Haekal pulang ke rumahnya dan mendapati motor adek tirinya yang terparkir disana.
Setelah menghela nafas dan menguatkan mentalnya, Haekal masuk kedalam rumah. Disana hanya ada bundanya yang sedang masak.
"Ada Linda mah?" tanya Haekal kepada sang bunda.
"Iya, dia lagi dikamar. Katanya cuma mau ngambil barang yang ketinggalan di rumah ini." Haekal menganggukkan kepalanya, kemudian Haekal duduk di meja makan engan menuju kamar terlebih dahulu, setidaknya sampai adiknya pulang.
"Ganti baju dulu kal, kamu gak gerah apa, malah duduk." Haekal menggelengkan kepalanya.
"Haekal mau disini dulu." Sang bunda hanya menghela nafas kemudian melanjutkan kegiatannya.
Haekal dan bundanya memang tinggal di rumah yang dulunya rumah tempat tinggal Linda, sedangkan Linda sendiri sekarang tinggal bersama ibu dan ayah tirinya. Haekal tahu, sangat tahu bagaimana kehidupan Linda karena sang ayah pernah menceritakan perubahan sikap Linda setelah orang tuanya bercerai.
Linda mampir ke rumah ini hanya untuk meminta uang kepada papahnya walaupun dia di beri uang oleh ayah tirinya tapi ibunya memaksa untuk Linda tetap meminta uang kepada papahnya sebagai bentuk tanggung jawab. Haekal rasa itu tidak salah karena Linda juga masih anak papahnya, tidak ada yang namanya mantan orang tua di dunia ini.
Walaupun sikap Linda kepada keluarganya sekarang sangat dingin tetapi Haekal tetap menyayangi Linda karena Haekal mengerti rasanya menjadi Linda. Linda memiliki temperamen yang mudah marah tapi kadang dia juga sangat sabar dan mudah memaafkan orang yang menyakitinya.
Saat sedang melamun Haekal mendengar pintu terbuka dan langkah menuruni tangga, disana ada Linda yang baru turun dengan membawa buku novel di tangan kanannya. Haekal tahu adiknya ini menyukai novel fantasi jadi dia sering membelikan novel untuk sang adik walaupun berujung penolakan, tapi Haekal tak berhenti sampai disitu. Diam-diam dia mengirimkan novel ke rumah yang di tempati Linda dengan nama pengirim yang di samarkan.
Matanya lurus kedepan tanpa ekspresi dan melangkah tanpa memperdulikan Haekal bersama bundanya.
"Linda, mau makan dulu nak?" ujar bunda Haekal dengan lembut.
"Gak perlu, saya mau pulang langsung," dengan nada dinginnya Linda membalas tawaran bunda Haekal, bundanya hanya tersenyum dan menghela nafasnya.
Linda sudah keluar dari pintu dan Haekal yang tersadar langsung berlari mengejar Linda yang sudah memakai helm nya.
"Bentar dek, ini buat jajan." Haekal memberikan uang merah tiga lembar kepada adiknya.
Linda tak menolak, Haekal tahu kalau dia suka uang walaupun adiknya ini sering menolak barang pemberiannya tapi tidak pernah menolak saat diberi uang.
"Makasih," nadanya masih dingin, dia selalu membangun tembok besar tak kasat mata yang membuat hubungan keluarnya tidak terlalu dekat.
Haekal tersenyum dan mengangguk, tak lama setelah Linda pulang dan tak terlihat lagi Haekal masuk kembali mengambil tas kemudian menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Dari dulu Haekal ingin sekali mempunyai seorang adik tapi setelah mendapatkannya dia malah membangun tembok yang sangat tinggi.
Haekal juga tidak menyalahkan Linda karena Haekal tau rasanya berpisah dengan orang tua, Haekal juga tau kalau sebenarnya Linda itu lebih dekat dengan sang papah tapi karena hak asuh jatuh kepada ibunya, mau tak mau Linda harus ikut kepada sang ibu.
Selain memiliki adik, Haekal juga memiliki Kaka perempuan. Kaka perempuannya tentu dari pihak ayahnya yang sekarang atau bisa dibilang Kaka kandung Linda, tapi dia sudah menikah jadi tidak terlalu sering mampir ke rumah.
