2. Berjuang atau Menyerah?

20 12 3
                                    

Hari hari Rain berlalu begitu saja, ia sudah tidak mengejar Petir lagi. Tapi rasa sepi menyerang hatinya, ia kesepian tanpa kehadiran sosok Petir.

Dalam lamunan panjang, ia berharap semoga dengan ia tidak lagi mengejar maka Petir akan datang dengan penyesalan. Menyesal karena telah menolak dirinya. Dasar, lamunan yang sama sekali tidak berfaedah.

Rain tersadar dari lamunan, sebuah tangan kekar menggenggam tangannya yang sedang mengaduk-aduk mie ayam. Saat menoleh ke kanan, ia melihat sosok Petir menatapnya sangat dalam. Saking dalamnya sampai menusuk ke hati.

"Jangan cuma diaduk, tapi dimakan juga." Petir mengambil alih sendok dari Rain, menyendok sesuap mie ayam dan mengarahkannya ke mulut Rain.

Rain membeku, bukankah lamunannya barusan menjadi kenyataan. Sosok Petir datang secara mendadak di hadapannya. Dan lihat sekarang! Petir menyuapinya.

Tak tinggal diam, ia segera melahap mie ayam tersebut dengan senyuman lebar. Apa Petir sudah menyesal karena selalu menolaknya? Atau Petir selama ini juga memiliki perasaan yang sama?

"Jangan berhenti, gue masih mau lihat lo berjuang." Ucapan Petir menghilangkan senyuman yang baru saja tercipta.

"Lo bego apa gimana? Jadi selama ini perjuangan gue hanya semu di mata lo? Gue capek Petir, capek."

"Jangan lelah, lo pasti bisa demi kita."

"Lo ga ngizinin gue untuk istirahat sejenak, lo mau gue mati karena capek berjuang?" Rain sungguh tidak paham dengan keinginan Petir, saat ia berjuang hanya akan sia-sia dan menyerah pun tidak boleh.

"Jangan nyerah!" Ujar Petir sambil mengelus lembut kepala Rain. Ia berdiri lalu melangkah pergi keluar kantin. Sekarang hanya menyisakan dirinya sendiri dengan keputus-asaan.

Tatapan murid-murid yang ada di kantin membuat otaknya bertanya-tanya. Apa mereka mendengar percakapannya dengan Petir? Apa mereka heran kenapa Petir duduk disampingnya? Atau bahkan mereka kaget karena Petir mengelus kepalanya? Tatapan itu sangat aneh.

"Ada apa?" Dari pada pusing sendiri, ia pun bertanya ke salah satu teman kelasnya yang kebetulan duduk di meja samping.

"Lo yang kenapa?"

"Gue kenapa?"

"Ga tau, gila kali."

"Anjing lo." Rain pun beranjak pergi dari sana. Ia bertanya secara baik-baik tapi malah dikatai gila. Untung saja sekarang emosinya sedang bisa diatur.

Rain melangkah pergi meninggalkan kantin dan semangkok mie ayam yang hanya dimakan sesuap saja. Ia mencari keberadaan Petir, meminta penjelasan. Langkah kaki membawanya menuju kelas Petir, ia yakin petir pasti di kelas.

Sesampainya di kelas Petir, Rain bertemu dengan Sekar. Ya, Sekar sekelas dengan Petir tapi mereka jarang sekali mengobrol. Kembali lagi pada sifat Petir yang dingin dan tidak peduli pada sekitar.

"Ekalll!" Teriakan Rain di depan kelas menjadi pusat perhatian murid-murid yang ada di kelas.

"Rain." Gumam Sekar pelan dan melangkah menuju Rain. Sekar berhamburan ke dalam pekukan Rain.

"Lo kemana aja? Gue kangen." Ujar Sekar, pasalnya selama beberapa hari ini ia tidak pernah bertemu dengan Rain.  Saat berangkat sekolah, Rain selalu berangkat terlambat. Saat jam istirahat, entah dimana Rain berada. Dan saat datang ke rumah Rain, ia selalu tidak ada.

"Ga kemana-mana." Jawab Rain singkat. Ia memang menjauh dan menjaga jarak dari semua orang dengan alasan ingin fokus melupakan Petir.

"Nyari siapa?" Sekar melihat Rain clingak-clinguk mencari seseorang.

"Petir ada?"

"Masih aja nyariin Petir. Lo ga capek?"

"Capek, tapi gue ga boleh nyerah."

"Lo boleh nyerah kalau lo emang capek."

__________

Angin taman yang sepoi-sepoi berhasil membuat Rain hanyut dalam kedamaian. Namun kedamaian itu tak bertahan lama saat netra matanya melihat sosok dua sejoli yang sedang bercumbu mesra.

"Ish kayak ga ada tempat lain aja." Ujarnya kesal.

Rain menajamkan penglihatannya, betapa kagetnya saat ia melihat sosok Petir. Cowok yang baru saja menyuruhnya berjuang tanpa menyerah dan sekarang secara tidak langsung menyuruh untuk menyerah. Tak tahan melihat ciuman yang semakin panas. Ia menutup mata, meyakinkan hati kalau ia salah lihat. Namun nihil, itu benar-benar Petir dan... si Parasit.

Rasa sesak memenuhi ruang dadanya, mata yang berkaca-kaca menjelaskan betapa hatinya terluka. Ingin sekali ia pergi dari tempat itu, tapi entah kenapa kakinya tidak memiliki kekuatan untuk menompang tubuhnya.

Seseorang datang menghampiri dan duduk disamping Rain. Tanpa aba-aba, ia langsung mendekap tubuh Rain. Dalam dekapan cowok itu, Rain menumpahkan semua rasa sakitnya dalam tangisan yang menyesakan.

"Dia jahat banget sama gue Paw, dia jahat hiks hiks."

"Suttt pelangi aku ga boleh sedih, aku selalu ada untuk kamu."

"Apa aku juga sama jahatnya kayak dia?"

__________

Huh udah 2 bulan aku ga nulis, jujur aku kehabisan ide tapi sekarang udah muncul lagi idenya.

Ayoo vote dan komen biar ide aku tambah banyak dan tulisannya tidak membosankan.

Terimakasih.

Petir & RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang