22| Malam di rumah Moza

588 101 1
                                    

"Moza," panggil Kak Dylan yang tiba-tiba saja sudah berada di kamarku. "Wih, gila adek gue belajar," lanjut Kak Dylan ketika melihatku duduk di kursi meja belajar. Kak Dylan mendekat ke arahku, ia langsung berdecak sambil geleng-geleng kepala ketika menyadari yang berada di atas meja adalah komik. "Ekspektasi gue ketinggian ternyata," tambahnya.

"Lo ngapain nyari gue?" tanyaku mengabaikan sindiriannya.

"Nggak nyari lo sih, sebenernya," jawab Kak Dylan santai. "Gue mau nyari Ferrish," tambahnya seraya berjalan ke arah balkon kamarku. "Ferrish!" seru Kak Dylan memanggil tetangga sebelahku.

Aku hanya bisa mendengus sebal melihat kelakuan Kak Dylan. Memangnya kamarku ini jalan pintas untuk bertemu dengan Ferrish apa? Kan dia bisa langsung ke rumah Ferrish lewat pintu depan rumah. Lagian, rumah kami kan sebelahan. Tinggal jalan sebentar juga sampai. Ini malah pakai merusuh di kamarku.

"Dia di rumah nggak, Moz?" tanya Kak Dylan menyembulkan kepalanya ke dalam kamarku.

"Mana gue tahu. lo pikir Ferrish peliharaan gue apa?"

Kak Dylan mengangkat kedua bahunya. "Kali aja lo tahu."

"Ngapain lo nyariin Ferrish?"

"Mau gue ajak push rank," jawabnya tanpa dosa.

"Nggak penting banget!" balasku. "Keluar dari kamar gue, deh, sana. Ganggu aja."

"Salah siapa kamar lo yang sebelahan sama kamar Ferrish. Kalau misal kamar Shila yang sebelahan sama kamar Ferrish, gue pasti mainnya ke kamar Shila."

"Kak Dylan!" seru dari arah luar. "Nyari gue?"

Kak Dylan kini kembali ke balkon. Tampaknya orang yang dicari Kak Dylan muncul.

"Iya, nyari lo. Sibuk nggak?"

Aku menghela napas dalam. Kalau malam ini ingin hidup tenang, kayaknya aku yang harus mengalah. Baik lah.

Kemudian aku memutuskan untuk bangkit dari posisi dudukku sambil membawa serta komik yang sedang kubaca. Aku berniat untuk mengungsi ke kamar Kak Shila. Namun, karena mendadak aku takut ketahuan baca komik oleh mama, akhirnya aku meletakkan kembali komikku itu ke atas meja.

"Mau ke mana?" tanya Kak Dylan kembali menyembulkan kepalanya ke dalam kamar.

"Ngungsi lah. Mana bisa hidup tenang kalau lo sama Ferrish berisik," jawabku.

"Oh ya..., bagus. Dadah." Kak Dylan melambaikan tangan ke arahku dengan cengiran lebar.

Aku hanya berdecak sebal sebelum akhirnya keluar dari kamar. Padahal kan tadi aku berniat untuk menyelesaikan bacaanku sebelum nantinya beralih mengerjakan PR—kalau tidak keburu ngantuk.

Aku mengetuk pintu kamar Kak Shila yang berada tepat di depan kamarku.

"Kak Shila?" panggilku seraya membuka pintu di depanku. Aku melongokkan kepala, mencari sosok Kak Shila yang ternyata tidak ada di dalam kamar. "Ke mana orangnya?" gumamku kembali menutup pintu kamar Kak Shila.

Karena Kak Shila tidak ada di kamar, akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai satu. Siapa tahu Kak Shila memang berada di bawah. Namun, bisa jadi juga Kak Shila saat ini sedang main ke tempat Kak Eghi.

Aku menghela napas dalam. Nasib jomblo gini amat, sih. Sendirian, gumamku dalam hati.

Aku berjalan menuju kulkas untuk mengambil satu botol minuman soda lalu membawanya ke ruang TV. Setelah itu, aku menyibukkan diri menonton film animasi.

"Nonton apa?" tanya suara di belakangku.

Aku menoleh dan mendapati Kak Shila tengah berdiri di belakang sofa sambil membawa snack kentang di tangan kanannya. "Film," jawabku singkat. "Mau dong itu." Aku menunjuk snack di tangan Kak Shila dengan daguku.

Cinta Satu KompleksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang