Cuaca mulai berubah-ubah, kadang, disituasi inilah manusia sering terkena sakit yang ditimbulkan dari cuaca yang berubah tidak menentu. Kadang hujan, kadang panas. Pagi hujan, sore panas, kadang pun sebaliknya. Dan sore ini, cuaca sangat panas sehingga membuat sebagian murid menggunakan payung dicuaca yang panas.
Di parkiran, Inti anak Calaveras berkumpul dan duduk dengan santai diatas motor besar mereka masing-masing. Dengan jaket kebanggaan mereka. Axel dengan slayer abu-abu yang melekat di lehernya, dasi yang terikat ditangan Caka, dan dasi yang diikat dikepala Tian. Hanya sisa Ghazi dan Kara yang tidak berneko-neko memasang atribut tambahan di badannya.
"Si Raja emang minta di kasih perhitungan tuh anak, selalu mancing emosi kita semua termasuk lo, Ghazi. Ke-irian dia kayaknya bener-bener udah di tingkat akut," ujar Tian. Tangan laki-laki itu mengepal.
"Kalau boleh, gue juga pengen banget tuh tonjok mulut banci nya dia, sayangnya pak ketu tidak akan memperbolehkan," timpal Caka dengan senyum paksanya.
"Sebisa mungkin kita jangan lawan dia, orang gila kalau di layani bakal terus senang, dan juga kalau kita lawan orang gila, kita juga gila, dong?" kata Kara. Laki-laki paling santuy itu berujar dengan raut wajah santainya.
Ghazi menghela nafasnya, mendengar sahabat-sahabat nya berbicara mengenai laki-laki yang sudah memancing emosinya tadi siang, membuatnya kembali teringat dengan ucapan yang laki-laki banci itu lontarkan padanya.
"Bangsat," umpat Ghazi pelan.
Axel yang tengah mencermati percakapan Tian, Kara, dan Caka dibuat menoleh pada Ghazi yang tiba-tiba melontarkan umpatan. "Kalau ada apa-apa cerita, gue bukan orang asing dihidup lo."
Ghazi menatap Axel sejenak sebelum kemudian berucap. "Gue rasa, niat dia mancing emosi kita semua adalah cari celah agar pertemanan kita runtuh, dengan perlahan kalau dia bisa buat kita terus terpancing emosi, kita semua bakal susah ngendaliin diri, bisa jadi, kita semua yang akan hancur dengan emosi kita sendiri." Jika sudah ucapan panjang lebar yang dilontarkan, berarti masalah nya sudah benar-benar harus diselesaikan.
"Setuju. Dia bikin kita emosi karena kelakuan dia, lalu kita ikut emosi dan sulit ngendaliin diri, kita bisa kena batunya." Caka mengangguk-anggukkan kepalanya, paham dengan maksud dari perkataan Ghazi.
"Intinya, untuk sekarang, hindari dulu hal yang bersangkutan dengan emosi kita, terlebih kita, jangan hirauin dulu ucapan Raja atau perlakuan tengil dia," ucap Axel.
"Kalau semua udah mulai terkendali, kita mulai atur cara agar si Raja kapok." Mutlak Axel.
Raja, laki-laki yang banyak membuat kesalahn dengan Calaveras, tidak bisa dibiarkan begitu saja mengusik kehidupan tenang anak Calaveras. Terutama anggota inti Calaveras.
****
Ghazi turun dari atas motor besarnya. Setelah membuka helm yang menutupi kepalanya, tangannya merapikan rambut yang berantakan. Kakinya melangkah menuju ke pintu masuk rumahnya. Baru saja dia memasuki rumahnya, dirinya mendapati ada Wisesa tengah duduk disofa ruang tamu, menatap kearah dirinya dengan tatapan serius.
"Bibir kamu kenapa berdarah, Ghazi?"
Pertanyaan itu tak dihiraukan oleh Ghazi. Laki-laki yang masih menggunakan seragam SMA nya itu berjalan dengan santai melewati ruang tamu.
"Papa belum selesai berbicara sama kamu Ghazi!" Wisesa meninggikan intonasi suaranya. "Apa kamu tawuran lagi dengan Geng anak nakal kamu itu hah?! Kalau kamu masih menjadi anggota geng-geng anak nakal itu, Papi nggak segan untuk pindahkan kamu ke sekolah lain!"
Ghazi menghentikan langkahnya. Tangannya mengepal menahan amarahnya yang kian memuncak. Papinya benar-benar sudah mengusik ketenangannya yang baru saja muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHAZI: Deep longing
Teen FictionKamu terlalu baik, sampai aku lupa, bahwa kita hanya sebatas pertemuan, yang bertahan hanya sementara.