2 - Hakui Ayasa

2 1 0
                                    

"Terimakasih ya Hakui-san, telah membawa semua tugas semua murid."

"Tidak apa-apa sensei, kebetulan aku juga tidak ada kegiatan klub maupun latihan olimpiade."

"Jangan terlalu memaksakan dirimu terlalu keras ya! Sensei khawatir kamu akan jatuh sakit."

Aku tersenyum tipis ke arah Nijimori-sensei. "Baik sensei, kalau begitu aku pamit undur diri. Aku mau membantu toko keluargaku."

"Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan pulangnya ya!"

Aku menunduk kepada Nijimori-sensei dan melangkah pergi meninggalkan ruang guru. Aku merasa kakiku lebih berat daripada biasanya. Meski begitu aku terus melangkahkan kakiku.

Setibanya di loker sepatu, ada beberapa orang yang menungguku di sana.

"Oiii, anak kampung yang sok pintar."

Aku dengan ragu menoleh kepada tiga orang yang berada di hadapannya. Sungguh, aku tidak pernah berharap akan menjadi seperti ini. Aku memutuskan bersekolah di sini bukan ingin dijadikan sebagai target perundungan maupun cemoohan orang lain. Aku cuman ingin fokus dengan pembelajaranku agar bisa membuktikan bahwa anak dari orang biasa mampu hidup dengan baik dan sukses setelah lulus.

Tapi ternyata kenyataan tidak semudah dan semulus ekspetasi. Mendapatkan rekomendasi beasiswa dari sebuah sekolah yang terkenal dan diisi oleh keluarga terhomat malah membuatku dirundung dan dicemooh. Apalagi aku hanya berasal dari keluarga yang biasa saja dan mengandalkan beasiswa. Belum lagi, saat cuman aku yang berhasil menjadi perwakilan olimpiade karena perwakilan sebelumnya mengundurkan diri.

"Heh! Kalau ada yang ngajak bicara itu dijawab!" dua dari tiga orang itu merupakan rekan yang akan mengikuti olimpiade bersamaku. Akan tetapi mereka tidak suka dan menentang kehadiranku dalam tim mereka. Karena itulah, mereka selalu melakukan sesuatu untuk membuatku menyerah terhadap olimpiade, salah satunya adalah perundungan.

"Ka-kalian ti-tidak memanggil na-na-namaku." cicitku lemah, namun nampaknya masih terdengar oleh mereka bertiga. Dan aku merasakah amarah dan kebencian mereka yang makin memuncak kepadaku.

Tubuhku terpelanting ke belakang dan mengenai loker akibat dorongan mereka. "Kau ngomong apaan hah!? Dasar anak kampung! Berani-beraninya kau berbicara seperti itu!"

Aku menggigit bibirku saat leherku di tekan oleh salah seorang dari mereka. Hal itu membuatku merasakan sakit yang luar biasa, yang menyebabkanku hampir tidak bisa bernafas.

"To.... to... long...." suara yang keluar dariku sangat lemah dan mungkin saja tidak ada yang bisa mendengarkan.

"Hehhh.... Apakah itu sakit!?" tanya gadis yang mencekikku dengan wajah mengejek.

"Le... pas... kan... aku... mo... hon..." dengan suara terbata-bata, aku berusaha memohon kepada mereka agar melepaskanku.

Seorang gadis yang berpenampilan gyaru berbisik kepada orang yang mencekikku, hingga akhirnya ia melepaskanku.

Tanpa menolak kesempatan ini, aku segera mengambil pasokan oksigen hingga terbatuk-batuk layaknya orang yang kesurupan, itu karena pasokan oksigenku sudah menipis. Aku terjatuh membentur lantai, rasanya aku seperti kehilangan semua hal—termasuk harga diriku. Aku tidak sanggup melawan maupun hanya sekedar mengutarakan pendapat. Perbedaan status antara mereka denganku itu sangat jauh.

"Kali ini kamu selamat! Tapi ingat, kami akan selalu membuat hidupmu seperti di neraka!"

"Itu benar kami tidak akan pernah melepaskanmu!"

"Bersiap-siaplah!"

Ketiga orang itu meninggalkanku dalam keadaan yang sungguh menyedihkan, aku bahkan tidak mampu berdiri maupun berbicara.

Black Sheep  X LycorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang