Menolak?

775 79 5
                                    

"Adopsi?" Suara itu terdengar dari arah tangga. Mereka semua menoleh ke arah sumber suara, kecuali Kafero. Elvin tampak sedang menuruni tangga sambil menatap mereka.

Elvin berjalan mendekati mereka, lalu duduk di sofa. "Kamu sudah bangun?" tanya Disi.

"Ya, seperti yang Mommy lihat," jawab Elvin, "Apa maksudnya dengan adopsi?" tanyanya lagi.

"Mommy berniat ingin mengadopsi Kafero menjadi bagian dari keluarga ini. Bagaimana menurut kalian?" ujar Disi, kembali menatap Kafero yang masih asyik dengan makanannya.

Mendengar kata-kata tersebut, beberapa orang tersenyum kecil.

"Grandma setuju."

"Aku setuju."

"Daddy setuju."

"Kami juga setuju."

"Baiklah, karena kalian setuju, kita hanya perlu persetujuan langsung dari Kafero," ucap Disi.

"Kafero," panggil Disi, tapi Kafero tidak merespons. Disi mengusap kepala Kafero perlahan.

Kafero yang merasakan kepalanya diusap, menatap ke arah Disi dan miringkan kepalanya. "Kami ingin mengadopsi Kafero. Bagaimana menurutmu? Kamu mau kan jadi bagian keluarga ini?" tanya Disi langsung.

Kafero mengerutkan keningnya, pertanda ia bingung. "Adopsi? Maksudnya jadi anak angkat gitu? Tapi kan Kafero masih punya orang tua," batinnya.

Kafero menggelengkan kepalanya, pertanda ia tidak setuju untuk diadopsi.

Disi yang melihatnya tampak sedih. "Kenapa Kafero tidak mau diadopsi? Kalau Kafero mau diadopsi, Kafero bisa makan sepuasnya. Kafero juga bisa tinggal di sini untuk selama-lamanya. Kafero bakalan punya banyak abang nantinya," Disi berusaha membujuk Kafero agar mau diadopsi. Ia sudah terlanjur nyaman dengan Kafero.

Kafero merasa itu adalah tawaran yang menarik, tapi tetap saja ia berada di sini hanya sementara, tidak lebih. Kafero harus secepatnya pergi dari sini setelah tiga hari. Ia khawatir jika orang tuanya mungkin saja sedang mencarinya saat ini.

"Kafelo masih punya olang tua, Tan. Kafelo juga di sini cuma numpang tiga hari kata Bang Kenneth. Bang Kenneth mau nganterin Kafelo pulang kalau Kafelo tinggal di sini selama tiga hari," jelas Kafero.

"Aku menarik kata-kataku itu." Semua orang langsung melihat ke arah pintu. Terlihat Kenneth yang sedang berjalan ke arah mereka dengan setelan jasnya.

"Ga bisa gitu! Bang Kenneth kan waktu itu bilang kalau Abang bakalan ngantelin Kafelo pul-" kata-katanya terpotong.

"Tapi aku tidak berjanji, bukan?" ucapnya dengan senyuman di bibirnya.

"Tap-" kata-katanya lagi-lagi terpotong.

"Aku akan mengantarkanmu kembali ke orang tuamu jika selama tiga hari kita tidak menemukan di mana orang tuamu berada. Kau harus mau kami adopsi dan tinggal di sini bersama kami selama-lamanya. Bagaimana?"

"Uh," Kafero merasa itu adalah tawaran yang tidak adil. Kafero tidak tahu di mana orang tuanya berada ataupun alamat rumahnya. Rumah ini juga berada jauh dari kota, bukan? Melihat jika rumah ini ada di hutan, pastinya akan sulit untuknya menemukan orang tuanya. Waktu tiga hari tidak cukup baginya.

"Itu tidak adil!" Kafero mengungkapkan isi hatinya.

Kenneth dan yang lain menatap ke arah dirinya.

"Tidak adil?" ucap Kenneth.

"Ya, coba Abang pikil, gimana caranya Kafelo nemuin orang tua Kafelo kalau lumah ini aja ada di hutan. Kafelo juga ga tau jalan menuju lumah Kafelo kalena pas Kafelo tidul, bangun-bangun udah ada di hutan sama ada ail terjun di pinggirnya," jelasnya panjang lebar.

Mereka mengerti. Jadi itu sebabnya. Bagaimana bisa anak ini berada di hutan? Tapi jika ia tertidur dan dirinya bangun-bangun sudah berada di hutan, bukankah itu artinya anak ini dibuang oleh kedua orang tuanya?

Disi lagi-lagi mengusap kepala Kafero. Kafero menatap Disi. Kembali Kafero melihat wajah Disi yang sedang menatapnya dengan perasaan iba. Wajahnya terlihat sedih.

Disi memeluk Kafero cukup erat, mengelus rambutnya, lalu mengecup Kafero sebentar.

Kafero bingung dengan perlakuannya. Dirinya mengintip di sela-sela pelukan itu menatap ke arah mereka. Kafero melihat sebagian mereka menatapnya dengan rasa iba, sebagian lagi menatapnya dengan senyuman menyeramkan? Ia agak merinding dengannya.

"Aku akan memberikan waktu lima hari," Kenneth memberikan waktu tambahan. Toh, ia yakin jika Kafero tidak akan menemukan orang tuanya itu karena ia dan yang lain yakin jika Kafero sudah dibuang oleh keluarganya.

Meski waktunya kurang lama, tapi Kafero cukup senang dengan waktu tambahannya. Tanpa basa-basi lagi, Kafero menganggukkan kepalanya.

"Ok, Kafelo setuju."

Tidak hanya beberapa orang lagi, sekarang semuanya tersenyum miring tanpa Kafero ketahui.

KAFEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang