"Gema bilang kamu gak bisa ngurus diri sendiri kalau gak ada dia, jadi aku kesini deh."
Sudah empat hari Gantari selalu berkeliaran di ruangan kantor Binar. Binar bahkan curiga kalau Gantari sebenarnya bukan tentara karena Gantari selalu memiliki waktu luang dan terlihat seperti tidak memiliki pekerjaan apapun.
Binar sedang bersidekap dada di kursi kerjanya, bertingkah seolah anak kecil yang merajuk karena tidak diberikan mainan kesukaannya. Padahal kalau dilihat-lihat, Binar sekarang sedang duduk di kursi bos besar yang sejak dulu menjadi impiannya.
"Padahal aku bukan anak kecil."
Gantari yang sedang mengambil sendok di dapur kecil di ujung ruangan itu terkejut sekali lalu langsung melihat kepada Binar yang masih setia menatapnya dari tempat laki-laki itu duduk, "Kamu ngomong, kamu bukan anak kecil dengan nada dan muka yang begitu? Serius kamu?"
Laki-laki itu tetap merengutkan bibirnya. Sebenarnya Binar senang, hanya saja ada rasa yang sedikit canggung setelah sekian lama dia tak lagi merasakan perhatian hangat itu.
"Cepetan makan, aku mau bikin laporan siang ini ke markas." Setelah Gantari duduk di hadapan Binar bukannya langsung makan seperti yang Gantari instruksikan, laki-laki itu malah mengambil tangan kanan Gantari yang sudah tidak lagi memegang sendok dan meletakkan telapak tangan Gantari itu pada pipinya.
"Siang kan? Ini masih jam delapan, kamu punya banyak waktu untuk suapin aku. Kalo gak mau ya tangan kamu bakal aku giniin terus." Tatapan sendu yang memang tatapan biasa dari laki-laki dihadapannya itu malah membuat Gantari berkaca-kaca.
Tersadar dirinya tidak boleh membuat Binar khawatir, Gantari langsung mengalihkan pandangannya lalu mengangguk pelan sehingga Binar meloloskan tangannya. Gantari menyuapi Binar dengan bubur yang ia beli tadi pagi karena kata Gema, Binar sering lupa sarapannya.
Tangan kiri Gantari memegang erat tangan laki-laki di hadapannya itu, seolah berteriak kalau dia tidak mau berpisah lagi dengan Binar. "Bin, suatu hari kalau aku berubah dan jadi jahat sama kamu. Tolong langsung pergi dari aku ya, jangan pernah temui aku lagi."
Binar terkejut sebentar tapi kemudian berusaha berfikir positif, "Oke, tapi aku janji bakal cari kamu lagi setelah beberapa tahun. Kayak aku yang udah jahat tapi kita ketemu lagi sekarang ini."
Suapan terakhir bubur pagi itu telah sampai pada mulut Binar, "Gak boleh. Janji sama aku, kalau aku berubah dan jadi jahat, tolong pergi dari aku sejauh mungkin dan jangan lagi cari aku. Bahkan dateng ke pemakamanku aja kamu gak boleh."
Laki-laki itu tidak berkata apa-apa, hanya saja pandangannya berubah. Gantari tau Binar marah besar tapi tidak bisa diungkapkannya. "Sekarang aja kamu udah jahat."
"Ya, berarti dari sekarang kamu harus jauhin aku." Gantari mengelus kedua tangan Binar lembut, berusaha menenangkan laki-laki itu. "Peringatan terakhir, Handara Binar. Aku adalah orang yang paling harus kamu hindari karena aku bisa jadi ular paling berbisa yang pernah kamu temui ketika aku sudah berubah."
Gantari melepaskan genggamannya lalu pergi membawa tasnya dari ruangan Binar, namun belum sempat membuka pintu itu Binar balik mengancamnya. "Maka aku elang, yang akan cari kamu untuk membuat kamu jadi milik aku. Aku gak ngerti apapun itu maksud kamu tapi aku akan tetap cari kamu bahkan ke ujung dunia sekalipun."
Handara Binar tidak pernah main-main dengan ucapannya, tapi kali ini Gantari lebih dari serius. Dibaliknya badan ideal tentara wanita itu lantas menatap dingin mata sendu yang sudah menjadi tajam milik laki-laki di balik meja kerjanya itu.
Dihembuskannya nafas kasar dari sang wanita, "Aku yang pengecut, Binar. Aku yang penakut. Bisa gak egois di situasi ini? Kamu selalu pengen menang sendiri."
Laki-laki itu tampak hampir kehilangan kesabarannya, dia berdiri dari kursinya lalu menghampiri Gantari dengan tergesa-gesa. "Situasi apa? Kita lewatin semuanya sama-sama, jelasin situasi apa yang kamu maksud."
Gantari menggelengkan kepalanya lemah, "Berhenti, Binar."
Suasana hening sejenak, Binar mencoba memahami situasi yang ada sedangkan Gantari bingung harus melakukan apa disaat dia sudah memiliki keputusan terbaik menurutnya. Sampai akhirnya karena tidak bisa menahan diri, Gantari langsung memeluk Binar.
Suara lirih yang diselingi isakan dari perempuan yang entah sejak kapan menjadi nomor satu di hidup Binar itu terdengar sangat jelas pada telinganya. "Untuk yang terakhir kali, tolong pergi yang jauh. Bawa Gema, jaga Gema, kamu cuma punya Gema, Binar. Kalau malam hari kamu lihat ada bintang redup di langit, itu aku, tolong ingat aku sampai kamu punya penggantinya."
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup Binar - Sung Hanbin
Fiksi PenggemarSemua orang bilang kalau Binar terlahir untuk menjadi manusia sempurna. Tapi kenyataannya hidup Binar gak pernah lebih baik tanpa Gantari Inka. "Hidup manusia sempurna ini tidak pernah berwarna." -Handara Binar Hidup Binar - Sung Hanbin an original...