“Makasih, Mbak.”
Syafa menatap sekitar. Meskipun bukan untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di sini, setiap sudut ruang ini masih tetaplah asing untuknya. Suasana yang mungkin tidak akan pernah dirinya rasakan di rumah.
“Na, udah. Kita mau belajar, tapi ini makanannya banyak banget. Nanti yang ada Kayla nggak fokus,” ucap Syafa.
“Apa? Kayla lagi, Kayla terus.” Pemilik nama menyahut tidak terima.
“Nggak apa-apa.” Khasna tersenyum di akhir kata, membentuk sabit yang semakin menambah kadar cantik dalam dirinya.
Mereka bertiga pun mulai belajar bersama. Lusa sudah ujian, tetapi buah kebandelannya mengikuti Kayla, masih terdapat beberapa materi yang benar-benar tidak Syafa pahami. Memiliki teman pintar, saleha, dan baik, itulah sebabnya Syafa berada di sini, mengajak Kayla sekaligus. Dia ingin lulus bersama-sama.
“Ini gimana, sih, maksudnya, Na?”
Usai pertanyaan itu terlontar dari mulut Syafa, seketika Khasna menjadi sosok yang sangat mengagumkan. Dengan perlahan-lahan penuh dengan kesabaran dia menjelaskan, lantaran Syafa yang tidak langsung paham jika hanya dijelaskan sekali saja. Lagi, Khasna menjelaskan hingga Syafa paham.
Sebagai wanita, bahkan Syafa sangat kagum melihat temannya yang satu ini. Seolah tidak ada celah bagi dirinya mengatakan lebih baik dari Khasna. Akan tetapi, semoga ada celah untuknya mendapatkan Gus Alkaf. Tidak ada yang tidak mungkin bukan? Syafa akan terus berprasangka baik terhadap-Nya.
Jika takdir Tuhan menuntunnya bertemu dan mengenal salah satu makhluk ciptaan-Nya, Syafa yakin pasti ada hal baik meski yang tampak jelas hanyalah rasa sakit. Ya, rasa sakit yang dirinya ciptakan sendiri lantaran terlalu dalam berharap.
“Assalamu’alaikum.” Sebuah salam menghentikan aktivitas mereka.
“Gus Alkaf,” ucap Kayla.
“Boleh saya bergabung di sini?” Gus Alkaf dengan tangan yang membawa buku-buku bertanya demikian.
“Oh, boleh banget, Gus. Sekalian ajarin aku.” Dengan senang hati Kayla mempersilakan.
Gus Alkaf lantas terduduk di sebelah Syafa dengan jarak yang ada. Mereka belajar bersama untuk ujian. Lebih tepatnya Syafa dan Kayla yang belajar dari kedua orang itu. Beruntungnya Syafa si tidak taat aturan bertemu teman yang berada di jalan yang lurus.
Untuk beberapa saat Syafa tidak fokus. Baru kali ini dirinya melihat Gus Alkaf lebih banyak bicara. Dia terlihat keren berkali-kali lipat dari sebelumnya. Bahkan, untuk sepersekian detik Syafa tidak berkedip.
“Idaman banget,” celetuk Syafa tanpa sadar.
“Al-Khawarizmi, Syaf?” tanya Kayla memastikan. Pasalnya mereka sedang membicarakan Al-Khawarizmi, seorang matematikawan Muslim.
“Ah, iya. Idam … ah, maksud aku hebat banget.” Syafa meralat ucapannya.
“Kirain Gus Alkaf,” celetuk Kayla.
“Oh, kali itu, sih, emang iya. Banget. Iya nggak, Gus? Kok, bisa pinter banget. Kamu juga, Na. Cocok deh.” Syafa berucap sembari tertawa canggung. Padahal dalam hatinya mengatakan lebih cocok dengan dirinya sendiri. “Aku boleh pinjem toiletnya, Na?” tanya Syafa selanjutnya dan diangguki oleh Khasna. Syafa pun bergegas menuju kamar mandi. Dia sedikit berlari menuju ke sana.
“Syafa, fokuslah.” Syafa merutuki dirinya sendiri tepat setelah memasuki kamar mandi. “Tapi, ya, gimana. Emang keren banget. Idaman.” Usai mengatakan itu, Syafa mengambil cermin kecil dalam saku roknya dan merapikan kerudung.
Syafa menepuk-nepuk pipinya sendiri. Sadar. Itu kata yang berulang kali Syafa ucapkan. Berada di satu ruang dalam waktu yang lama dengan Gus Alkaf bisa membuat jantungnya tidak baik-baik saja lantaran berdegup abnormal.
“Syaf?” Seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan memanggil namanya.
***
“Bisa rontok rambut aku, Syaf! Susah banget!” keluh Kayla usai keluar dari ruang ujian.
“Ketika tukang nyontek dipaksa harus mandiri,” sahut Syafa dengan cepat.
“Ngeselin, ya!”
Tidak berselang lama setelah itu, Khasna keluar dari ruang ujian sebelah. Bahkan Khasna yang pintar pun keluar dengan raut muka yang tampak sedikit frustasi. Berbeda dengan Kayla yang frustasi sekali. Syafa, dia mencoba melupakan soal-soal yang membuatnya pusing itu. Baginya, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Dia tidak akan bisa merubah yang telah berlalu, tetapi dia bisa memperbaiki yang selanjutnya.
“Gimana, Na?” tanya Kayla.
“Alhamdulilah, lumayan, ya.” Khasna terkekeh di akhir ucapannya. “Aku pulang duluan, ya,” pamit Khasna. Dia tampak tengah buru-buru.
“Mau ke mana?” Dengan raut datar, kini giliran Syafa yang bertanya.
“Ada acara keluarga, Syaf.” Khasna menjawab seiring munculnya seseorang di belakang sana. Seseorang yang sudah sangat tidak asing di mata Syafa. Khasna yang membelakangi pun tidak melihat.
“Sama Gus Alkaf, ya?” Pertanyaan Syafa membuat mata Khasna terbelalak. “Gus Alkaf udah nungguin tuh, di belakang kamu,” lanjutnya.
“Jangan sampai habis surat keterangan lulus keluar langsung keluar juga surat undangan,” celetuk Kayla sembarangan.
“Aku juga pulang duluan.” Usai itu, Syafa melenggang pergi. Kakinya melangkah semakin cepat saat berada di dekat Gus Alkaf. Dia melewati Gus Alkaf begitu saja, tanpa ada sapa.
BERSAMBUNG
Halo, semuanya. Terika kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca Istauda'tukallah. Ambil baiknya dan buang buruknya.
Tegal,
11 Mei 2023
@najwawafzh_
KAMU SEDANG MEMBACA
Istauda'tukallah
Fiksi RemajaIstauda'tukallah. Aku menitipkanmu kepada Allah. Menitipkan segala rasa yang seharusnya tak hadir meski sekadar singgah. Akan tetapi, realitasnya rasa itu menjelma menjadi tuan dalam relung yang telah lama tak bertuan. Gus, mengagumimu layaknya menj...