Ditengah-tengah ruangan sempit nan sederhana dengan suasana temaram, seorang pria paruh baya bersama seorang pemuda bersurai biru panjang sedang duduk tenang seraya menghadapkan diri kearah dinding.
Araki, pria paruh baya itu dengan tenang bercerita.
"Hakurou, seorang sahabat karibku, mengenalkan diriku kepada seorang pandai besi terkenal."
"Saat itu, pedang yang kumiliki sebelumnya telah rusak dalam suatu pertarungan."
Dia tidak secara rinci menjelaskan tentang pertarungan itu, tapi yang pasti hal tersebut terjadi sekitar 140 tahun yang lalu.
"Saat itu aku masihlah seorang pemula, orang yang memegang benda berharga tetapi tidak bisa merawatnya."
"Demi menambah pengalamanku, aku dengan sukarela bergabung dalam suatu perang dan bertarung dengan percaya diri tanpa khawatir."
Saat dimasa mudanya, Araki terbilang cukup berandalan. Dengan karakternya yang selalu tampil percaya diri dan sembrono, membuatnya menjadi sangat liar dalam pertarungan ... Dimasa itu.
Begitu ia mengenal pedang, karakternya itu tidak secara instan hilang darinya, malah semakin menjadi-jadi.
Dia mengambil senjata, pergi, dan pulang dengan penuh luka, itulah kebiasaannya. Bisa dikatakan itu terus terjadi selama tujuh tahun berturut-turut. Hingga akhirnya dia bosan sendiri.
"Sebegitu nya aku terobsesinya untuk menjadi yang terkuat dengan singkat, rasanya sangat bodoh saat mengingat lagi diriku yang saat itu." Araki terkekeh.
Sekalipun dia berkata demikian, pada faktanya, dimasa itu dia tak pernah kalah. Entah itu dari seorang ahli pedang lain, maupun diluar dari itu.
Seorang petarung liar yang tak kenal takut, berbagai macam julukan dia telah berhasil dapatkan karenanya.
Rimuru, pemuda yang setia duduk disampingnya, tidak pernah mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Dia begitu saksama mendengarkan pengalaman kakek sekaligus gurunya tersebut, ia begitu menghormatinya.
"Hingga suatu ketika, aku bertemu seorang ahli pedang yang berhasil membuatku takluk."
Araki tidak bisa melupakannya, tidak, sekalipun dia bisa maka dia tidak ingin melupakannya.
Sebuah momen terpenting dalam hidupnya. Bukan hanya bentuk suatu kekalahan mutlak untuk yang pertama kalinya, melainkan juga sebuah dorongan yang mampu membuatnya hingga menjadi sekarang.
Araki seolah mampu mengingat setiap detik saat itu. Seakan-akan itu adalah kunci yang begitu nyata, kunci yang membuka matanya untuk tersadar dari alam mimpi.
'Itu bukan seni berpedang, melainkan sebuah kecacatan. Yang kamu ayunkan itu mainan anak-anak, bukan sebuah pedang.'
Kata-kata yang terdengar begitu merendahkan. Mungkin jika yang mendengar itu adalah orang yang tidak mau meresapinya, sudah pasti mereka akan terbawa emosi.
Sama seperti Araki muda, dia begitu kehilangan akal sehatnya. Dengan membabi-buta ia terus menghujani orang tersebut dengan serangan terbaiknya, tapi itu sungguh sia-sia.
Orang tersebut terlalu tajam untuk disentuh.
"Begitu alami dan lihai gerakannya, yang begitu cergas meski sangat halus. Aku bersumpah, jika kau secara bertarung dengannya, maka itu seperti selembar cerita yang ditulis olehnya seorang. Bahkan jika hanya sekelebat gerakan jari yang dibuat tanpa sengaja, ia sudah memprediksi. Semua seperti sudah diperhitungkan, sungguh seperti mata yang dapat melihat menembus masa depan."
Mata teduh Araki memancarkan cahaya nostalgia, tatkala melihat sekeping demi sekeping ingatannya saat itu. Sangat nampak jelas, Araki begitu mengagumi orang yang mengalahkannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chosen Dragon | Fanfic Tensei Shitara Slime Datta Ken
FanficAnugerah terbesar bagi setiap orang tua adalah anak. Banyak yang senang dengan kehadirannya, tapi tidak sedikit juga yang menghardiknya. Telah lahir seorang anak laki-laki di dunia ini. Lahir dengan sehat tanpa berkekurangan, kecuali satu hal ... K...