Orang tua Haekal tidak bercerai, ayahnya pulang lebih dulu kepelukan sang pencipta dan itu sudah terjadi sejak lima tahun yang lalu. Bundanya yang dulu tidak bekerja harus bekerja demi menghidupi mereka berdua dan kebetulan bunda bertemu ayah dan mereka menikah karena cinta.
Haekal juga bekerja di salah satu caffe yang dekat dengan SMA Linda sekolah, gajihnya lumayan walaupun tidak bisa dikatakan banyak tapi uang itu selalu Haekal kumpulkan dan untuk membeli beberapa barang yang adiknya suka.
Jika kalian berfikir Haekal adalah sosok Kaka yang sangat baik kepada adik tirinya kalian mungkin harus melihat dari sisi Linda yang tidak orang ketahui.
°><°
Setelah selesai bimbingan Naren sekarang sedang merebahkan diri di sofa ruang keluarga, baju seragam masih melekat di tubuhnya.
Memiringkan badannya kesebelah kanan dimana disana terlihat Aji yang sedang menonton kartun spons kesukaannya. Naren kadang bingung kenapa sang adik sangat suka dengan kartun tersebut padahal setiap episode terus berulang, tapi saat ditanya Aji selalu menjawab, "soalnya aku mau temen kaya Patrick."
Bahkan adiknya mau berteman dengan bintang laut yang menurutnya kurang pintar itu, setiap pagi sampe sore kartun Spongebob tidak pernah absen dilihatnya. Tapi untungnya saat malam tidak ada spons kuning itu tapi sialnya lagi Aji menyukai kartun lain yang tayang saat malam yaitu Agen Ali.
Aji memang masih kecil, Naren akan selalu menganggap Aji masih kecil walaupun badannya sekarang jangkung tapi dimatanya Aji itu sosok anak kecil berusia lima tahun.
Kenapa anak kecil sekarang cepat sekali tumbuh? Naren masih ingin menimang adik kecilnya itu tapi sekarang tubuh bongsor adiknya tidak mungkin untuk Naren timang, bisa-bisa dia ketindihan dan berujung encok di pinggang.
"Ji, liat SCTV aja lah. Bosen banget liat kartun mulu lagian episode itu kan kemaren udah tayang," bujuknya kepada sang adik.
Aji menggeleng tegas kemudian berkata, "nggak mau ka, kata mamah jangan keseringan liat sinetron nanti ketularan." Aji nampak mengangguk setelah menyelesaikan ucapannya seakan bangga oleh kalimat yang baru saja keluar dari mulut itu.
"Nonton kartun juga ga baik, buktinya meneh mau temenan sama Patrick!" Naren mulai ngegas karena kesal, dari tadi dia sudah membujuk untuk gantian nontonnya tapi adiknya keukeuh gak mau.
"Ya emang kenapa? Patrick seru, gak kaya Kaka!" Aji juga sudah mulai ngegas.
Mamah yang duduk di single sofa hanya diam melihat anaknya bertengkar, dia sudah biasa melihat pemandangan itu jadi tidak terlalu terganggu.
"Seru apaan anjir orang oon begitu!" Naren sudah mulai emosi jiwa rupanya.
"Kaka yang lebih oon! Patrick kan hewan bukan orang!" Tawa mamah keluar karena ucapan Aji ada benarnya.
"Ah dah lah males," Naren beranjak dari tidurannya dan menuju kamarnya.
"Huuu ngambekan dasar!"
Ntahlah disini siapa yang oon sampai mamah juga bingung apakah Aji benar atau Naren yang benar mengatakan jika Patrick oon?
Naren menghentakkan kakinya kesal menuju kamar, dia membuka pintu kamar kemudian menutupnya dengan agak keras sampai terdengar.
"Rusak terus! Lama-lama kamu mamah usir ya!"
"Maaf mah!" Balas Naren dengan teriak.
Sepertinya hari ini Naren harus sabar kepada semua orang karena tidak di sekolah tidak di rumah Naren selalu menjadi korban.
JANGAN LUPA PENCET BINTANG DIBAWAH INI DAN KALO BISA SPAM NEXT YANG BANYAKKKKKK
KAMU SEDANG MEMBACA
NAREN & HAEKAL
Teen Fiction"Bagaimana rasanya menjadi seorang kaka?" Pertanyaan yang sering didapat oleh anak pertama. Menjadi anak pertama itu menyenangkan tentu saja anak pertama bisa dengan puas menjahili adiknya dan bisa menyuruh adiknya dengan sesuka hati. Tapi hidup s...