“Saya pesan satu coklat hangat dan satu mocachino tanpa gula. Take away.”
“Baik, atas nama siapa?”
“Ssamu.”
“Baik, mohon ditunggu sebentar.”
Chaewon menarik kursi kosong di dekatnya, lalu duduk diatasnya. Sambil menunggu, matanya mengedar. Memandangi interior café yang tidak pernah berubah dimatanya.
Pandangannya berhenti, di meja yang terletak disudut café. Tepatnya, di samping jendela besar yang menampilkan pemandangan langsung ke halaman belakang café, yang mana terdapat ruang terbuka hijau.
Biasanya, ia dan kekasihnya akan duduk disana. Menghabiskan waktu berdua, sekedar mengobrol atau berbagi keluh kesah. Namun untuk hari ini, ia dan kekasihnya akan berjalan-jalan di taman. Menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan, mengingat hari itu adalah hari jadi mereka yang ke 7 tahun.
Ah, mengingat itu, membuat Chaewon secara refleks menunduk. Tepatnya, menatap sebuah cincin perak yang melingkar indah di jari manis tangan kirinya.
Melihat cincin itu, senyum indah terukir di bibir Chaewon. Cincin itu merupakan tanda pengikat yang diberikan oleh kekasihnya, di hari jadi mereka yang kedua. Dan sejak saat itu, cincin itu tak pernah sekalipun lepas dari jemarinya.
Panggilan dari barista, yang menyatakan kalau pesanannya sudah jadi, mengalihkan atensi Chaewon. Perempuan itu bangkit, lalu berjalan menuju kasir dan membayar pesanannya.
Dengan dua cangkir minuman hangat di tangannya, Chaewon berjalan pelan menuju sebuah taman yang terletak tak jauh dari sana.
Langkahnya terhenti, kala angin segar pagi hari menerpa wajahnya. Senyum kecil terukir di bibirnya, sebelum kaki-kakinya kembali melangkah. Menuju sebuah pohon besar di sudut taman.
Ia mendudukan tubuhnya ke tanah, mengabaikan celananya yang mungkin kotor akibat tanah. Tubuhnya bersandar ke batang pohon, masih dengan menggenggam dua cangkir tadi.
Chaewon meletakan cangkir berisi mochachino itu ke sampingnya, lalu menyesap coklat hangatnya perlahan. Matanya terpejam, begitu merasakan cairan manis nan hangat itu membasahi tenggorokannya.
Ia meletakan cangkir itu ke sampingnya, lalu mengeluarkan sebuah buku dari tasnya. Ia memutuskan untuk menunggu kekasihnya itu sembari membaca buku.
Ah, memikirkan jika hari ini mereka akan berkencan saja, sudah membuat jantung Chaewon berdetak tak karuan. Entahlah, mereka sudah sering berkencan tapi Chaewon selalu gugup.
Dengan sabar, Chaewon menunggu kekasihnya itu. Meskipun kekasihnya itu sudah terlambat, tapi Chaewon tetap tak bisa marah.
Satu jam.
Dua jam.
Kekasihnya itu tak juga datang. Tapi Chaewon masih menunggu.
Tiga jam.
Empat jam.
Lima jam.
Kekasihnya itu tak kunjung datang.
Hingga matahari hampir tenggelam, Chaewon masih disana. Menunggu kekasihnya datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Compilation
FanfictionJust a bunch of Miyawaki Sakura-centric (and some of Le Sserafim) Short Story.