Angin malam berembus, membawa udara dingin dan aroma asin air laut. Debur ombak yang menabrak karang bersahut-sahutan, disaksikan bulan yang bersinar terang. Pemandangan malam di pantai itu sangat indah, seperti dalam lukisan.
Namun Jooyeon tidak bisa menikmati keindahan itu. Dia merasa dadanya seperti dicengkram. Sambil menatap air laut yang bercahaya memantulkan sinar bulan, air asin ikut menggumpal di pelupuk matanya. Bersamaan dengan ombak yang menabrak karang, air mata jatuh membasahi pipi Jooyeon. Lama-lama semakin deras, hingga berubah menjadi isakan pelan.
Pertanyaan Seungmin barusan menghantuinya.
"Emang lo siap ngelepasin kita?"
Tidak. Jooyeon ingin berteriak bahwa dia tidak siap. Dia tidak akan pernah siap melepaskan Seungmin, melepaskan mereka yang telah diperjuangkan bersama selama lima tahun ini. Bukannya Jooyeon tidak ingin terus berjuang, tapi dia sudah lelah.
Keluarga Seungmin adalah konglomerat. Jooyeon tidak tahu itu sampai tahun kedua mereka berpacaran. Seumur hidupnya, Seungmin tidak pernah merasakan hangatnya keluarga. Dia menemukan kehangatan itu dari Jooyeon dan keluarganya yang menerima Seungmin dengan tangan terentang lebar. Karena itu Seungmin rela melepaskan apapun untuk Jooyeon, tapi keluarganya tidak dapat memahami itu. Jooyeon dianggap sebagai pengaruh buruk yang membuat Seungmin jadi pembangkang.
Jooyeon memeluk lutut, menggigit bibirnya untuk menahan tangisnya yang semakin kencang. Angin malam membuat sekujur tubuhnya terasa membeku. Dia hanya memakai piyama tipis dan tidak sempat berpikir untuk membawa jaket saat keluar tadi.
Tiba-tiba bahunya terasa hangat. Jooyeon mengangkat kepala dan menemukan Seungmin yang menyampirkan mantel ke bahunya.
"Nanti masuk angin," ucapnya, kemudian dia duduk di sebelah Jooyeon. Hangat tubuh Seungmin dan mantel di bahunya mengusir hawa dingin yang membekukan.
"I love you, from this place, to that moon, and never back again," ucap Seungmin kemudian. Jooyeon tidak sanggup membalasnya, justru isakannya tambah keras. Seungmin buru-buru menariknya ke dalam pelukan yang hangat dan dalam.
"Hei, it's fine. Aku di sini, aku nggak ke mana-mana."
"Aku nggak siap," ucap Jooyeon di sela isakannya, "aku nggak mau kehilangan kamu."
"Neither am I. Kita hadapi ini sama-sama ya? Kayak sebelumnya. Kita baik-baik aja selama kita masih sama-sama. Everything will be fine," Seungmin berbisik di telinga Jooyeon. Menariknya lebih dekat, berharap semua perasaannya dapat tersampaikan lewat pelukan itu. Jooyeon membenamkan wajahnya di bahu Seungmin, membatinkan harapan yang sama.
Pada bulan yang menjadi saksi, pada ombak yang menari dengan damai, dan pada angin malam yang membawa aroma asin air laut; Seungmin berharap mereka akan baik-baik saja, karenaㅡ Tuhan, dia tidak sanggup jika benar-benar kehilangan Jooyeon.
"Kamu beneran nggak bakal ninggalin keluarga kamu 'kan?" tanya Jooyeon tiba-tiba setelah tangisnya mulai mereda. Seungmin hampir menghela napas, sepertinya dia memang tidak akan pernah bisa kabur dari perbincangan ini.
"Kalo itu yang kamu mau, aku nggak akan ke mana-mana. Tapi aku nggak mau mereka nyakitin kamu lagi," ucap Seungmin.
"Karena itu, aku mau berjuang lebih keras lagi. Aku bakal tunjukkin ke keluarga kamu kalau aku layak, aku bisa bikin kamu bahagia."
"Of course, of course you are. Kamu lebih dari layak, kamu sempurna, kamuㅡ"
"Oke, oke. Aku ngerti, stop di situ." Jooyeon tertawa kecil. Seungmin ikut tersenyum. Dia menarik diri sedikit dan mendaratkan ciuman singkat di puncak kepala Jooyeon.
"Aku nggak akan ninggalin kamu, jadi jangan ke mana-mana ya? Jangan kayak gini lagi, aku nggak bisa bayangin hidup tanpa kamu."
"Ew, cheesy." Jooyeon mengerutkan hidung, sepertinya dia sudah kembali menjadi dirinya yang biasa. Lalu dia merogoh saku celananya, sambil tersenyum dia memberikan gantungan kunci yang dibelinya tadi sore. "I love you, to that Moon, back to Earth, and sky-rocketed to Andromeda."
Seungmin tercengang, kemudian dia tergelak. Diterimanya gantungan kunci itu dengan senyum lebar. "Bagus banget. Kapan kamu beli ini?"
"Tadi sore. Aku lihat ini di toko suvenir dan kepikiran kamu," jawab Jooyeon. Seungmin mengeratkan pelukannya dan menggenggam gantungan kunci itu.
"I don't know about galaxies, but I'm sure they're not as big as my love for you."
"Stop with these cheesy 'I love yous'."
"Lho, kenapa? I love you."
Jooyeon hanya menjawab dengan tawa pelan. Hening yang menyusul setelahnya adalah hening yang menenangkan. Mereka tetap dalam posisi itu selama beberapa saat. Menikmati kehadiran satu sama lain, menikmati detak jantung yang berdegup seirama, sambil memandangi lautan yang terasa berkali-kali lipat lebih indah dari sebelumnya.
"Hatchii!"
Suara bersin Jooyeon mengejutkan mereka berdua. Seungmin melepaskan pelukannya dan membungkus Jooyeon lebih erat dalam mantelnya.
"Oke, udah cukup. Sekarang kita balik ke hotel sebelum kita berdua nggak bisa bangun besok."
Jooyeon mengangguk dan mereka kembali ke hotel sambil merangkul satu sama lain.
ೃ⁀➷ bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Setawar dan Sedingin | Odeyeon
Fanfiction[bxb; o.de x jooyeon; drama, romance, hurt/comfort; mini-series] Jalan yang mereka lalui mungkin bukanlah jalan berbunga dan tidak akan selalu semulus yang dibayangkan. Tapi selama mereka masih bersama, masih mencintai satu sama lain sama besarnya...