Six

312 50 0
                                    

Woooyy, yang udah baca coba baca ulang di bagian bawah. me ada yang lupa tadiii!

***


"Ma, seragam olahraga aku belum di cuci? Kok gak ada di lemari ya?" tanyaku pada Mama yang masih sibuk menata makanan di meja makan.

Mama menoleh, "Lah, mana Mama tahu? Mama gak nyuci seragam kamu tuh."

Aku menggaruk kepalaku heran. Aku juga tidak ingat mencuci baju olahraga itu kapan ya? Tapi rasanya sudah aku cuci.

"Bibi liat masih di keranjang cucian, Non."

Ucapan Bi Atik membuat mataku melebar. "Hah! Jadi belum dicuci? Mati aku!" Buru-buru aku berlari ke tempat cucian.

Dan benar saja. Seragam olahraga yang harusnya dipakai hari ini masih nangkring di keranjang cucian. Saat aku ambil, baunya menyeruak ke hidungku.

"Hoeek! Bau banget nih baju siapa sih!" Aku melemparkan baju itu kembali ke keranjang.

Tentu saja bau, sudah satu minggu dia berada disana. Dan teganya lagi Mama maupun Bi Atik tak ada yang sukarela mencucikan bajuku. Sedih sekali.

"Ma, baju aku belum dicuci. Hari ini pelajaran olahraga. Gimana dong?" Aku merengek, memasang wajah memelas di depan mama.

"Pake aja seragam umum."

"Nanti gak dibolehin ikutan olahraga kalau gitu."

"Ya terus mau gimana lagi? Kamu juga kenapa gak nyuci?"

"Lupa, Ma. Perasaan udah aku cuci, ternyata belum."

"Udah pake yang ada dulu. Nanti kamu telat, liat udah jam berapa tuh." Mama menunjuk jam dinding yang ada di dapur ini. Seketika itu juga aku berlari terbirit-birit ke kamar mandi.

Ternyata ini sudah jam 06:49.

Karena kecerobohanku, akhirnya terpaksa aku memakai seragam biasa. Aku pasti akan dimarahi dan tidak boleh ikut kelas olahraga. Tapi tak apa, yang penting aku tetap masuk sekolah.

Setelah selesai memakai seragam dan atribut sekolahku yang lain, akupun keluar dari kamar dan bergegas menuju pintu rumah tanpa menyempatkan untuk sarapan. Aku sudah terlambat.

"Maa, Sera berangkat!" pamitku sambil menutup pintu rumah.

"Eh! Sarapan dulu!"

Aku tak menghiraukan teriakan Mama. Aku bisa sarapan di sekolah. Aku berlari ke arah gerbang, membuka gerbang tersebut dan...

"Astaga!" Aku terlonjak ke belakang, terkejut melihat penampakan Jino yang tiba-tiba sudah nangkring di depan gerbang.

"Kebiasaan banget muncul gak bilang-bilang!" Aku memukul lengannya, menyebalkan sekali dia, pagi-pagi sudah membuat jantungku hampir loncat.

"Kebiasaan banget terlambat," celetuk Jino dengan wajah datarnya.

Aku mendengus sebal. Siapa juga yang mau terlambat? Kalau bukan gara-gara mencari seragam olahraga, aku pasti tidak akan terlambat seperti ini.

"Ayo naik, Situkang Kesiangan."

Mataku melebar. Aku memukul lengannya lagi. Bisa-bisanya dia mengataiku. "Nyebelin lo," kataku sambil tetap naik ke motornya.

"Helm lo mana?" tanya Jino.

"Di kamar."

"Ambil sana."

"Gak ih, lama!" geramku.

Jino tak berbicara lagi. Ia mulai menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi yang sukses membuatku menjerit sepanjang perjalanan.

A CHOICE | Han Yujin ZB1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang