Merriam Alluna adalah orang berpengaruh di negeri itu. Dia sangat tangguh dan banyak disegani oleh para pengusaha. Dia adalah seorang janda di mana suaminya meninggal karena dibunuh anak kandungnya sendiri.
Ingin rasanya Dandy berlari sejauh mungkin. Setiap kata yang membentuk kalimat keluar dari mulut tamu spesial. itu membuat dadanya sangat sesak. Sindiran itu sangat menohok. Dia hanya bisa menutup telinga agar rasa benci tak menghampirinya.
Kalimat panjang lebar yang masih mampu Dandy dengar. Kalimat sindiran yang sangat amat menyayat hati. Namun, Dandy harus kebal mendengarnya.
"Mi, sejahat apapun mulut Mami. Mami tetaplah ibu kandung aku. Mami adalah wanita yang sudah melahirkan aku. Surgaku ada di telapak kaki Mami."
Betapa lembutnya hati Dandy. Betapa sabarnya remaja itu. Ketika kata yang menyakitkan dia dengar, dia hanya diam. Dia sama sekali tidak membenci.
Hingga sebuah kalimat di akhir terdengar dengan jelas.
"Selamat ulang tahun putra Mami."
Mata Dandy berair. Dia terkejut dan melihat ke arah kalender yang menempel di dinding. Ya, hari ini hari ulang tahunnya.
"Seburuk apapun kamu, Nak. Kamu tetap putra Mami."
Bulir bening menetes begitu saja di wajah Dandy. Dia melangkahkan kaki menuju kaca jendela. Melihat sang ibu yang menjadi pusat perhatian semua orang. Ingin rasanya dia berlari memeluk tubuh sang mami. Dia tahu jika sang ibu sedang mencari muka di depan khalayak, tapi itu tidak masalah. Namanya disebut saja sudah membuat dirinya bahagia.
.
Dandy pun menerima kejutan di smile kafe. Di sana ada Bu Anne, Mang Eman, Megan, dan sang owner, Kalila. Perempuan cantik yang selalu murah senyum.
"Selamat ulang tahun!"
Dandy tersenyum dengan mata yang berkaca. Sungguh dia sangat bahagia sekaligus terharu. Orang yang baik kepadanya berkumpul di acara yang dia sendiri lupa akan hari spesialnya. Hidupnya kini terlalu sibuk dan tak ada waktu untuk memikirkan hal tak terlalu penting seperti itu.
Kue ulang tahun dengan angka 17 di atasnya membuat Dandy tersenyum. Kata orang di angka itu adalah masa perpindahan dari remaja ke dewasa.
"Aku sudah dewasa sebelum waktunya."
"Doa dulu, terus tiup."
Dandy mengikuti perintah dari Mang Eman. Dia menangkupkan kedua tangannya dengan mata yang terpejam.
"Tuhan, di usia aku sekarang ini ... Aku ingin menjadi manusia yang lebih kuat lagi. Menjadi Manusia yang bermanfaat Untuk semua orang, dan jangan pernah hilangkan senyumku."
Dandy meniup lilin tersebut dan tepuk tangan dari mereka yang ada di sana terdengar. Dandy memeluk tubuh Mang Eman dengan begitu erat.
"Jadilah lelaki hebat. Mang Eman ingin melihat itu." Dandy hanya mengangguk.
Setelah itu, dia memeluk tubuh Bu Anne. Senyum penuh ketulusan terukir di sana.
"Ibu yakin hari ini kamu sangat bahagia karena masih banyak yang mengingat hari lahir kamu, termasuk dia yang membencimu."
.
Lilin menyala di atas kue kecil. Seorang remaja perempuan hanya menatap kue itu tanpa meniup lilin yang sudah menyala.
"Kak Cakra, pulanglah! Cici udah siapin kue untuk Kakak. Seperti biasa kita tiup lilinnya berdua."
Air mata dari pelupuk mata Cindai terjatuh. Dia sedih. Ini adalah pertama kali sang kakak berulang tahun tidak di rumah itu.
"Cici kangen Kakak. Apa Kakak tidak kangen Cici?" Remaja itupun terisak. Dia memeluk kedua kakinya yang dia tekuk.
"Kembalilah, Kak! Jangan tinggalin Cici di sini sendiri. Cici ingin ikut Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Tak Bersayap
Novela Juvenil"Aku tak pernah memiliki sedikit pun dendam kepada mereka yang sudah menyakitiku." -Cakra Danadyaksa- Pemuda yang bisa dibilang tak memiliki amarah dan selalu bersikap lembut, ramah dan hangat kepada semua orang. Termasuk kepada mereka yang sudah m...