Chapter 4

82 17 14
                                    

Berjalan mendekati futon dan mengangkat pedang yang terdapat diatasnya dengan perlahan, ini tidak salah lagi bukanlah pedang kayu.

Ku buka sarung yang menutupi bilahnya, isinya adalah bilah pedang logam tajam yang lebih berbobot daripada pedang kayu.

Bilah pipih panjang dengan dua sisi tajam dan bagian ujung bilah yang lancip, ini benar-benar pedang dengan mata ganda bergaya Sparta.

Haha, kakek benar-benar tahu pedang yang cocok denganku.

Kakek adalah pengguna pedang katana dan tentu sudah sangat ahli menggunakannya.

Saat aku masih kecil, aku pertama-tama juga diajari berpedang menggunakan pedang katana oleh kakek. Dan itu bukan berakhir gagal, malah aku sebenarnya juga bisa menguasainya.

Hingga pada suatu waktu--- mungkin saat itu umurku masih delapan tahun--- kakek membawa pulang pedang besar bermata ganda yang lalu diberikan kepadaku. Ia tidak ingin aku hanya terikat dengan satu jenis senjata saja.

Disaat itulah aku mulai belajar pedang bermata ganda. Kakek sendiri mengaku bahwa ia memang tidak ahli menggunakan pedang semacam itu, jadi dia hanya bisa mengajari sebisanya.

Dengan rajin aku berlatih, tentu juga atas pengawasan kakek. Begitu aku sudah lumayan menguasainya, kakek lalu berhenti mengawasi latihan pedangku dan aku bebas berlatih sendirian.

Tak kusangka kakek bisa melihat potensi besar ku kepada pedang ini dengan mudah.

Ku akui, aku lebih nyaman menggunakan pedang seperti ini. Dan kalau boleh jujur, aku juga merasa jauh lebih mahir menggunakan pedang ini dibanding senjata lain yang pernah ku pelajari.

Lihatlah bilahnya. Wow, ini sangat keren, bung!

Baiklah, mumpung belum gelap dan aku pun masih penuh keringat, bagaimana kalau kita coba sekarang saja?

Aku segera menuju pekarangan rumah dengan membawa pedang baruku ditangan, sebelum memulai latihan aku lalu teringat sesuatu.

Aku mampir sebentar ke dapur.

"Kakek?"

"Hm? Sudah menemukan pedang barumu?" Kakek menyahut tanpa menoleh.

"Sudah. Em.. bisakah aku meminta sesuatu, kek?"

"Apa?" Kakek melihatku.

"Bisakah kakek melebihkan porsi kepitingnya?"

"Tentu, tapi kenapa? Nafsu makan mu bertambah?"

"Bukan begitu, ada seorang teman yang menolongku saat berburu tadi."

Tanpa bertanya lebih jauh, kakek mengiyakannya dan mengatakan akan meletakkan porsi lebihnya di wadah terpisah.

Dengan begitu aku akhirnya meninggalkan dapur dan segera memulai latihan tanpa menunda-nunda lagi.

Ku buka sarung pedangnya. Terlihatlah bilah tajam dan mengkilat, memantulkan cahaya petang yang sudah sedikit redup. Bobot dan ukuran pedang yang sangat pas untukku, sangat keren kakek yang membuat ini sendiri.

Membiasakan diri terlebih dahulu, aku mengayun-ayunkan pedangnya dengan tetap meningkatkan temponya perlahan-lahan. Ini membuat tanganku yang sedikit kaku mulai terbiasa dengannya.

Aku terus melakukannya hingga satu setengah jam berlalu, setelahnya akupun mengakhiri latihan ini. Tidak perlu terburu-buru jika ingin mahir menguasai suatu hal, kuncinya adalah pantang menyerah dan rajin.

Aku memang sudah lama menguasai teknik berpedang, tapi itu bukan berarti aku sudah menjadi seorang master dalam hal itu. Ilmu berpedang ku ini masih ditingkat dasar, sudah pasti masih ada banyak orang yang berada diatas ku.

Chosen Dragon | Fanfic Tensei Shitara Slime Datta KenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang