Moodku benar benar hancur hari ini.
Jadi ceritanya, tadi, aku baru saja keluar dari dapur rumah Keiza, niatnya untuk mengambil popcorn karamel yang baru matang dari microwave, memang pada saat itu, aku lupa sepenuhnya dengan ponselku.
Tapi, setelah Keiza berkata seperti ini; "Rik, gue minjem hape lo dong!" lantas, aku langsung meraba celana jeans dan melesat ke kamar Keiza.
Ah, aku benci pada diriku sendiri kalau aku mengingat kejadian itu.
Setelah sampai di kamar Keiza, aku mulai menggeser layar dan membuka aplikasi pesan.
Senyumku hilang sepenuhnya. Kurasa, senyumku tidak lagi berbinar seperti yang kulakukan lima detik yang lalu.
Sms itu baru dikirimkan dua jam yang lalu, berisikan;
Gue Ray.
Hanya dengan dua kata itu.
Dengan langkah tertatih, aku menaruh mangkuk popcorn di atas meja belajar kamar Keiza. Aku refleks merehatkan badanku yang tiba tiba saja, terasa sangat lelah.
Aku sudah lelah untuk menanti.
Aku tidak tau, rasanya seperti ... terhempas.
Awalnya, aku percaya. Aku percaya sepenuhnya kalau yang mengirim sms itu adalah Aji. Tapi setelah melihat sms itu, aku semakin yakin.
Yakin kalau aku itu sangat naif, lebih tepatnya.
Aku mencoba untuk tersenyum, walaupun otot bibirku rasanya kaku untuk tersenyum.
Ini berat, buatku.
~~~
"Rik?" Sapaan Keiza sukses membuyarkan lamunan Rika. Dengan refleks menekan tombol kunci, ia menyembunyikan ponselnya di belakang tubuhnya pelan pelan.
"Kenapa lo umpetin hape lo?" Dan Keiza tidak sebodoh itu. Keiza jelas melihatnya, melihat pudarnya senyum sahabatnya itu sejak pertama kali melihat ponselnya.
Rika tersenyum, berusaha berlagak seperti tidak terjadi apapun. "Nggak kenapa napa."
Keiza mendengus, tahu sekali sahabatnya itu sedang berbohong. "Nggak usah pura pura bego, Rik. Gue lihat semuanya."
Jantung Rika seakan berhenti.
Air mata itu langsung jatuh dari pelupuknya. Membuat Keiza merasa bersalah sekaligus tidak mengerti. "Lo kenapa Rik?"
Rika menggigit bibirnya, berusaha meredam suara isakannya sendiri. Ia tersenyum getir. "Baru kali ini, gue ngerasa bego banget jadi cewek."
Keiza langsung meraih ponsel Rika. Dibukanya aplikasi pesan itu, lalu mengernyitkan dahi. "Maksud lo?"
"Gue kira, itu Aji."
Keiza tersenyum maklum, diraihnya punggung Rika, lalu mengusapnya pelan.
Lagipula, Keiza bisa apa?
~~~
"Jadi, kenapa lo nggak bales sms gue semalem?"
Rika tersentak, pelan pelan meneguk es teh yang ada di depannya. Diliriknya cowok jangkung dengan jambul khasnya, dengan garis wajah blasteran, cowok itu bersender pada tiang penyangga yang ada di kantin sambil tersenyum miring ke arah Rika.
Rika menilainya dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Jadi, lo Ray?" Tanya Rika dalam, ekspresinya tidak terbaca.
"Iya, dan kenapa lo nggak bales sms gue?" Tanyanya sekali lagi, terdengar menantang dan sedikit memojokkan.
Sedangkan Teressa, cewek yang ada di samping Rika itu sudah menyenggol lengannya pelan, sambil mengisyaratkan; Damn, dia itu Ray, cowok yang terkenal karena kegantengannya!
Tapi, Rika tidak menyukai cara Ray melihatnya.
Dan Rika tidak merasa dipojokkan oleh orang itu.
Rika tidak menyukai cara cowok itu menatapnya. Tatapan menantang seakan meremehkan dirinya, menganggap seorang Rika adalah seseorang yang gampang ditaklukkan.
Rika benar benar membenci tatapan itu.
Rika langsung berdiri, dilihatnya Ray dengan tatapan dingin, lantas berkata pelan. "Sorry, gue nggak ada keperluan sama lo." Lalu, Rika melengos meninggalkan Ray, diikuti dengan Teressa di belakangnya.
Cowok itu menggertakkan giginya. Diliriknya punggung yang memamerkan rambut coklat ikal itu, lalu tersenyum.
"Huh, gue ngiri deh sama lo." Ucap Teressa pelan.
Rika mendengus. "Ngiri kenapa, Ter?"
"Disaat semuanya berusaha ngedeketin Ray, lo malah dideketin sama dia. Pake pelet apa sih lo?" Tanya Teressa dengan penuh humor. Rika tergelak.
"Lagian, siapa sih dia? Dateng dateng nanya nanya gak jelas. Ngerusak istirahat gue aja!"
Cewek itu menatapnya heran. "Lo tuh nggak normal apa gimana sih, Rik?"
Rika menghentikan kegiatan berjalannya, menjawab pertanyaan Teressa sambil setengah tertawa. "Apaan deh, jangan sampe gue ngajak lo berantem gara gara cowok aneh itu ya, Ter!"
~~~
Udah makan siang belum, Rika?
Rika refleks melempar ponselnya ke dalam loker miliknya, lalu menutup lokernya keras keras. Dengan handuk kecil yang ada di genggamannya, ia berjalan menuju lapangan sekolah.
Sepertinya, hari hari Rika tidak pernah tenang lagi saat Ray rajin mengirimkan pesan padanya. Setiap ia membuka ponselnya, pasti ada minimal satu pesan dari Ray.
Rika berjalan menunduk, yang terdengar di telinganya hanya sepatu olahraganya yang beradu dengan lantai.
Namun tiba tiba, ia melihat sepasang sepatu lain di depannya.
Rika mendongak, dan mendengus.
Rasanya ingin membanting pintu saja.
Emang nggak ada orang lain, selain Ray?
"Sayang kalo hapenya dibanting, mending buat gue." Katanya dengan senyum khasnya. "Mau latihan cheers ya?"
Rika memandangnya datar, memiringkan kepalanya. "Bukan urusan lo. Sana minggir!"
"Gue tau lo belom makan siang. Makan dulu sama gue!" Ray tetap menghalangi jalan Rika.
Rika lantas berkacak pinggang, meladeni orang macam Ray memang bikin capek. "Mau gue belom makan, gue udah makan, emang urusan lo apa?"
Setelah itu, Rika melengos. Terdengar sekali hentakan sepatunya yang beradu dengan lantai.
Dan lagi lagi Ray menampakkan senyum khasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ensconce
Teen FictionSejak kapan sih, aku jadi hobi ngintipin orang? Dan sejak kapan, aku rajin nulis buku harian kayak gini? Ah, sejak kapan aku salah tingkah kalau dia melihatku dengan tidak sengaja? Kalian tau nggak, kenapa aku seperti ini? Perkenalkan, aku Norika Re...