16. Afraid

1.7K 164 49
                                    

Dari kejadian yang Sena alami belakangan ini, tentang keberanian atas ketakutannya sendiri.

Katanya semua orang pasti punya ketakutan, termasuk dirinya dan Hadha, laki laki yang sibuk menyetir disebelahnya mengungkapkan salah satu hal yang dia takuti adalah ditinggalkan dirinya, Hadha takut Sena terluka, sampe dia bertekad celaka asal jangan Sena. Tapi Sena memberinya pemahaman tentang pendapat Hadha yang memilih berdiri disisi jurang, agar Sena ada disisi lainnya, jadi ketika dia terpeleset, Hadha akan jatuh lebih dulu, tanpa dia sadar, Sena bukan apa apa jika dia tak ada disisinya, jadi menurutnya, Sena lah yang seharusnya berdiri disisi jurang, karna dia tau ketika dia terpeleset, Hadha akan menahan tubuhnya, mereka akan selamat, kalaupun Hadha memang harus ada disisi itu, Sena tak akan membiarkannya jatuh sendirian.

Lantas, ketakutan akan ditinggalkan itulah yang mengganggunya.

beberapa kali menghadiri pertemuan bersama psikolog, Sena mendapat saran, dia harus menghilangkan semua sumber yang membuat rasa takutnya semakin menguasi. Sampai dia berada dititik, bahwa berita buruk tentangnnya tak lagi jadi ketakutannya, Sena hanya mau Hadha.

Keheningan yang diciptakan didalam kendaraan roda empat ditemani rasa sejuk menyapa paru parunya. Sena hanyut menikmati setiap sisi jalanan, berhias pepohonan hijau, mengabaikan suara alunan nada akustik yang diputar, diiringi suara merdu Hadha mengikuti bait lirik lagu.

Dimenit 30, Sena belum tau kemana arah tujuannya, Hadha tidak mengatakan kemana mereka akan pergi sejak penjemputan tiba tibanya tadi pagi, dia hanya bilang, akan membawa Sena ketempat dimana Hadha menghabiskan waktu saat pikirannya terlalu runyam.

Sena pernah menyarankan, agar Hadha tak slalu menjadikan dia tempat terakhir. Hadha boleh menjadikannya rumah, tapi setidaknya Hadha harus punya tempat lain sebagai rasa kesalnya ketika rumahnya tak bisa jadi tujuan, karna Sena menegaskan, rumah tak slalu jadi rumah, kapan kapan dia bisa lelah menerima keluh kesah, kapan kapan dia butuh istirahat.

Dan dari niatan Hadha ini, Sena sadar, Hadha kayanya mendengarkan sarannya. Namun yang tidak dia tau, seperti apa tempat yang bisa mencuri kegelisahan kekasihnya.

"Masih jauh ?" Kepala kecilnya menoleh, lalu bertahan menatap Hadha dibalik kemudi, wajahnya nampak segar.

"Telat banget. Ini bentar lagi." Jawabnya, dia sempatkan mengelus pipi Sena, sebelum kembali fokus menyetir.

Hadha tidak bohong, karna Sena sekarang bisa menebak arah tujuannya setelah mobil Hadha memasuki gapura besar, tulisan disana menjelaskan dimana mereka berada.

Hening semakin menelusup, kala Hadha mematikan musik, suara deru mesin tak terdengar lagi, mobilnya berhenti disisi jalan. "Nah sampe."

"Serius, ini tempatnya."

Hadha bisa menangkap gelagat terkejut dari Sena, maniknya mengelilingi hamparan luas disekitar mereka, bukan rasa kagum yang dia perlihatkan, melainkan beribu pertanyaan yang harus segera Hadha jawab.

"Iya, enak Ay, disini sepi. Bikin aku tenang."

"Gimana gak sepi Dha, orang di kuburan."

Lagi, pemuda tan itu terkekeh. "Tapi, gak sepi sepi juga sih, entar kamu bakal tau."

Area peristirhatan terakhir ini lumayan luas, namun bukan tempat yang keliatan mewah seperti san diego hill, ada bukit menanjak diujung sana, dengan pohon besar mencolok dipuncaknya, sementara sekitarnya cuma kuburan sederhana, bahkan ada beberapa yang rumputnya memanjang tak terurus.

"Jangan takut, ini rumah terakhir kita loh Ay."

"Ih yang takut siapa, aku cuma kaget. Kok bisa kamu nemuin tempat ini, dan kenapa kamu betah disini."

Asmalibrasi | HyucknaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang