LVM - 13

227 39 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

“Hai, cantik. Namanya siapa?” Hadi bertanya dengan tubuh sedikit membungkuk menyamakan tinggi Lili.

Gadis kecil itu terlihat takut kala Hadi mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Lili memeluk erat-erat paha Cira, tubuh kecilnya bersembunyi menghindari kontak mata dengan pria muda itu. Sedangkan Cira yang merasakan ketakutan sang putri segera mengusap bahu Lili untuk menenangkan.

“Anak lo takut sama gue, Ci,” ucap Hadi begitu tubuhnya telah kembali tegap. Senyum di bibirnya tampak getir melihat putri mantannya takut kepadanya. Apakah wajah Hadi semengerikan itu? Astaga.

“Biasa, kalau ketemu orang baru suka gini. Lama kelamaan mah nggak, Di,” balas Cira. Ia memusatkan perhatiannya terhadap Lili yang masih bersembunyi. “Sayang, Om ini temennya Mami. Dia orangnya baik kok, nggak galak.”

Mendengar bahwa pria di depannya adalah teman sang Mami dan orangnya baik, perlahan Lili keluar dari persembunyiannya. Menatap Hadi dengan sangat ragu sebelum ia merasa tenang kembali saat mendapat senyum ramah dari teman maminya. Lili sudah tidak lagi bersembunyi, batita itu mengamati Hadi secara terang-terangan.

Hadi mencoba peruntungannya sekali lagi. Dia menyapa Lili dan berharap disambut baik oleh gadis kecil itu. “Hai, nama Om ‘Hadi’. Om temen sekolahnya mamimu, kami temenan cukup deket.” Bersamaan dengan berakhirnya kalimat Hadi, ia melirik Cira yang sayangnya wanita itu terlalu fokus kepada Lili.

“Om ini nenelan baik, Mi?” tanya Lili berbisik. Mendapat anggukan keyakinan dari Cira semakin membuat Lili percaya.

Sebagai bentuk terima perkenalannya, Lili lekas menyambar tangan dan mengajaknya seolah sedang bersalaman. “Aku ‘Yiyi’, nanakna Mami ama Papi.”

Terkejut mendapati reaksi berbeda Lili dari sebelumnya, wajah Hadi yang speechless tidak bisa dia sembunyikan. “Wow! Anak lo bener-bener ... sesuatu banget.”

Cira terkekeh. “Yeah, Lili emang terlalu sesuatu. Aslinya dia anak yang humble, cuman kadang suka takut ketemu orang baru. Lo tahulah anak kecil gimana.”

Hadi kembali menatap Lili yang masih memegang tangannya. “Mau naik ke troli Om? Kebetulan troli punya Om masih ada ruang buat Lili duduk,” ujarnya menawarkan, lalu menunjuk pada troli belanjaannya.

Ia menawarkan bukan tanpa sebab. Sebelum mendatangi Cira dan anaknya, Hadi melihat Lili yang duduk di dalam troli. Tapi sayangnya gadis itu terpaksa turun karena belanjaan yang dibelinya cukup banyak dan memenuhi troli.

“Ndak apa-apa, Om?”

“Nggak apa-apa dong. Sini, biar Om bantuin.” Pria itu maju dan mengangkat tubuh gembul Lili yang kemudian menaruhnya ke dalam troli belanjaannya.

“Serius nggak apa-apa, Di? Bukannya lo juga lagi belanja? Kalau belanjaan lo banyak gimana? Adanya Lili di troli lo malah bikin lo kerepotan buat taruh barang-barang belanjaan. Mending turunin aja anak gue, Di,” ucap Cira yang hendak menurunkan Lili sebelum Hadi benar-benar direpotkan nantinya. Namun, ketika tangannya baru terulur, Hadi malah mencegahnya.

“Belanjaan gue nggak mungkin banyak, Cira. Emak tiri gue cuman nyuruh beli minyak goreng karena di supermarket ini lagi ada diskon. Kemarin dia nyesel cuman beli satu.”

“Eh, seriusan minyak gorengnya lagi diskon, Di?”

“Iya, gue sampe beli banyak.” Hadi menunjuk isi trolinya yang cuma ada minyak goreng enam kemasan besar, masing-masing berukuran dua liter. “Kalau mau beli ayo gue anter ke raknya.”

“Kayaknya udah keburu habis deh, Hadi. Lo aja beli enam, apa kabar sama yang lain,” gumam Cira.

Pria itu tidak mengindahkan gumaman Cira dan langsung pergi dari sana bersama Lili yang duduk di trolinya. Hadi tahu Cira akan mengikutinya dari belakang, sebab ada putri wanita itu yang ikut bersamanya sekarang.

Love Very Much [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang