Ten

252 41 3
                                    

Jam tujuh lebih empat puluh! Oke. Aku sudah siap berangkat meskipun sebenarnya ini sudah terlambat. Lagi-lagi aku bangun kesiangan, mungkin karena chatting dengan Kejino semalaman sampai bergadang. Duh, bodoh banget sih.

"Sarapannya jangan lupa!" teriak Mama yang kini sedang duduk bersama Papa di meja makan.

"Nggak dulu deh!" jawabku sambil berlari ke pintu rumah.

"Hih! Anak itu ya!" Mama kesal.

Aku sudah terlambat, nanti saja sarapannya di sekolah.

"ASTAGA!" Aku refleks menjerit begitu membuka pintu sebab melihat penampakan Tante Jessy yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu.

"Ta-tante?" Aku gugup melihat raut wajah datar tante Jessy.

"Sera. Tante gak akan basa-basi," ujarnya, sukses membuatku menelan ludah.

Apa tante Jessy sudah tahu tentang Genta? Siapa yang memberitahunya?

"Tante, maafin Sera. Aku bisa jelasin-"

"Nih." Tante Jessy tiba-tiba menyodorkan paperbag ukuran sedang padaku.

Aku terdiam sejenak. "Ini apa, Tan?"

"Tante buatin nasi goreng kesukaan Genta. Dia masih di rumah Jino kan?"

"Ha-hah? Iya... Genta masih disana."

Syukurlah hanya itu. Aku pikir kebohongan kami akan terbongkar. Jantungku sudah hampir copot tadi.

"Coba tanya anak itu, mau sampai kapan gak pulang? Telpon tante juga gak pernah dijawab," cerocos Tante Jessy, kentara sekali wajahnya terlihat kesal.

"I-iya, Tante, nanti Sera tanyain. Kalau gitu Sera berangkat dulu ya, Tante. Udah telat." Aku menerima paperbag itu dengan senyum dipaksakan.

"Iya." Kemudian Tante Jessy masuk ke rumahku untuk menyapa orangtuaku. Seperti biasa, Tante Jessy lebih sering datang ke rumah saat ada Papa. Kebetulan Papa dan Tante Jessy itu sahabat dari SMA.

Aku melanjutkan lariku ke arah gerbang. Ku buka gerbang tersebut dan kulihat Kejino sudah stanby dengan motornya. Aku tersenyum lebar, aku sudah tahu Kejino akan menjemputku.

"Maaf lama," ucapku seraya menghampirinya.

Kejino mengangguk kecil. "Gapapa. Gue juga baru dateng."

"Hah? Masa? Lo kesiangan juga dong?" Aku sedikit kaget.

"Hm." Dia mengangguk lagi.

Aku terkikik pelan. Ternyata seorang Kejino juga bisa kesiangan.

"Ayo," ajak Kejino.

Aku pun memakai helm yang sedari tadi aku jinjing. Helm pemberian dari Kejino. Dia tersenyum kecil melihat aku yang kesusahan memakai helm sebab tanganku juga sedang memegangi paperbag. Dengan pengertian Kejino mengambil alih paperbag di tanganku hingga aku bisa leluasa sekarang.

"Thanks," ucapku setelah itu.

"Ini apa?" Kejino mengangkat paperbagnya.

"Bekal Genta."

"Oh." Dia manggut-manggut kecil. "Lo buatin dia bekal," lanjutnya bergumam.

Aku menggeleng cepat. "Nggak. Tante Jessy yang buat, itu orangnya masih di dalem," jelasku.

Mendengar itu, bibir Kejino terangkat sebelah. Dia seperti sedang menahan senyum.

"Ayo berangkat!" kataku.

Lantas aku pun naik ke atas motornya. "Pegangan, gue mau ngebut," suruh Kejino. Dengan cepat ku peluk pinggangnya se-erat mungkin. Aku tidak mau jatuh tentu saja.

A CHOICE | Han Yujin ZB1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang