3 - Apapun yang Terjadi

130 21 3
                                    

Matahari sepertinya terbit lebih cepat di tempat ini. Rasanya baru beberapa jam Seungmin tidur, tapi dia sudah dibangunkan oleh sinar matahari yang mengintip dari sela gorden. Sambil menguap, dia merenggangkan badan. Kemudian dia menoleh dan menemukan Jooyeon yang masih bergelung nyaman di balik selimut. Setengah wajahnya ada di dalam selimut dan rambutnya mencuat ke mana-mana.

Seungmin diam sesaat untuk memperhatikan napasnya yang naik turun dengan teratur. Dia menahan diri untuk tidak bergerak dan mencium dahi Jooyeon, lalu membangunkannya untuk mengucapkan selamat pagi. Biasanya itulah yang dilakukannya setiap kali Jooyeon menginap di apartemennya. Tapi sekarang mereka bukan sepasang kekasih lagi, dan ini bukan apartemen Seungmin.

Setelah puas menatapi Jooyeon yang tidur seperti batu, Seungmin perlahan turun dari ranjang. Kenapa dia bisa di ranjang padahal kesepakatan (sepihak) dengan Jooyeon adalah dia tidur di sofa? Tentu saja karena tengah malam tadi dia diam-diam naik ke ranjang. Ada untungnya juga Jooyeon susah bangun, dia benar-benar tidak sadar Seungmin tidur di sebelahnya semalaman.

Seungmin membawa langkahnya menuju kamar mandi, namun sela gorden yang terbuka dan memperlihatkan pemandangan dari balkon membuatnya mengganti tujuan. Dia berjalan menuju balkon dan duduk di kursi. Matahari belum naik sepenuhnya, masih ada kabut dan garis jingga di sepanjang pantai. Seungmin menarik napas panjang, memenuhi paru-paru manusia-kota-penuh-polusi-nya dengan udara segar pagi hari yang bercambur dengan aroma asin air laut.

Udara segar itu membuatnya sedikit bergidik. Dia hanya memakai kaus tanpa lengan dan celana pendek, tapi tetap memutuskan untuk duduk lebih lama di balkon. Matahari naik semakin tinggi dan Seungmin sudah lupa hitungan waktu. Dia berniat kembali ke dalam, tapi secangkir teh yang disodorkan ke depan hidung membuatnya mengurungkan niat. Begitu mendongak, dia melihat Jooyeon dengan rambut singanya membawa dua cangkir teh di masing-masing tangan dan selimut di bahu.

"Buruan ambil, cangkirnya panas. Tangan gue pegel," katanya karena Seungmin malah bengong.

Seungmin akhirnya mengambil cangkir itu dan menggumamkan terima kasih. Jooyeon kemudian duduk di kursi satunya dan menyeruput teh dengan berisik. Seungmin memejamkan mata. Selesai sudah pagi harinya yang tenang.

"Itu planet Venus bukan sih?" tanya Jooyeon tiba-tiba, menunjuk titik kecil yang bersinar di langit.

"Bintang Timur," ucap Seungmin, tidak menjawab pertanyaan Jooyeon.

"Nggak nyambung," sahut Jooyeon dengan dahi berkerut.

"Nama lainnya Venus 'kan Bintang Timur," Seungmin menjelaskan. Tapi Jooyeon tetap terlihat tidak terima.

"Ya tapi 'kan aku nanya itu Venus atau bukanㅡ" Jooyeon memotong ucapannya sendiri, "ㅡgue, maksudnya gue nanya itu Venus atau bukan."

Seungmin sedikit merasa dadanya nyeri. Terakhir mereka pakai aku-kamu adalah ketika Jooyeon minta putus dua minggu lalu.

"Kalo gue bilang itu Bintang Timur, bener berarti itu Venus. Masa gitu aja nggak ngerti?" balas Seungmin, tiba-tiba ikut kesal entah karena apa.

"Kan bisa langsung bilang iya," Jooyeon bersungut. Seungmin memutuskan untuk tidak membalas karena tahu perdebatan konyol itu tidak akan ada akhirnya.

"Lo selalu nemu cara buat nyari masalah dari hal kecil," gumam Seungmin. Namun Jooyeon dapat mendengarnya.

"Excuse me? Maksudnya apa ya?" Alis kanannya terangkat, ekspresi wajahnya menunjukkan dia sudah siap untuk membalas apapun yang akan diucapkan Seungmin selanjutnya. Tapi Seungmin hanya menghela napas dan berdiri.

"Gue mau mandi, kalo mau sarapan ke bawah duluan aja."

Lalu dia pergi ke kamar mandi, meninggalkan Jooyeon sendiri di balkon dengan wajah cemberut.

"Nyari masalah apaan coba, padahal dia duluan yang sok-sokan. Kan bisa langsung bilang iya." Jooyeon menggerutu dengan suara kecil. Tapi Seungmin masih dapat mendengarnya. Dia mengulum senyum, menahan diri untuk tidak tertawa.

Sebenarnya yang suka mencari masalah adalah Seungmin, dia senang membuat Jooyeon kesal. Meski ujung-ujungnya dia kesusahan sendiri karena sulit berdamai dengan Jooyeon yang sedang kesal, tapi dia tetap tidak kapok. Jooyeon yang kesal adalah Jooyeon yang menggemaskan. Karena hanya saat itulah dia tidak cerewet mencemaskan segala hal yang terjadi pada hidup Seungmin.

Seungmin melempar bajunya ke keranjang cucian dan melangkah ke bawah guyuran shower. Suhunya sengaja dia buat normal meski udara di luar sudah cukup dingin, berharap sensasi dingin itu dapat menghilangkan beban berat di dadanya.

ೃ⁀➷ bersambung.

Menjadi Setawar dan Sedingin | OdeyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang