Angin sepoi-sepoi menyejukkan area kamarku yang masih sangat berantakan.
"Ibu memang sudah aneh, sejak kematian ayah, ibu seperti merasa sangat puas."
Aku merebahkan tubuhku yang memang sudah sangat lelah sedari pindahan dari rumah lama. Rumah ini hampir sama dengan rumah lamaku dulu, namun ini lebih besar dan sedikit menakutkan menurutku.
Kriett..
"Ndan, ini kopermu masih tertinggal satu." Pak Supri yang sedari awal membantuku memindahkan barang-barang milikku.
"Oh iya pak, taro aja."
Tanpa menjawab apapun, pak Supri pergi serta menutup kembali kamarku. Angin semilir dari jendela yang dengan kibasan gorden yang mencuri pandanganku.
Aku bangkit lalu menatap luar kamar dari jendela ini. Tak ada yang aneh menurutku, tapi aku masih merasa asing ditempat ini.
"Percuma saja rumah besar, tapi hanya aku dan ibuku disini, rasanya tetap membosankan."
Aku berniat untuk pergi keluar dan duduk diteras rumah.
Kriett..
Aku berjalan sendiri dilorong yang menurutku cukup panjang, hingga akhirnya aku mendapati ibuku tengah berada di kamar pojok jauh dari kamar-kamar yang lainnya.
Aku mendekat dengan perlahan-lahan, ibu terlihat seperti orang berdoa dengan mulutnya yang tak berhenti berkomat-kamit.
"Rupanya ibu lupa menutup pintunya dengan rapat?"
Aku masih memperhatikan secara diam-diam, dan aku tersadar sekarang, sepertinya ibu tengah menjalani ritual dari buku kuno itu.
"Ritual ghaib itu?"
Aku masih belum paham tentang isi buku kuno yang pernah menjadi hal yang di perebutkan antara aku dan ibuku, karena aku tak bisa membacanya dengan jelas, namun aku yakin ini ritual yang bertolak belakang dengan Tuhan.
Masih fokus pada ibuku, kini ia bangkit lalu berdiri, aku segera mundur perlahan agar tak terpojok oleh ibuku.
Kini aku pergi menjauh sebelum ia mengetahui bahwa aku tengah mengintipnya.
"Tidak beres ini."
Aku masih berada dilorong ini hingga akhirnya, aku tiba berada di ruang tamu yang sangat luas.
"Aku harus gimana?"
Aku duduk disebuah sofa yang memang ibu bawa dari rumah lama. Masih melamun karena ibuku tadi, berharap aku bisa mempergokinya disaat waktu yang sama.
"Amar?"
Ternyata ibuku sudah selesai sedari tadi, beruntung aku segera pergi hingga ia tak melihatku.
"Kenapa Bu?"
"Ibu pesan makanan kenapa belum sampai juga ya?"
Ibu duduk tepat di tepiku, dengan terus meng-klik ponsel miliknya. Aku berusaha ingin bertanya-tanya tentang hal tadi, namun hal apa yang harus kutanyakan untuk menjadi pertanyaan pertama?
"Bu?"
"Kenapa Amar?"
"Itu mau tanya sesuatu Bu."
Namun, semuanya teralih pada motor yang berhenti didepan gerbang.
"Bentar ya, makanan sudah sampai."
Ibuku beranjak dari tempat duduknya lalu pergi menuju si pengantar makanan tadi.
Akhirnya aku mengurungkan niat untuk bertanya, hingga akhirnya aku menemukan bukti lebih nyata lagi.
"Ayo makan dulu, ibu sudah lapar."
**
"Nanti, kita beresin semuanya, pak Supri juga bakal tidur disini." ibu melahap ayam yang dipesannya dengan terus berbicara.
"Ngapain tidur disini?"
"Iya, dia bakal bantu beres-beres sampai 3 harian, nanti dia juga yang bakal cari Mbak pembantu baru buat kita." imbuhnya.
"Sekolahku bagaimana?"
"Nanti kamu disekolahkan dekat sini aja, banyak kok anak-anak seumuranmu disini." ungkapnya.
Kuhela napas kasar, "Ribet, harusnya kita tidak perlu pindah juga Bu."
"Kamu tinggal nemenin ibu aja, gitu doang sampe bilang ribet." timpal ibuku.
Akhirnya aku putuskan untuk menyelesaikan makananku, karena berdebat dengan ibu hanya akan membuang waktu saja dan tak menemukan jalan untuk menang dalam berdebat.
**
"Nanti malam kesini ya Supri, tidur disini."
Ibu tengah menelepon Pak Supri, agar bermalam disini. Ibu masih duduk santai dengan ponsel yang tak tertinggal di tangannya.
Aku putuskan untuk menonton film didalam kamar. Perlahan kubuka laptop milikku dengan menonton film genre horor.
"Aku nonton ini saja, seperti nya menarik."
Sinopsis film ini menceritakan tentang pengabdian seorang wanita kepada makhluk halus hanya untuk mendapatkan uang serta kenikmatan dunia namun semuanya berbanding terbalik, hanya kesengsaraan setelahnya.
Hampir setengah jam lebih aku menontonnya, hampir sama seperti musibah yang ku alami sekarang. Namun aku masih ingin berpikir positif kepada ibuku.
Akhirnya aku putuskan untuk berhenti menontonnya, karena aku yakin ada hal yang memang tidak diinginkan setelah mendapatkan kenikmatan itu.
"Ini kan cuma film, tidak akan ada di dunia nyata."
Aku masih terus berpikir positif, namun buku kuno itu kembali menghantui pikiranku, dan kakek Janu yang masih belum aku ketahui asal usulnya sampai sekarang.
Yang kutahu, kakek Janu hanya kenalan ibuku selama ibu masih bekerja diluar kota bersama ayahku dulu hingga sampai sekarang ia masih manjaga komunikasi dengan kakek Janu.
Namun, sekarang berubah 180 derajat, kakek Janu yang kukenal sekarang berbeda tak seperti ketika diluar kota dulu.
"Hal apa yang harus ku awali mulai sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL OF MOM 2 [ ON GOING ]
FantastiqueMari menguak sisi kelam dari Judul pertama THE DEVIL OF MOM yang sudah selesai. Ada sisi ganjil dari judul sebelumnya yang belum terungkap secara jelas. Mari kita temukan sisi ganjil di judul kedua ini. Selengkapnya ada di cerita.