[5] Yang Kelima

4 2 0
                                    

Ledna turun dari motor mas Giwa.

"Ayo Mas turun dulu, sambil aku bilang ke ayah buat jadiin Mas ojek aku." Kata Ledna sambil menarik lengan mas Giwa.

"Gak usah lah dek, besok tunggu aja disini." Mas Giwa menatap Ledna.

"Ya udah deh, udah malam juga. Mas hati-hati ya dijalan!" Ledna mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu.

"Ini buat udah nganterin aku hari ini." Lanjutnya.

"Hari ini gratis, besok aja." Mas Giwa mendorong uang itu.

"Harus terima!"

"Ledna."

"Gak mau tau. Harus terima!"

"Dek."

"Terima mas. Ya, please." Mas Giwa akhirnya menerima uang itu, karena malihat mata Ledna yang seakan ingin menangis.

"Udah diterima ini, jangan nangis gitu ya." Rambut Ledna kembali diacak oleh mas Giwa.

"Iya, jangan nolak lagi!" Ledna menangkap tangan mas Giwa yang berada dirambutnya.

"Iya. Pulang dulu, dah."

"Da.. dah.."

Ledna melambaikan tangannya dan terus melambai sampai mas Giwa tidak terlihat dari pandangannya.

"Bagus, kabur dari rumah sakit terus pulang dianter cowok. Darimana aja kamu?" Ledna terkejut lalu menatap orang yang berada dibelakangnya.

Kedua orang tua dan kakaknya ternyata sudah menunggunya.

..........

"Yang tadi itu ojek, tapi aku mau dia jadi ojek pribadi aku. Mas Giwa namanya. Tadi dia anter aku juga ke rumah oma, aku bosen sendirian terus di rumah sakit."

Ledna mengatakan apa yang dilakukannya hari ini setelah semua duduk di sofa ruang keluarga.

"Tapi apa kamu harus kabur dari rumah sakit sepeti itu?" Tanya Gieal.

"Iya, kalau izin juga gak boleh kan?" Ledna dengan berani menatap ayahnya.

"Tentu saja! Kamu tahu itu Ledna." Timpal Elea.

"Aku bosen bu, ayah kerja ibu juga kerja. Aku sendirian dan gak ada yang temenin." Sebenarnya nada suara Ledna terdengar biasa, tetapi matanya berkaca-kaca.

"Jika kami tidak berkerja bagaimana kita bisa hidup kedepannya?" Nada yang cukup keras dikeluarkan Gieal.

"Tetapi kalian bisa bersamaku sebentar saja kan? Menunggu dengan berkerja juga bisa." Ledna berdiri dari duduknya dan mulai berjalan ke luar dari rumah.

"LEDNA,  mau kemana kamu?" Tanya Gieal.

"Pergi!"

Ledna kembali pergi dari rumah dengan berlari tanpa arah sekuat tenaga.

Sampai disebuah taman, Ledna terduduk dibawah sebuah pohon berdaun rimbun. 

Ledna terdiam menangis, air matanya turun dari kelopak mata tanpa ada suara sedikitpun yang keluar dari mulutnya.

Sadar jika dirinya adalah yang salah, tetapi inilah Ledna. Semua penyesalannya berada diakhir setelah apa yang dilakukannya.

Ledna memperhatikan sebuah rumah sederhana yang berada dihadapannya di seberang jalan. Terasa hangat dengan sebuah cahaya dari lampu berwarna putih membungkus rumah itu.

Ledna ingin merasa kehangatan rumah seperti itu.

Tidak disangkanya pintu rumah itu terbuka, dan orang yang menemaninya seharian ini langsung tertatap olehnya.

LED NATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang