1. Raya dan Serenada

114 14 5
                                    

Hai!!! Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai!!!
Happy reading.

Hai!!! Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cakrawala tampak mulai sendu. Cahaya jingga mendominasi, mengiringi waktu sore yang tinggal beberapa jam lagi. Raya--gadis berambut sebahu--tengah menikmati sore dengan menyuap nasi goreng yang berada di mejanya sembari menatap keluar jendela kantin FEB.

Sesekali tangan kirinya menjamah ponsel, untuk mengecek notifikasi pesan grup dari himpunan mahasiswa yang diikutinya. Kadangkala mulutnya yang penuh nasi itu berdecak menatap pesan dari sang Ketua Himpunan yang masih saja tak berhenti mengetikkan pesan untuk membahas acara amal fakultas.

"Gue masih heran sama nih manusia. Perasaan tadi ngomong tiga jam nggak ada jeda, lah sekarang masih aja nyerocos di grup wa. Udah cocok lo jadi DPR!" gerutu Raya sembari menatap layar ponselnya seolah memaki sang Ketua himpunan.

Setelah meletakkan ponselnya begitu saja, ia memutuskan untuk kembali melahap makan siangnya, atau mungkin bisa dibilang ini adalah sarapannya. Karena ini adalah makanan pertama yang masuk ke lambung Raya hari ini.

"Emang terkutuk tuh si Marvin, ngadain rapat pas jam makan siang. Mana pagi kelasnya Pak Nico."

"Eh, Raya. Lo cosplay jadi orang gila apa gimana?" Raya terhenyak saat tiba-tiba sesosok gadis berambut panjang dengan memakai rok sepaha dan atasan sweater tengah berdiri di depannya. "Ngomong sendiri aja dari tadi gue rasa."

Raya mendengus sembari menatap gadis itu yang kini mendudukkan diri di depannya. Gadis bergigi kelinci yang kehadirannya tak membuat Raya terkejut lagi. Dia Attaya Viona, sahabatnya semenjak menjadi mahasiswa baru. Dan mungkin Attaya adalah satu-satunya teman yang ia punya selama dua puluh tahun hidupnya. Jika Attaya adalah sosok yang sering berpakaian feminim lain halnya dengan Raya yang suka berpakaian seadanya dan sedikit lebih tomboy.

"Mending lo diem, Ta!"

"Aya!" seru Attaya dengan nada keras, hingga menampakkan gigi kelincinya. "Gedeg gue lo panggil gue Ata mulu. Lo kata gue Atta Halilintar?!"

"Bukan, sih. Lo Ata kesambar petir," cibir Raya tanpa ekspresi.

"Sialan!"

Memang sudah kebiasaan bagi Raya memanggil nama gadis itu dengan berbeda. Karena dia yang tak terima selalu memanggil nama gadis itu dengan sebutan 'Aya', yang ejaannya hampir mirip dengan namanya.

Two SerenadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang