adopsi?

762 77 3
                                    

Kafero menuruni tangga dengan dirinya di dalam gendongan Elvis dan pakaian yang terlihat besar di tubuhnya.

Elvis telah membangunkan Ervin dan menyuruhnya untuk ke kamar mandi. Sebelum ke kamar mandi, Ervin mencium pipi Kafero terlebih dahulu. Matanya melihat sebagian keluarganya duduk di sofa dan menatap ke arahnya. Salah satu orang berdiri dari sofanya dan berjalan ke arahnya.

"Elvis, apa itu anak yang ada di dalam foto?" tanya wanita paruh baya tersebut.

"Foto?" Elvis menatap ke arah wanita itu dengan tatapan bingungnya.

"Oh, apa kau tidak tahu? Kenneth mengirimkan foto mu dan juga Ervin yang sedang memeluk buntalan kapas," ujarnya. Wanita paruh baya tersebut tidak melihat wajah Kafero karena posisi Kafero menghadap ke belakang.

Kafero yang mendengar kata "buntalan kapas" langsung saja membalikkan badannya dan menatap ke arah wanita paruh baya.

"Kapas?" Matanya seakan berbinar mendengar kata "kapas". Kafero pikir yang diucapkan wanita di hadapannya adalah permen kapas karena ia sangat menyukai makanan yang manis.

Wanita itu sedikit kaget saat Kafero membalikan badannya. Apalagi sekarang dirinya bisa melihat wajahnya. Melihat wajah Kafero yang menggemaskan, kedua tangannya tanpa disadari mencubit kedua pipi Kafero. Ia merasakan tangannya seperti sedang mencubit mochi kenyel dan empuk. Yang lain juga sama saat melihat wajah Kafero, mereka semua langsung berdiri dari sofa.

"Hiks," isakan terdengar dari mulut anak yang sedang ia cubit.

Bibirnya maju beberapa senti dan juga matanya yang mulai menetaskan air mata sangat menggemaskan. Tangannya tanpa sengaja mengeraskan cubitannya yang awalnya terdengar isakan, sekarang terdengar tangisan yang sangat kencang.

"Hua!!! Hiks, sakit!"

"Maafkan tante, tante tidak sengaja," yang awalnya mencubitnya digantikan dengan mengusap kedua pipi Kafero yang memerah. Sungguh, ia tadi tidak sengaja mencubitnya dengan keras.

Mereka yang berada di sofa langsung bergegas mendekat ke arah Kafero. Kafero sekarang dikerubungi oleh orang-orang yang lagi-lagi ia tidak kenal.

"Tidak apa-apa, jangan menangis," kata seorang pria paruh baya sambil mengusap air mata Kafero perlahan, lalu ingin mengambil alih Kafero.

Namun, Kafero merasakan tubuhnya diangkat dan langsung memberontak.

"Ga mau!! Kafelo mau sama bang Elvis, hiks!" berontaknya sambil memegang erat kerah baju Elvis.

Pria paruh baya mendengarnya dan hanya bisa menghela napas, kemudian mengembalikan Kafero kepada anak keempatnya. Setelah mengembalikannya, ia melihat Elvis tersenyum padanya, senyumannya terkesan seperti mengejek.

"Pipi Felo sakit," kata Elvis sambil mengusap pipinya yang terlihat memerah perlahan.

"Mau bang Elvis hukum?" tanya Kafero.

Kafero yang mengerti maksud Elvis pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. Setelah itu, Kafero menatap wanita paruh baya yang menatapnya dengan tatapan bersalah, dan Kafero memegang salah satu tangannya.

"Kata tante, tante ga sengaja. Jadi jangan hukum tante," mendengarnya. Wanita tersebut hanya menatapnya dengan senyuman.

"Kafelo, pipi Kafelo udah ga sakit," kata wanita tersebut.

"Katanya ga sakit ko, air matanya masih ngalir," ucap seseorang.

Mendengarnya, Kafelo mengusap kasar air matanya.

"Lihat, Kafelo udah ga nangis," menolehkan kepalanya ke kanan, mulai menatap orang yang sedang ditatap. Orang tersebut hanya tersenyum kecil, sangat kecil sehingga tidak ada yang tahu jika dirinya sedang tersenyum.

"Fero mau kuenya lagi?" tanya wanita paruh baya.

Sekarang mereka sedang duduk di ruang tamu, dengan Kafero yang sedang dipangku oleh wanita paruh baya.

Kafero menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa ia ingin memakan kuenya lagi. Lantas, wanita paruh baya tersebut mengambil kue yang berada di meja dan memasukkan kuenya ke mulut Kafero.

"Enak, Kafero suka!" kepalanya ia goyangkan ke kiri dan ke kanan, dengan senyuman terukir di wajahnya.

"Nama tante siapa?" tanya Kafero sambil sedikit memiringkan kepalanya.

"Disi, Disi Raveena Graziano," jawabnya.

"Tante Disi," ucap Kafero sambil tersenyum lebar.

Wanita paruh baya dan yang lainnya sudah mengetahui bahwa Kafero cadel, karena Elvis sendiri yang menceritakan sebelumnya. Elvis menceritakan semuanya tentang bagaimana dirinya bertemu dengan Kafero dan juga dua saudaranya yang lain.

Para laki-laki yang melihat Kafero tersenyum lebar sambil menggoyangkan kepalanya berusaha menahan diri agar tidak mencubit pipi berisi Kafero. Mereka juga harus menjaga sikap mereka yang terkenal dingin di luar sana.

Sementara itu, kedua wanita paruh baya sedang mencubit pipi Kafero dengan lembut, takut jika Kafero akan menangis lagi.

"Bagaimana jika kita mengadopsi Kafero?" tanya Disi kepada mereka, matanya fokus menatap Kafero yang sedang fokus menyantap makanannya, tanpa peduli jika pipinya sedang dimainkan oleh kedua wanita.

"Adopsi?"

KAFEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang