CHAPTER 7

507 46 3
                                    

"Waktunya mencari mangsa." gumamku dalam hati dengan membuat status di aplikasi biru ini.

"Halo semuanya, ada yang mempunyai hajat ingin menjadi orang kaya tanpa lelah bekerja, mari gabung kerja sama dengan saya, only inbok ya, trims!"

Itulah yang aku posting disebuah laman grup khusus 'orang-orang miskin' mungkin dengan ini aku bisa cepat meraih tergetku.

Lama tak ada notifikasi akhirnya aku putuskan untuk berbenah baju-baju ku sebelum malam tiba.

**

"Amar, kamu dimana?"

Sepertinya anak itu tengah bermain didalam kamarnya, hingga lupa hari sudah menjadi petang.

Kriet..

"Amar?"

Anak lelakiku sedang asyik menonton film tanpa cahaya sedikitpun dikamarnya. Aku mencari-cari saklar agar aku bisa menyalakan lampunya.

Klek.

"Jangan gelap-gelapan, nanti minusnya bertambah." aku menyambanginya yang masih terfokus pada laptopnya.

Amar masih terdiam dengan beberapa kali mencari film yang akan ia tonton.

"Abis nonton film apa?"

Mata Amar langsung meraih netraku, pupilnya kini membesar. Ia menutup laptopnya.

"Seorang ibu psikopat yang tega merenggut nyawa anak-anaknya."

Deg, ini sepertinya kisah nyata ku namun aku tak mengklaim bahwa aku seorang psikopat jahat.

"Itu kan cuma film." aku terkekeh-kekeh.

"Pasti kisah nyatanya ada, kalo tidak ada bagaimana film ini bisa muncul." Amar terlihat sangat penasaran dengan film konyol yang ia tonton barusan.

"Tidak semua film dari kisah nyata, ada beberapa film dari halusinasi sang penulis cerita itu."

Amar kembali membuka laptopnya, dan menunjukkan film tadi, dan ternyata bertulis Based True on Story.

Mataku mendelik, Amar tidak aman untuk situasi ku saat ini, bisa jadi ia membongkar tabiat burukku.

Aku pergi tanpa basa-basi, aku sangat yakin Amar akan mencari tau semuanya tentang buku itu apalagi jika ia telah berhasil membacanya, aku yakin kakek Janu akan menjadi orang pertama yang akan Amar tanyakan jika Amar masih penasaran.

**

Aku kembali membuka gawaiku, dan ternyata banyak sekali pesan masuk setelah kutinggalkan beberapa waktu.

"Bagus, akhirnya banyak juga yang penasaran."

Semuanya kubuka dan kubalas satu persatu, hingga aku terfokus pada akun bernama Narti.

Aku bertanya tentang keberadaan nya sekarang ternyata memang tak jauh dari komplek ini. Aku akan mencobanya dengan si pemilik akun Narti ini.

"Besok ya Bu, datang kemari, nanti saya sharelok." balasku, mengakhiri percakapan dengan men-share lokasiku saat ini.

**

"Bu, ini Supri."

Langit sudah berubah menjadi gelap dan Supri baru tiba di rumahku.

"Cepetan Bu."

Aku segera membuka pintunya dan terlihat Supri mandi keringat dimalam ini.

"Kamu kenapa? kamu sendirian?"

Tak menjawab sepatah kata apapun, Supri langsung menutup pintu dan terduduk lemas di lantai.

"Abis dikejar-kejar orang gila, tapi kakinya ngga nyentuh tanah."

Aku terkejut dibarengi Amar yang datang dari arah belakang.

"Kenapa pak? ada apa?"

Supri masih terengah-engah, keringatnya basah sampai membasahi kaus yang ia kenakan, aku mengambil air putih agar dapat menenangkan Supri.

"Coba ceritakan, kenapa bisa dikejar-kejar."

Akhirnya Supri mencoba menceritakan kejadian tadi, sedikit terkejut dan takut karena hal yang aneh menimpa Supri.

"Mirip pak Hamdi, Bu." ucap Supri pelan.

Aku menggeleng kasar. Tidak percaya jika mas Hamdi terus meneror keluarganya dan orang terdekatnya.

"Mana mungkin Ayah gentayangan." sahut Amar.

Aku mencoba menelaah, apa mungkin mas Hamdi akan meneror ku terus menerus walaupun aku sudah berpindah-pindah tempat tinggal.

Aku kembali duduk dan mengingat apa yang Supri ceritakan tadi.

Bruk!

THE DEVIL OF MOM 2 [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang