5 - House of Cards

131 19 6
                                    

Seungmin membuka pintu kamar mandi, berjalan ke luar dengan handuk dililit ke pinggang. Matanya bertemu pandang dengan Jooyeon yang duduk di ranjang. Mantannya itu menatap dengan sinis.

"Lo pikir gue bakal iri ngeliat perut kotak-kotak lo itu? Gue juga punya," ucapnya. Lalu dia mengangkat baju tidurnya, memperlihatkan perutnya yang rata.

Seungmin memasang ekspresi terganggu. "Gue udah liat perut lo selama lima tahun, nggak usah lo liatin gue juga udah hapal bentuknya gimana."

Mendengar itu, Jooyeon segera menurunkan bajunya dengan wajah cemberut. Lalu gawainya berbunyi dan Jooyeon segera mengalihkan perhatian.

"Iya, Ma?"

Seungmin mengambil celana dalam, kaus, dan celana pendek dari dalam kopernya. Sebenarnya dia tidak ada niatan menguping, tapi suara Jooyeon yang nyaring mau tak mau membuatnya diam-diam menegakkan telinga.

"Kan kemaren aku bilang mau nginep. Ya sama ..., samaㅡ"

Jooyeon melirik Seungmin, Seungmin balas meliriknya dengan satu alis terangkat.

"...sama Seungmin," ucap Jooyeon dengan suara kecil. Dia beranjak turun dari ranjang dan pergi ke balkon, membuat Seungmin tidak bisa mendengar suaranya dengan jelas. Tapi dapat dilihatnya Jooyeon mondar-mandir di balkon, masih dengan gawai di telinga. Tak lama dia sudah menurunkan gawai itu. Seungmin segera memakai bajunya, tidak ingin ketahuan bahwa dia daritadi memperhatikan.

Jooyeon tak langsung masuk setelah menutup telepon. Seungmin dapat melihatnya bersandar sebentar di pembatas, lalu mengacak-acak rambutnya dan mondar-mandir beberapa kali. Melihat kelakuan mantannya yang seperti kerasukan, Seungmin memutuskan untuk tidak ikut campur. Apapun yang dibicarakan Jooyeon dan ibunya di telepon barusan sepertinya cukup berat.

Akhirnya setelah hampir 10 menit di balkon, Jooyeon kembali masuk. Rambutnya awut-awutan, dan ekspresi wajahnya tak kalah awut-awutan.

"Mama titip salam," katanya begitu bertemu pandang dengan Seungmin yang pura-pura sibuk dengan gawainya di sofa.

"Salam balik buat tante," balas Seungmin. Kemudian dia terdiam, lalu kembali menatap Jooyeon.

"Lo belum bilang ke Tante Lee kalau kita putus?" tanyanya. Hening yang menyambut setelahnya menjadi jawaban dari pertanyaannya.

"Lo harus ngasih tahu ibu lo," ucap Seungmin akhirnya. Jooyeon meliriknya dengan tatapan terluka. Seketika dada Seungmin seperti disayat. Dia tidak bermaksud membuat Jooyeon merasa terluka, ucapan itu keluar begitu saja.

"Gue emang mau ngasih tahu. Lo sendiri gimana? Gue tebak udah ngasih tahu Tante Oh 'kan? Mereka pasti seneng kan gue akhirnya berenti jadi benalu buat lo."

Dalam hati Seungmin membatin, "Here we go." Dia meletakkan gawainya dan duduk tegap sambil menghadap Jooyeon yang masih berdiri di depan pintu balkon.

"Gue belum ngasih tahu siapapun, dan gue nggak ada niat mau ngasih tahu dalam waktu dekat. Lo beneran mau berhenti di sini? Tinggal sedikit lagi, Jooy. Kita udah berjuang lima tahun."

Jooyeon menatap ke arah lain, apapun selain pada Seungmin yang menatapnya intens.

"Kalo yang lo maksud dikit lagi itu adalah lo bakal ninggalin keluarga lo demi gue, jawaban gue bakal tetap sama. Gue nggak mauㅡ" dia menjeda ucapannya dan memberanikan diri balas menatap Seungmin, "ㅡdari awal kita emang nggak bisa sama-sama, Seung. Harusnya dari awal nggak usah dipaksain."

Seungmin menghela napas dan berdiri. Percakapan mereka kembali ke awal, persis seperti saat mereka bertengkar dua minggu lalu. Seungmin merasa apapun yang diucapkannya saat ini tidak akan bisa menenangkan Jooyeon yang napasnya sudah naik-turun.

"Itu artinya lo juga tahu jawaban gue apa. Mereka nggak pernah ada buat gue. Yang selalu ada buat gue cuma lo, Jooy. Gue ngeiyain ajakan lo buat putus karena gue pikir lo perlu waktu buat nenangin diri, buat nata perasaan lo lagi. Tapi gue terlalu takut. Gue nggak mau kehilangan lo, gue nggak siap. Emang lo siap ngelepasin kita?"

Lagi-lagi Jooyeon tidak menjawab. Seungmin menarik napas dalam, mengatur detak jantungnya yang tambah cepat.

"Aku nggak mau bikin kamu ngerasa terkekang," Seungmin berujar, kali ini dengan lebih lembut, "Kamu tahu aku rela ngelepasin semuanya buat kamu. Apapun itu. Aku siap kehilangan semuanya, asal jangan kamu."

Lalu kembali hening. Kali ini lebih panjang dan menyesakkan. Seungmin sangat ingin melangkah dan memeluk Jooyeon yang terlihat rapuh. Tapi dia tahu tindakan sekecil apapun akan membuat Jooyeon semakin terluka. Jadi dia bergeming, menunggu dengan sabar sementara Jooyeon menata ulang pikirannya.

"Gue mau cari angin."

Hanya itu yang diucapkan Jooyeon. Dia melangkah dengan cepat menuju pintu. Seungmin tidak menahannya, membiarkan pintu terbuka lalu berdebam pelan. Dia menghempaskan diri ke sofa, dan menatap langit-langit kamar dengan kepala yang terasa berat. Angin malam berembus pelan dari balkon yang pintunya masih terbuka, diiringi debur ombak yang menabrak karang dari kejauhan.

ೃ⁀➷ bersambung.

Menjadi Setawar dan Sedingin | OdeyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang