kamu selalu sempurna di mata saya Jay. Terlepas dari apa yang terjadi, saya selalu disini bersama kamu. Itu semua hanya masa lalu yang hadir dan menjadi salah satu dari bagian cerita kamu. Jangan pernah menganggap diri kamu rendah Jay. Kamu berharga Jay, kamu selalu berharga."

~~~~~~~

  Entah sudah berapa lama Jay duduk termenung di halaman belakang rumah. Beberapa kali asisten rumah tangga  memanggil Jay untuk memakan makan siangnya, tapi semua itu sia-sia karena Jay tidak bereaksi apapun.

  Entah apa yang membisikkan Jay, ia tiba-tiba memegang perutnya. Menahan nafasnya saat ia harus menerima kenyataan bahwa anak itu ialah darah daging bajingan tua itu.

  " Hmmmphh!!! "

Jay mencoba memberontak saat lelaki dewasa menyentuh tempat terlarangnya. Sedikit meringis saat tali yang mengikat erat melukai pergelangan tangannya.

Ia menggigit kuat kain yang menghalangi mulutnya saat merasakan sesuatu memasuki tempat yang seharusnya hanya Jay berikan pada teman hidupnya kelak.

  "Hmmphhh!!!! "

Teriakan tertahan terdengar pilu memenuhi ruangan, bersahutan dengan geraman puas seorang lelaki dewasa dalam ruangan kecil itu.

  " Kau selalu nikmat Jay. "

Kata tidak pantas itu terlontar dari mulut lelaki dewasa di atas Jay. Air mata meluncur deras dari iris mata Jay yang memandang  penuh benci lelaki di atasnya.
_______

Matahari sudah menampakkan kehadirannya pada penduduk Bumi. Seluruh manusia pun sudah siap untuk memulai aktivitas mereka, didukung juga oleh cuaca cerah di hari Selasa itu.

Di lain sisi, Jay hanya diam memandang jendela di depannya. Dengan tubuh tanpa pakaian dan selimut yang menutupi setengah tubuhnya sudah dipastikan semua orang tahu apa yang terjadi pada Jay. Jay memandang langit cerah dengan tatapan kosongnya, mengabaikan gedoran pintu dan teriakan ibunya di balik sana.

  " Hey anak sialan cepat bangun dari tidurmu!, apa kau tidak ingin sekolah dan menjadi bodoh eoh?!! "

Jay menatap datar pintu kamarnya, sungguh ia ingin menangis tapi ia tak bisa. Selama puluhan tahun lamanya Jay mendapatkan hinaan dari ibunya. Jay selalu mendapatkan pukulan dari ibunya. Jay lelah. Bisakah ia meminta agar Tuhan segera mengambil dirinya? Jay ingin pergi, Jay ingin menyusul ayahnya di atas sana.

  " Jay! "

Jay kembali tersadar saat seseorang mengguncang bahunya cukup keras. Ia meremat kuat kemeja putih seseorang di hadapannya.

  " Jay... "

Tanpa banyak kata Jay memeluk erat seseorang itu. Menyembunyikan wajahnya pada bahu lebar si empu.

  " Jay... Kalau kamu mau menangis, menangis saja. Saya disini, selalu punya bahu untuk tempat kamu bersandar. Menangis saja Jay, keluarkan semua masalah kamu. Biarkan saya merasakan juga..."

Perlahan bahu ringkih itu bergetar hebat. Diikuti isakan keras di balik bahu lebar lelaki Yang itu.

  " Won... Hiks.. Aku benci dia!.. Aku benci--"

  " Iya, ga apa-apa Jay. Saya disini, sama kamu. "

Jungwon mengelus punggung bergetar itu dengan pelan. Sesekali ia mengecup pucuk kepala Jay, dalam hati ia meminta maaf pada Jay atas perbuatan lancangnya karena menyentuh Jay tanpa izin dari si pemilik.

~~~~~~

   " Jay, ayo makan dulu ya. Kamu belum makan kan? Kasian loh dede bayi pasti lapar. "

Jungwon dengan lembut membujuk Jay untuk memakan makan siangnya. Jam sudah hampir menunjukkan pukul empat sore, sudah terlambat untuk makan siang.

The Little Things [ Wonjay ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang