Chapter tambahan

876 100 14
                                    

Aku menatap hampa pada mayat yang terkujur kaku di atas sana. Terdapat kain putih panjang yang membalut tubuh kakunya. Beberapa menit lalu ketika aku baru sampai, suster membuka sedikit kain bagian atas agar wajahnya terlihat.

Wajah yang dulu selalu menampilkan senyuman kini sudah tak ada lagi. Aku menangis ketika memikirkan hal itu. Kakakku, saudaraku satu-satunya, alasanku untuk terus bertahan hidup sudah tidak ada lagi.

Aku ingin seperti kakak yang selalu kuat kapan pun dan dimana pun dia berada. Jadi, aku mencoba menahan tangis di depan mayat kakak. Ku harap dengan aku menahan tangis ini tidak akan membuat kakak bersedih di atas sana.

Aku perhatikan kak Kaiser dan Isagi yang daritadi masih terus menangis. Ah, kepergian kak Sae memang menyakiti hati mereka terlalu dalam.

Tapi untuk apa? Kenapa mereka menangisi kakak yang sudah bahagia?

Tidak kah mereka berpikir bahwa kak Sae bisa saja sedih bila melihat mereka menangisi kepergiannya.

Di tengah duka ini, dokter yang sempat membawa kak Sae ke IGD memberiku secarik kertas dengan satu kotak kecil di atasnya.

Mataku yang penuh dengan air mata melirik dua benda itu.

"Kertas ini kakak anda tulis sebelum dia pergi menuju rumah sakit, di tengah lorong rumah sakit tadi, sebelum dia merenggang nyawa, dia memberi saya dua barang ini. Katanya saya harus memastikan anda untuk membacanya."

Mendengar itu, aku makin sesak. Aku takut membacanya tapi jika tidak dibaca aku mungkin akan membuat kakak sedih.

Aku pun menerima kertas dan kotak dari tangan si dokter dengan perasaan takut.

Isi kertas itu hanya sebuah tulisan tangan kakakku yang tidak terlalu bagus tapi sukses membuatku semakin merasa sesak di dada dan air mataku pun kembali merembes turun ke pipi.


Teruntuk adik kecilku tersayang, rumahku yang paling nyaman, adonan cimolku yang menggemaskan, surat ini kakak tulis untukmu.

Hai Rin, udah sembuh ya kardiomiopati-nya? Hehe, seneng kan pasti? Kakak jadi ikut seneng kalo gitu. Kamu tau? ngeliat kamu sembuh dan perlahan bisa kembali ke rumah adalah salah satu anugrah Tuhan yang amat sangat kakak syukuri.

Tapi mungkin setelah kamu bisa nerima semua anugrah itu, kakak udah gak ada karena kakak gak yakin apakah kakak bisa bertahan hidup setelah mendonorkan jantung ini. Kakak harap kamu jangan sedih, jangan menangisi kepergian orang yang gak bisa menjaga kamu dengan baik. Oke?

Maaf perpisahannya jelek banget, kakak belum sempet ngeliat kamu sembuh tapi mungkin kakak bakal keburu pergi duluan, kakak minta maaf banget ya Rin.

Maaf kalau selama ini kakak gak becus jadi kakak kamu, maaf kalau selama ini kakak belum bisa jagain kamu, dan maaf kakak kalau belum bisa ngasih apapun untuk kamu.

Yang bisa kakak kasih cuma jantung yang saat ini sedang berdetak di dalam tubuh kamu. Cuma itu satu-satunya hal yang bisa kakak berikan untuk kamu, Rin.

Jangan sedih ya? Sebenernya kakak gak sepenuhnya ninggalin kamu kok, karena kakak akan selalu hidup di dalam diri kamu, tepatnya di jantung kamu.

Tolong jaga kesehatan kamu ya? Kakak gak mau kamu sakit lagi, karena kamu harus terus hidup sehat dan melanjutkan kehidupan kamu dengan bahagia.

Selamat tinggal Rin, kakak sayang kamu.

Maaf untuk semuanya dan terima kasih atas kebaikanmu selama ini.

— Itoshi Sae.


Aku tersenyum pedih, perlahan ku buka kotak kecil itu dan menemukan sebuah gantungan kunci kecil berbentuk bola.

Ini adalah gantungan kunci yang dulu aku inginkan.

Dulu ketika aku berusia 9 tahun, aku menginginkan gantungan ini dan aku pun meminta pada kakak tapi sayangnya kakak dulu tidak bisa memberikan ini karena kekurangan uang.

Kakak berjanji akan membelikanku gantungan ini ketika dia sudah punya uang di masa depan.

Dan kini, kakak menepati janjinya.

Ada sebuah kertas yang sangat kecil di sudut kotak, aku mengambilnya lalu membaca isi kertas itu.

Maaf telat ngasihnya, sekarang janji kakak udah terpenuhi. Semoga kamu masih tetep suka sama gantungannya ya, adonan cimol.

Aku tertawa pelan di sela-sela tangisku, kakak masih suka memanggilku begitu di kondisi seperti ini.

Aku mencium pelan gantungan kunci itu, ku tempel lama di bibir sambil membisikan tiga kalimat pelan yang hampir tidak terdengar.

"Terima kasih, kakak."

TUNA DAKSA [ Itoshi Brothers ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang