Aku sampai di Angkasa Jaya saat matahari belum benar benar terbit. Aku hanya melihat beberapa siswa-yang nggak lebih dari sepuluh, dan penjaga sekolah. Ruang guru juga masih kosong. Bahkan, pendingin ruangannya pun belum dinyalakan.
Pintu kelas masih terkunci. Lampu lampu sepanjang koridor sekolah pun masih belum dimatikan. Aku mengernyitkan dahi, sepagi itu aku datang ke sekolah.
Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk di lobby. Mataku nyalang pada meja piket yang ada di depanku, masih kosong dan belum ada tanda tanda kehidupan. Rekorku kali ini adalah; ngalahin guru piket dateng ke sekolah.
Aku sedang mengamati pohon yang ada di taman depan, tiba tiba, sebuah motor berwarna hitam masuk ke area sekolah dan menuju parkiran.
Aku langsung menangkap basah siapa wajah siapa yang ada di dalam helm itu. Itu Aji, aku yakin. Walau samar samar.
Walau aku hanya melihatnya dari lobby yang cukup jauh dengan gerbang sekolah.
Dengan kebegoanku, secara tidak sengaja, aku tersenyum tipis.
Aku berdiri dengan lamban, mengamati motor itu lewat, lalu berjalan.
Kemanapun, asal nggak ketemu Aji.
Aku belum siap.
Sesaat setelah aku berbalik, seseorang menahan lenganku. Membuatku refleks menghempaskannya secara paksa.
Setelah itu, aku menoleh.
Ray.
~~~~~
Ray dengan rambut yang sudah hampir kering itu, dengan menyampirkan jaket jeans pada bahu kanannya. Menatap rika dengan tatapan itu.
"Eh, ada lo." Ray bersuara seolah olah lupa dengan kesinisan Rika. "Biasa aja kali liatin guenya, gue tau gue ganteng."
"You wish!" Ucap Rika sambil menampar pipi Ray dengan pelan, lalu berjalan menuju kelasnya.
Tapi sedetik kemudian, Ray merangkulnya dari belakang. Membuat Rika terkesiap, dan pada saat itu pula, Ray berbisik. "Wait a minute."
Bodohnya, Rika menuruti apa kata Ray.
Tak berapa lama, tubuhnya membeku kala melihat seseorang melintas dari samping kanannya.
Aji.
Tepat lima detik Aji berlalu, Ray menyeletuk, lalu pergi meninggalkannya. "Gue suka wangi rambut lo."
Membuat Rika membeku.
Sial, kenapa gue jadi aneh gini sih?
~~~~~~
Dengan langkah lebar, Rika berjalan menuju kantin. Ia melewati koridor yang sepi itu tanpa takut. Namun tiba tiba saja, langkahnya terhenti mendengar suara biola yang tengah dimainkan dari arah ruang musik.
Ia mengintip sedikit dari jendela pintu, terdapat seorang cowok berdiri membelakanginya. Dengan diam, ia menyimak.
Aji, ia yakin seratus persen itu Aji.
Banyak faktor yang membuat Rika yakin kalau cowok yang sedang memainkan biola itu adalah Aji.
Ia tidak lagi mengintip Aji dari jendela pintu, tapi hatinya merasa terhempas.
Bagai jatuh ke jurang tanpa dasar.
Rika tidak menyangka, Aji akan memainkan sebuah biola dengan nada se sedih itu.
~~~~~
Sesaat setelah bu Vera keluar kelas, Teressa menyenggol lengan Rika.
Rika yang notabene sedang mencatat apa yang ada di papan tulis itu menoleh, namun tak berapa lama, ia mendengus keras dan lanjut mencatat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ensconce
Teen FictionSejak kapan sih, aku jadi hobi ngintipin orang? Dan sejak kapan, aku rajin nulis buku harian kayak gini? Ah, sejak kapan aku salah tingkah kalau dia melihatku dengan tidak sengaja? Kalian tau nggak, kenapa aku seperti ini? Perkenalkan, aku Norika Re...