Tengah malam, Dandy memeluk kakinya yang sudah dia tekuk. Sudah lima bulan ini dia sudah tidak pernah mendengar nama Cakra. Namun, hari ini ada yang memanggilnya dengan nama Cakra. Pemuda itu menunduk dalam. Tangannya menjenggut rambutnya.
Dia menangis sesenggukan. Sakitnya sungguh tak tertahan. Dia melihat ke arah kaki di mana ada bekas luka jahitan karena sabetan benda tajam.
"Aku hanya ingin tahu ... Salahku apa, Tuhan?"
Di balik senyum yang terus terukir di wajah Dandy, ada kesedihan yang selalu dia tutupi. Di balik keceriannya, ada luka menganga yang sangat besar yang tak orang tahu.
Pemuda kuat itu ternyata tak sekuat yang orang lain kira. Dia juga bisa menangis ketika dia lelah dengan keadaan yang sangat jahat kepadanya. Alasan dia bertahan karena Tuhan. Dia meyakini jika Tuhan akan terus bersamanya dan tak akan pernah meninggalkannya ketika semua orang membencinya.
Jam dua malam, pemuda itu baru bisa tidur dengan mata yang sangat sembab. Kehidupan yang sangat berbeda membuatnya harus beradaptasi dengan cepat agar dia tetap bisa bertahan.
"Jangan pukul Mami, Pi!"
Pemuda itu mengigau. Ada bulir bening yang menetes di ujung matanya.
"Aku mohon ... Jangan bertengkar lagi."
Luka yang sudah dia terima sedari kecil membuatnya terus dihantui mimpi buruk setiap malam. Mimpi buruk itu jadi nyata ketika sang ayah menutup mata tepat di depan matanya dengan berlumuran darah.
.
"Kamu abis nangis, Dan?" Mang Eman sedari tadi memperhatikan wajah Dandy yang sembab.
"Enggak, Mang. Ini mah aku kurang tidur. Semalam ngerjain tugas banyak banget." Dandy mencoba untuk berdusta.
"Saya salut sama kamu, Dan. Semangat kamu luar biasa." Dandy hanya tersenyum.
"Kalau aku gak semangat aku gak bisa sekolah dan gak bisa makan, Mang."
Wajah Mang Eman berubah sendu. Dia menatap ke arah pemuda dengan wajah yang sangat terlihat bersinar.
"Apa tidak ada keluarga kamu yang lain?" Dandy menggeleng dengan cepat.
"Walaupun ada, aku gak mau ngerepotin keluarga aku, Mang."
Inilah yang membuat mereka yang mengenal Dandy menyukai dan menyayangi Dandy. Jiwa juang, rajin, dan segi bicaranya membuat mereka menjadikan remaja itu panutan. Panutan itu tidak harus selalu yang tua. Banyak juga anak muda yang menginspirasi dan bisa dijadikan panutan.
Baru saja duduk di bangkunya, teman-temannya mulai membicarakan perihal akan ada tamu spesial yang datang ke sekolah mereka.
"Pas gue gugling ternyata nama itu adalah pengusaha wanita sukses. Mana cantik banget lagi."
Dandy masih mendengarkan. Namun, dia tidak ingin ikut bergabung bersama temannya. Sedari masuk sekolah tersebut dia seakan mengerem diri. Bisa dibilang dia adalah siswa pendiam, tapi pintar. Temannya pun merasa sungkan kepadanya.
Alasan utamanya bukanlah itu. Dia tidak ingin jati diri dia yang sesungguhnya terbongkar. Dia tidak ingin teman juga pihak sekolah tahu siapa diri dia sendiri. Walaupun dia sudah siap jika harus dibenci juga dikucilkan. Namun, Bu Anne tidak ingin itu terjadi.
"Walaupun kamu tak pernah bercerita apapun, Ibu tahu bagaimana berat dan sulitnya kamu menghadapi semua ini. Kamu masih muda, tapi beban kamu terlalu berat, Cakra."
Suara riuh terdengar. Siswa yang lain melihat ke arah lapangan di mana tamu spesial itu sudah datang. Dandy yang awalnya hanya duduk di kursi kini ikut mengintip dari jendela kelas. Tubuhnya menegang ketika dia mengenali wanita tersebut. Matanya berembun.
"Itu loh Merriam Alluna."
Seketika tubuh Dandy mundur ke belakang. Suara bel yang terdengar menandakan bahwa mereka semua harus berkumpul di lapangan membuat Dandy masih bergeming. Dia masih duduk di kursinya.
"Ayo, keluar!" Alfi menepuk pundak Dandy.
"Duluan aja! Kepala gua pusing."
Dandy mampu mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh wanita yang menjadi tamu spesial itu. Suara yang dia rindukan sekaligus suara yang membuka luka yang masih dia derita.
"Pesan saya untuk para siswa di sekolah ini, jadilah anak yang berbakti. Bukan menjadi anak yang tak tahu diri. Apalagi sampai mencelakai orang yang katanya kalian sayangi."
Dandy tersenyum mendengarnya. Perih dan sakit rasanya.
"Sedari awal aku tahu Mami tahu keberadaanku, tapi aku mohon jangan hancurkan mentalku," lirih Dandy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Tak Bersayap
Novela Juvenil"Aku tak pernah memiliki sedikit pun dendam kepada mereka yang sudah menyakitiku." -Cakra Danadyaksa- Pemuda yang bisa dibilang tak memiliki amarah dan selalu bersikap lembut, ramah dan hangat kepada semua orang. Termasuk kepada mereka yang sudah m...