Makan bersama

1K 105 7
                                    

Kafero, yang melihatnya, mengusap air matanya dengan kasar. Ia perlahan berjalan ke luar dari kamar.

Setelah keluar, Kafero langsung berlari menuruni tangga. Ia ingin keluar dari tempat ini. Kafero sesekali melihat ke belakang, memastikan bahwa pria itu tidak mengetahuinya dan mengikutinya. Tapi tiba-tiba saja, Kafero bertubrukan dengan sesuatu yang keras di depannya. Langsung saja, Kafero terjatuh ke lantai. Ia mengusap bokongnya yang terasa sakit.

"Sepertinya kita menemukan tikus kecil di sini," ucap salah satu dari dua laki-laki yang menatap ke arahnya dengan wajah datar. Wajah mereka sangat mirip satu sama lain.

"Bagaimana caranya tikus kecil ini bisa masuk?"

Tikus? Kafero melihat ke bawahnya, ke kanan, ke kiri, dan ke belakangnya. Tidak ada tikus sama sekali.

"Yang kami maksud adalah kau," lanjut salah satu dari mereka.

Kafero kembali menatap ke arahnya. Ia tidak terima jika dirinya dipanggil tikus. Kafero langsung saja berdiri, mendongakkan kepalanya, menatap tajam ke arah mereka. Sayangnya, malah terlihat menggemaskan di mata mereka. Kafero seperti anak kucing.

"Kafelo bukan tikus!!" kesalnya.

"Kafelo?"

"Bukan, tapi Kafelo."

"Kafero," lanjut yang satunya lagi.

"Dibilangin buk-"

"Kafero!" Kafero langsung membalikan badannya saat ada yang memanggil namanya. Kafero membulatkan matanya saat melihatnya.

"Namanya Kafero, ia cadel," lanjutnya sambil menuruni tangga. Setelahnya, ia mendekat ke arah Kafero. Kafero sekarang dihimpit oleh tiga laki-laki. Di depannya ada dua, dan di belakangnya ada satu.

"Kafelo ga cadel," Kafero mengembungkan pipinya. Kafero tidak suka dipanggil cadel.

"Kucing kec-" Kafero memotong ucapannya.

"Kafelo bukan kucing atau tikus, Kafelo punya nama!" teriaknya. Kafero seakan lupa dengan ketakutannya tadi.

"Jangan berteriak," Kafero langsung ciut mendengar suaranya yang dingin.

"Apa kau kenal dengan Tikus kecil ini?" tanyanya.

"Apa kau juga yang membawanya ke mansion, bang Kenneth?" tanya yang satunya lagi.

"Tidak," jawabnya. "Dia tiba-tiba saja sudah berada di kamarku," lanjutnya. Kenneth Grandlanth Graciano, anak ketiga dari lima bersaudara.

"Jadi, bagaimana caranya kau bisa masuk ke sini?" tanyanya, menunduk sedikit, menatap ke arah Kafero.

"Lewat tangga," jawabnya enteng.

"Apa perutmu terbuat dari karet?" bingungnya. Pasalnya, ia kaget melihat Kafero yang makan begitu banyak. Kembarannya, tanpa sadar, satu jarinya menyentuh pipi Kafero yang begitu kenyal dan empuk, dengan muka yang masih datar. Sedangkan Kenneth hanya menatap Kafero yang menurutnya menggemaskan, dengan pipinya yang semakin chubby.

"Jangan pegang pipi Felo!" Kafero menatap ke arahnya dengan tatapan garangnya. Mulutnya masih penuh dengan makanan.

Sebelum Kafero dibawa ke ruang makan, Kafero sedikit berdebat terlebih dahulu dengan tiga laki-laki yang bersamanya sekarang. Awalnya, si kembar tidak menyukai Kafero.

KAFEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang