Chapter 12

2.3K 194 4
                                    

Untungnya Chika mengetahui semua hal tentang Shani - dan itu termasuk cara untuk membujuk Shani dari ngambeknya. Setelah beberapa rayuan, diikuti oleh beberapa ronde permintaan maaf - semuanya berakhir baik-baik saja.

Saat Shani dan Chika mengarahkan perhatian mereka kembali ke putra mereka, Shani mulai memberi tahu Chika apa yang terjadi sehari sebelumnya -

"Kemarin, pas ketubanku pecah, aku lagi ada di kantor. Aku lagi meeting sama Gracio."

Chika menatap Shani, bingung. "Kok kamu ga bilang kalo kamu ketemu sama dia? Ngapain dia ke kantor kamu? Harusnya aku nemenin kamu Shan"

Shani menunjuk ke lemari yang ada di ruangan. "Tolong bantu aku ambilin tasku sayang."

Shani melakukan apa yang diperintahkan dan meletakkan tas Shani ditempat tidur. Shani mengeluarkan beberapa kertas dan menyerahkannya kepada Shani. "Dia ada di sana untuk menandatangani ini."

Pemutusan Sukarela Hak Asuh Anak.

Saat Chika membaca dokumen itu, dia tidak terlihat senang. Dan itu membuat Shani khawatir. "Chika, sayang, tolong katakan sesuatu?"

Chika berhenti sejenak sebelum dia mulai berbicara. "Kamu tahu, ini lucu - sebagian dari diri aku menginginkan ini terjadi. Disatu sisi aku juga senang aku tidak ada di sana, karena aku tidak tahu apa aku bisa menahan diri dan tidak memukulnya." Dia tersenyum dan kemudian berbalik untuk melihat bayi laki-laki itu. "Tapi tadi, ketika aku membaca ketentuan dalam perjanjian, ada juga kesedihan dalam diri aku, yang ga aku duga."

"Sayang, kenapa kamu sedih?" Shani mengulurkan tangan ke tangan Chika.

"Karena saat ini, melihat dia, aku tidak bisa membayangkan bagaimana seseorang benar-benar tidak ingin ada hubungan sama sekali dengan dia. Kamu tahu, secara teknis, kita bahkan tidak ada hubungan. Tapi jika kamu bilang ke aku sekarang, aku ga bisa atau ga boleh ketemu dengan baby ini selamanya, aku gabisa bayangin sehancur apa aku nanti."

Air mata mengalir di wajah Shani. Dia membawa tangan Chika ke bibirnya dan menciumnya dengan lembut.

"Tapi Seriously Shan? "Baby boy Natio"? Kamu ga bisa memikirkan sesuatu yang lebih keren untuk bayi kita?" Chika bercanda.

Shani masih menangis tetapi dia tidak bisa menahan tawa. "Kalau begitu, apa yang kamu punya, Yessica Tamara?"

"Gimana kalo Cakka Seiya Natio?"

Shani mengangkat alisnya. "Jadi kamu sudah memikirkannya. Kenapa namanya itu?"

"Cakka; Chika. Seiya; Shani. Keduanya dengan 2 huruf pertama dari nama kita. Ditambah aku suka artinya. Bagaimana menurutmu?"

Shani tidak bisa menahan senyumnya. "Cakka Seiya Natio kalau begitu. Kenapa "Natio"?"

"Kamu yang melahirkannya, Shani, dan sudah seharusnya dia pakai nama belakangmu. Selain itu, aku ga perlu dia menggunakan nama belakangku untuk mengetahui kalo dia adalah anakku. Dia adalah putraku. Titik."

Cakka yang sedari tadi tidur mulai bergerak. "Hei, baby boy." Chika dengan lembut mengangkatnya dari box bayi dan memeluknya. "So, kita mungkin ngga berbagi DNA yang sama, tapi aku sangat percaya ikatan kita lebih kental dari darah. Ia mencium dahi Cakka dengan ujung hidungnya.

Shani memperhatikan keduanya saat Chika mulai bernyanyi untuk putra mereka. Dia pikir dia tidak akan pernah bisa mencintai Chika lebih dari ini - ternyata dia salah. Ia dibuat jatuh cinta berkali-kali lipat lagi hari ini.

"Chika, besok setelah kita dibolehin pulang, aku ingin kita pergi ke kantorku dulu sebelum pulang."

"Kenapa?"

"Karena aku ingin kamu menandatangani surat adopsi dan hak asuh Cakka."

Banyaknya senyuman dalam 2 hari ini mulai membuat pipi Chika sakit; tapi dia tidak peduli. Dia membungkuk dan memberi Shani ciuman yang dalam dan manis.

"Dan itu adalah perintah; bukan pertanyaan." Shani menyeringai.


The end.

___________________________________________

Sesuai yang aku bilang diawal kan gengs, pendek aja ceritanya hahaha✌🏻

Sampai ketemu dicerita-ceritaku yang lain ya. bye..

With love,
G

Our Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang