"Jadi, pada dasarnya dia bebas. Maksudku, dia tidak akan dipenjara." Jelas Nam pada Freen saat mereka berjalan kembali menuju mobil. "Dia diharuskan untuk mulai menemui terapis dan beberapa dokter khusus lain, tapi hanya itu saja. Mereka mengatakan dari hasil otopsi pamannya, terlihat jelas bahwa pistol itu meleset. Dia pasti mencoba untuk merebutnya dari pamannya dan menarik pelatuknya secara tidak sengaja.
"Sial." Freen menggigit bibirnya, meluncur ke bagian belakang mobil.
"PiFin." Rebecca bersenandung bahagia, merangkak ke bagian belakang truk Nam dan bergeser ke samping Freen. Kelima gadis itu memutuskan untuk pergi makan malam untuk merayakan pembebasan Rebecca. Freen merasa sangat senang.
Noey duduk di bagian belakang mobil di sebelah Rebecca, dengan Kade dan Nam duduk di depan. Nam mengedipkan matanya pada Freen melalui kaca spion depan, membuat pipi Freen memerah ketika ia menyadari bahwa Rebecca duduk di pangkuannya.
"Hai." Rebecca tersenyum lebar, wajahnya hanya beberapa senti dari dari wajah Freen. Dia seperti tidak peduli bahwa ada tiga orang lain di mobil yang sedang memperhatikan mereka.
"Hai." Freen terkikik, merasakan sensasi kupu-kupu yang sudah terasa tidak asing lagi di dalam perutnya. Rebecca tiba-tiba mencondongkan tubuhnya, mencium Freen dengan cepat dan kemudian berbalik untuk memastikan semua orang telah melihat mereka.
"PiFinku." Umumnya bangga. Freen terkejut dengan ciuman itu, dan beberapa saat kemudian bibir Rebecca kembali menempel pada bibirnya. Kali ini Freen membalas ciumannya dengan lembut. Dia merasakan Rebecca tersenyum di bibirnya dan mau tidak mau dia melakukan hal yang sama. Ketika ciuman itu terlepas, wajah Freen memerah karena dia merasakan semua mata tertuju padanya.
"Menjijikkan." Noey bergumam pelan, memberikan seringai jahil kepada Freen melalui cermin. Freen mendorongnya penuh canda, yang membuat Rebecca terkikik. Noey bergerak untuk mendorong Freen kembali, tetapi Rebecca melemparkan dirinya di antara mereka untuk menghentikannya.
"Bersikaplah yang baik." Rebecca mengangguk sekali, menggenggam tangan Noey dan menjauhkannya. Noey menaikkan alisnya.
"Jadi Freen boleh memukulku tapi aku tidak boleh memukulnya balik?" dia dan Freen bertukar pandang. Freen tertawa terbahak-bahak.
"Iya. Bersikap baiklah." Rebecca melepaskan tangan Noey dan bergeser ke sebelah Freen. Noey memutar matanya dengan gemas.
Begitu mereka sampai ke tempat pizza, Rebecca menarik Freen keluar mobil dan praktis menyeretnya ke dalam restoran. Mereka mengambil meja besar di bagian belakang, di mana Rebecca bersikeras untuk duduk di sebelah Freen. Seolah-olah para gadis itu ingin agar mereka duduk terpisah satu sama lain.
"Kita pesan apa?" tanya Kade, membalik daftar menu untuk meneruskan membacanya. Rebecca mengerutkan alisnya dan mengulurkan tangan ke seberang meja, mengambil menu milik Kade dan menaruhnya di atas menunya sendiri.
"Pizza." Dia mengangguk sekali, menunjuk pada gambar di menu dan tersenyum bangga. Empat gadis lainnya bertukar pandang dan mengangkat bahu, berpikir bahwa pizza adalah satu-satunya yang mereka butuhkan. Pelayan datang dan mengambil pesanan mereka, memberikan perhatian ekstra kepada Freen sepanjang waktu.
Sekarang mungkin Rebecca agak spesial, tapi dia tidak bodoh. Dia melihat pelayan itu mengedipkan mata pada Freen dan langsung beringsut mendekat pada Freen. Pada saat pelayan itu mengumpulkan menu mereka dan meninggalkan meja, Rebecca berada di pangkuan Freen.
"Kamu sedang apa?" Freen terkekeh, merangkulkan lengannya di tubuh Rebecca. Gadis yang lebih kecil itu melotot pada pelayan yang melintasi restoran dan Freen mengikuti arah pandangnya, menyadari maksudnya.
"Dia?" tanya Freen, menaikkan sebelah alisnya. Rebecca menatapnya, kekhawatiran tampak jelas pada raut wajahnya. Hal ini hanya membuat Freen tertawa dan menggoyang kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YELLOW - Freenbecky
FanficBuku pertama dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Yellow → camren yang ditulis oleh @txrches. Freen Sarocha Chankimha membenci Rebecca Patricia Armstrong, se-sederhana itu. Bagaimana tida...