Shani terbangun karena suara dari mesin kopi. Dia melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia tidak berada ditempat tidurnya sendiri. Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat semua yang terjadi tadi malam - berdiri dan menangis di depan Chika setelah menyampaikan berita ke Gracio bahwa dia mengandung bayinya...
"Shit!"
Teriakan Chika berhasil membuyarkan lamunan Shani. Dia bangkit dari tempat tidur dan bergegas keluar.
Sebuah mug berada diujung meja dapur dan mungkin akan jatuh dan pecah jika Shani tidak ada di sana untuk menangkapnya. Chika sedang berkonsentrasi membersihkan kopi yang tumpah, sambil mengumpat dengan keras. Dia berdiri dengan beberapa tisu basah di tangannya, akhirnya menyadari keberadaan Shani, yang telah berdiri di sana dan mendengar kata-kata kotornya selama ini. Rona merah menjalar di wajah Chika. "Maafin aku. Seharusnya aku ga mengumpat sepagi ini, terutama dihadapan seorang bayi…" Chika memandangi perut rata Shani.
Shani terkekeh. "Aku rasa telinganya belum berkembang untuk mendengar semua itu. Jangan khawatir."
Shani duduk di bar stool itu dan mulai menuang secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Chika dengan reflek langsung merebut cangkir itu darinya.
"Shan, seriously? Kayanya kopi atau apa pun yang mengandung kafein bukan ide bagus untuk kamu saat ini."
Astaga. Bibir cemberut itu.
"Kamu ga bisa jauhin aku dari kopiku! You know how much i love coffee right Chik?" pekik Shani, berusaha merebut cangkir itu kembali. "Selain itu, aku masih belum memutuskan apa yang harus aku lakukan..."
Chika berhenti dan menatap Shani. Dia perlahan duduk di bar stool lain. "Shani, boleh aku tanya beberapa pertanyaan?"
"Boleh." Ucapnya sembari menghela nafas.
"Berapa usianya?" "8 minggu."
"Apakah kamu sudah memberi tahu orang tuamu?" "Ya."
Chika menghela nafas sebelum menanyakan pertanyaan terakhirnya. "Shani, apakah kamu akan mempertahankannya? Atau apa dia akan…"
Terlepas dari situasi yang membuatnya stres saat ini, Shani tidak bisa menahan senyum. Tidak ada yang lebih menggemaskan dari pada melihat Yessica Tamara yang gugup.
"Chika sebenarnya, aku ga yakin. Aku bisa memikirkan semua alasan kenapa aku ga boleh mempertahankannya; tapi sebagian dari diri aku sangat ingin memiliki anak ini. Meskipun dia mungkin tidak dilahirkan dalam situasi terbaik…”
Chika menggelengkan kepalanya. "Setiap anak yang memiliki Shani Indira sebagai ibunya, pasti akan menjadi anak paling beruntung di dunia. Aku yakin."
Keduanya saling memandang dan tersenyum. Dan kemudian Chika melanjutkan, "Boleh ga aku aku tanya satu pertanyaan lagi? Satu saja yang terakhir."
"Aku rasa, aku gabisa nolak Chik apalagi kamu udah muji aku kaya tadi." Shani terkekeh.
Chika tertawa. "No, tapi aku serius di sini - apa kamu udah menemui dokter? Dokter kandungan?"
"Hanya sekali untuk memastikan dan mengetahui usia kandunganku." Shani mengangkat bahu.
Chika berdiri dari bangku. "Oke. Jadi, inilah yang akan kita lakukan."
"Kita…?" tanya Shani, sedikit bingung.
"Ya, kita. Kamu akan menelepon Mama Veranda sekarang dan memberitahunya bahwa kamu di sini tinggal sama aku. Seriously Shan, Kamu buat aku takut tadi malam, dan menurut aku ga adil membuat lebih banyak orang mengkhawatirkanmu." Shani mengangguk saat Chika melanjutkan, "Dan aku rasa kita harus ketemu Ashel."
Tidak ada yang mengira Ashel masuk ke sekolah kedokteran, dan dia mengambil spesialisasi kandungan di Jakarta, dan saat ini, tampaknya dia sangat pas seperti yang dibutuhkan Shani dan Chika.
"Oke." jawab Shani.
"Aku akan WhatsApp dia sekarang." Saat Chika berjalan menjauh dari dapur, dia bisa mendengar suara malu-malu Shani di belakangnya.
"Terima kasih Chika."
Suara yang masih bisa membuat jantungnya berdetak kencang.
___________________________________________
Sedikit-sedikit aja ya gengs, biar greget hahaha✌🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby
FanfictionChika tidak percaya Shani akan muncul di depan pintunya pada pukul 1:30 pagi, dia juga tidak menyangka Shani akan meminta bantuannya setelah mereka putus 4 tahun lalu. Tapi ini Shani yang sedang kita bicarakan di sini, dan tidak mungkin Chika bisa m...