19| Lagi-lagi bertemu Masha

641 108 7
                                    

Aku melirik sebal ke arah halaman rumah Ferrish. Dari balkon kamarku, aku bisa melihat sosok Masha yang sedang mengobrol dengan Ferrish di sana. Aku masih tidak paham kenapa Ferrish masih saja mau dekat dengan Masha. Padahal kan, Masha sudah menyelingkuhi Ferrish. Belum lagi, cewek itu pernah melabrakku. Masak kedua hal itu masih belum cukup membuat Ferrish berhenti menerimanya sebagai tamu. Dasar makhluk menyebalkan.

"Lihatin apa, sih?" tanya suara di sampingku.

Aku yang kaget langsung menoleh ke sisi kiriku. Kini sudah ada sosok Kak Dylan yang berdiri di sampingku sambil memakan kacang pilus.

"Ah, lihatin Ferrish," kata Kak Dylan menjawab pertanyaannya sendiri. Tatapannya mengarah ke arah di mana Ferrish dan Masha berada. "Itu ceweknya? Cakep."

"Mantannya!" balasku sewot.

"Mantan?" Kak Dylan menoleh ke arahku.

Aku menganggukkan kepala. "Iya."

Kak Dylan kembali menatap Ferrish dan Masha. "Yakin mereka nggak balikan?" tanyanya lagi. "Mereka terlihat kembali dekat. Mungkin mereka balikan lagi, Moz."

Aku menggelengkan kepala. "Nggak. Mereka nggak balikan!"

"Dih, kenapa lo sewot, sih?"

"Nggak sewot. Biasa aja gue," jawabku mencoba untuk bersikap biasa saja meskipun dari nada bicaraku, aku tahu bahwa aku terlihat sangat kesal.

"Nggak apa-apa kali kalau mereka balikan lagi," kata Kak Dylan seraya menyenggol bahuku. "Kita bisa minta pajak balikan. Kenyang kita Moz," lanjutnya dengan cengiran lebar.

"Nggak sudi ya, gue! Gue nggak akan mau makan pajak balikan mereka!" seruku semakin sebal.

"Lhah lo kenapa?" tanya Kak Dylan seraya menatapku kebingungan.

Aku mendenguskan napas kasar seraya melirik ke arah Ferrish dan Masha berada. Kini kulihat kedua orang itu juga tengah menatap ke arahku. Tampaknya mereka mendengar seruan kesalku tadi. Sungguh memalukan.

Segera aku berbalik lalu berjalan memasuki kamarku.

"Moza," panggil Kak Dylan mengikutiku masuk ke dalam kamar.

"Apa lagi, sih?" tanyaku masih merasa sebal sendiri. Kini aku mengempaskan diri ke kasur. "Gue mau tidur."

"Sore-sore nggak boleh tidur," balas Kak Dylan menepuk kakiku. "Bangun."

Dengan malas aku menuruti perintah Kak Dylan. Aku bangkit ke posisi duduk dengan punggung menyandar pada kepala tempat tidur. "Nggak usah gangguin gue deh, Kak. Ganggu Kak Shila aja, sih," gerutuku.

"Shila udah kenyang gue gangguin," kata Kak Dylan enteng seraya duduk di kasur yang sama denganku. "Dan sekarang giliran lo." Kak Dylan tersenyum lebar ke arahku.

Dengan sebal aku mengambil bantal lalu memukulinya. "Nyebelin banget sih, lo!" seruku.

Kak Dylan tertawa sambil mencoba menangkap bantal yang kupegang agar tidak menghantamnya. "Gue mau ngajakin camping," katanya tiba-tiba yang membuatku berhenti memukulinya.

Aku menurunkan bantal yang kupegang. "Camping?" tanyaku penuh harap.

Kak Dylan mengangkat kedua bahunya cuek seraya bangkit dari tempat tidur.

"Kak!" panggilku. "Kita bakal camping?"

Kak Dylan tidak menjawab pertanyaanku. Malah, dia kini sudah berjalan keluar dari kamarku.

"Kak Dylan!" panggilku lagi seraya bangkit dari tempat tidur lalu mengikutinya. "Kapan campingnya?" tanyaku mengekor di belakangnya. "Di mana? Berapa hari? Sama siapa aja? Beri tahu gue!"

Cinta Satu KompleksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang