Diruang kelas yang hening, diiringi suara guru yang mengajar. Bosan, itu yang tengah dirasakan Rain saat ini. Ia akan keluar dari kelas untuk beberapa saat agar rasa bosannya hilang. Sebelum itu, ia mengirimkan pesan terlebih dahulu kepada Sekar.
Sekar💩
Oi
Temenin dongKmn?
Jutek amat neng🥲
Kemana sayang kuuuu??
Biasa✌️
Setelah mengirimkan pesan terakhir kepada Sekar, ia pun pamitan kepada Fadlah yang dari tadi tak lepas memperhatikan gerak-geriknya.
"Aku mau ke Sekar dulu ya."
"Ngapain?" Tanya Fadlah penuh selidik.
"Itu..anuu.." Haruskah Rain menjelaskannya? Oh tidak ia sangat malu.
Fadhlah menaikan sebelah alisnya, menunggu apa yang akan dikatakan Rain selanjutnya. Ia tidak mau jika Rain ternyata ingin membolos.
Rain mendekatkan wajahnya ke telinga Fadlah, membisikan beberapa kata yang membuat Fadlah membulatkan mulutnya. Berbeda dengan Rain, pipinya merona merah. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sini, mengangkat tangannya pertanda meminta izin kepada guru yang mengajar.
"Pak! Izin ya, biasa." Ujar Rain dengan wajah sok asiknya. Guru yang mengetahui maksud Rain pun mengangguk meng-iya-kan.
Tujuan Rain sekarang adalah toilet, karena selain bosan, ia juga mendapatkan panggilan alam. Sesampainya di toilet, ia melihat Sekar yang sedang bercermin memperbaiki rambutnya.
"Nampak monyet ga?" Tanya Rain tiba-tiba.
"Mana?" Sekar bertanya balik, saat mengetahui Rain lah yang bertanya.
"Tuh." Tunjuk Rain ke arah cermin yang hanya menampakkan pantulan Sekar.
"Badjingan." Umpat Sekar tertahan.
"Aaaa gue ga sanggup, udah di ujung." Rain terburu-buru memasuki salah satu bilik toilet. Untung masih bisa tertahan.
Sekar hanya dapat geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Kalau kata Rain gini "b is for berak, i love berak"
"Udah belum?" Tanya Sekar yang sudah 5 menit menunggu Rain. Tampak nya tidak ada tanda-tanda Rain akan mengakhiri BAB nya.
"Ppuuup ben..taaarrrr...ppuuup." Sorak Rain diiringan bunyi kentutnya yang sangat amat merdu.
"Ew lo berak apa konser? Berisik amat." Ujar Sekar merasa jijik dan menjepit hidungnya dengan jari telunjuk dan tengah.
Tak mendengar sahutan dari Rain lagi, terlintas ide jahil di otak Sekar. Ia jalan mengendap-endap menuju bilik toilet samping Rain. Menunggu Rain hingga selesai di sini sambil memainkan hp miliknya.
Rain keluar dari bilik toilet tak mendapati keberadaan Sekar.
"Sekar lo dimana?" Himbau Rain. Tak mendapati jawaban, jantungnya berdetak lebih cepat tak terkendali. Ia luruh ke lantai, rasanya kakinya lemah tak dapat menompang tubuhnya.
"Hikss Sekar lo dimana, gue takut sendirian di toilet."
Di tempatnya, Sekar kaget mendengar tangisan Rain. Ia kira Rain akan mengumpat kesal dan berlalu meninggalkan toilet. Tetapi ini sangat diluar perkiraannya. Ia segera membuka pintu tapi sebuah suara menghentikannya.
"Petir kenapa kamu di toilet cewek?"
"..."
"Aku gapapa, cuma sedikit takut aja."
"..."
"Gendong, kaki aku ga kuat."
"..."
Sekar bingung, dengan siapa Rain berbicara. Tidak mungkin Petir memasuki toilet cewek begitu saja. Sekar segera keluar, tapi ia sudah tidak melihat Rain. Ia berfikir Rain mungkin pergi dengan seseorang yang Rain ajak bicara tadi. Tak dipungkiri, dibalik itu Sekar mengkhawatirkan Rain.
Ia membuka hp, dan mengirimkan pesan kepada Fadlah. Tak lama kemudian, balasan dari Fadlah membuatnya kalang kabut. Ini salahnya, tidak seharusnya ia mengerjai Rain seperti tadi.
Dering hp mengalihkan atensinya, ia segera menjawab panggilan telepon dari Fadlah.
"Sekarang lo dimana?"
"Gue masih di toilet. Tadi gue dengar Rain bicara sama seseorang."
"Siapa?"
"Gue dengar Petir, tapi gue ga yakin."
"Lo cari di sekitaran toilet dan gue nyari di uks, siapa tau dia ke uks."
"Oke." Sekar memustuskan panggilan sepihak.
Ia segera menelusuri segala sudut toilet, mulai dari mencek setiap bilik bahkan didalam tong sampah. Mungkin Rain mengerjainya dengan sembunyi di dalam tong sampah.
Disisi lain ada Fadlah yang langsung keluar kelas begitu saja tanpa menghiraukan panggilan dari sang guru. Saat ini Rain lebih penting dari apapun.
Ia sangat mengkhawatirkan gadisnya, saat mendengat nama Petir, darahnya seperti mendidih. Ia tau betul jika Petir sangat membenci Rain, ia takut gadisnya terluka.
Ia berlari kencang menuju uks, saat sampai uks hasilnya nihil, tidak ada siapapun di sana. Ia segera berlari menuju lapangan basket, karena sekarang jadwal anak basket latihan. Tentu saja ia menemui Petir.
Sesampainya di lapangan, ia melihat Petir bercanda gurau dengan timnya. Melihat ini membuat darah Fadlah semakin mendidih, dan melepaskan bogeman keras dipipi kiri Petir hingga merobek sudut bibirnya.
"APA APAAN LO." Ujar petir memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.
"Ga usah sok ga tau. Dimana Rain?"
"Lo mau tau Rain dimana?" Petir tersenyum smirk, mendekatkan wajahnya ke telingan Fadlah.
"YA MANA GUE TAU." Pungkas Petir melesatkan pukulan di perut Fadlah hingga Fadlah mundur beberapa langkah.
"BAJINGAN."
_________
Iih kayak aneh gitu ga sih, tapi gapapa. Vote dan komen dong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petir & Rain
Teen FictionSesempurna itukah Petir? Hingga Rain rela ditolak berkali-kali bahkan ratusan kali olehnya. "Gue akan berhenti kalau di tolak untuk ke-160 kalinya." -RAIN