"Ghazi, gue ikut pilang bareng lo, ya?" Bella mengekor dibelakang Ghazi. Suasana sekolah sudah mulai sepi hanya tinggal tersisa beberapa orang saja, karena pertandingan basket telah berakhir setengah jam yang lalu.
"Nggak." Laki-laki itu menatap lurus kedepan, saat sampai diparkiran, dia langsung menaiki motornya dan memakai helmnya.
Bella cemberut, mulai merasa kesal karena jawaban dari cowok itu. "Please?"
"Enggak bisa, Bella," tegas Ghazi. Laki-laki itu mana mungkin mengizinkan Bella pulang dengannya, dia sangat tidak biasa pulang dengan seorang perempuan.
"Terus gue pulang gimana?" kata Bella. Perempuan itu mulai merasakan cemas lantaran ia tidak tahu akan pulang bagaimana. Alana sudah pulang tadi karena ada urusan mendadak, angkutan umum jam sore seperti ini pasti sedang beristirahat.
"Pesen gojek," ucap Ghazi. Lalu setelahnya Ghazi melajukan motornya meninggalkan Bella yang termenung sendirian.
Bella belum sempat bilang pada Ghazi bahwa ponselnya mati karena baterainya habis. "Bunda, takut." Mata Bella mulai berkaca-kaca, dia berjalan menuju halte yang sedang kosong. Duduk dibangku halte sendirian, menatap jalanan yang mulai sepi. Kakinya sengaja dia ayun-ayunkan.
"Ghazi, kenapa jahat banget ninggalin gue sendirian. Apa gue bau belum mandi? Risih ya sama gue?" monolognya. Mengusir rasa sepinya dengan bermonolog sendirian.
Hawa disekitarannya mulai sepi, membuat bulu kuduk Bella berdiri, takut juga. Bella lebih takut pada Manusia daripada makhluk halus, karena manusia nyatanya lebih kejam dari pada makhluk tak kasat mata.
"Bunda, Bang Rakha, Ayah, Bella pengen pulang," matanya terpejam, rasa takut mulai mendominasi.
Puk
"BUNDA!" teriak Bella dengan keadaan masih menutup mata.
"Bella? Ini gue."
Suara itu, Bella merasa sangat familiar dengan suara lembut tapi tegas itu. Mata perempuan itu dengan cepat langsung terbuka dan menatap lega siapa sosok yang baru saja menepuk pundaknya. "AXEL?! IH ALHAMDULILLAH BUKAN ORANG JAHAT." Bella menghembuskan nafasnya.
"Sendiri?" Mata laki-laki itu menatap tajam Bella.
Raut wajah Bella berubah menjadi sendu, terlihat wajahnya yang kembali murung. "Iya. Tadinya mau nebeng Ghazi, tapi malah disuruh pesen gojek," katanya.
Mendengar itu kedua alis Axel menyatu, entah kenapa ada perasaan sedikit kesal dengan perlakuan temannya. Ini sudah mulai sore, langit sudah mulai menggelap, jalanan sudah mulai sepi, dan Ghazi malah meninggalkan Bella sendirian.
"Pulang."
"Nggak bisa nelepon Bang Rakha," ucap Bella lesu.
Mendengar itu Axel menghembuskan nafasnya. "Sama gue."
Mata Bella berbinar, dirinya langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Axel yang sudah berada diatas motornya. "Makasih, Axel!" ucap Bella dengan girang.
"Hm."
Dan selama perjalan pulang itu, Bella maupun Axel tidak membuka suara hingga sampai dipekarangan rumah Bella.
****
Markas atau Basecamp anak Calaveras kini sedang ramai dihuni oleh anggota inti, hanya minus Axel karena laki-laki itu belum datang. Semuanya sedang bermain Billiard, karena di markas ada banyak permainan, Tennis, Billiard, Catur, juga game PS3.
"WOE ANJENGG CAKA BEGO LO! KAN KALAH DEH GUE AH BANGKE!" pekik Tian karena baru saja dia dikalahkan oleh seorang Ghazi dipermainan Billiard.
"Eh asyu malah marah-marah ke gue?! Kan yang ngalahin lo si Ghazi!" ketus Caka kesal karena merasa disalahkan oleh Tian.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHAZI: Deep longing
Teen FictionKamu terlalu baik, sampai aku lupa, bahwa kita hanya sebatas pertemuan, yang bertahan hanya sementara.