hari, bulan dan tahun berganti. setelah kematian sang ibu, jeno membawa keluarga nya untuk pindah ke rumah utama.rumah besar yang jarang jeno kunjungi beberapa tahun terakhir karena disibukkan dengan pekerjaan, kini menjadi rumahnya. meski jisung menolak untuk pindah tapi jaemin membujuk dan berhasil membuat anak itu mau.
ini tahun ketiga mereka tinggal dirumah utama itu. jisung yang kini sudah lulus dan melanjutkan kuliah, logan kecil yang berusia tiga tahun, jeno yang mengurus perusahaan sang ayah dan jaemin yang kini memiliki toko kue sendiri.
seperti pagi biasanya, keluarga itu diributkan dengan suara tangisan logan karena kejahilan ayah dan kakaknya. jaemin yang sedang memasak itu memutar bola matanya malas, selalu saja seperti ini.
"huwaaa naaaa!!" tangisan itu semakin keras. jaemin mau tak mau meninggalkan acara memasaknya, menyuruh maid rumah untuk melanjutkannya.
Jaemin berjalan menuju meja makan, terdapat kedua pria yang berbeda usia itu tengah mengetawakan pria kecil yang kini menangis.
"dih malah teriak, aduan ah. jangan diajak main lagi aja, yah." ledek jisung, menatap sang ayah lalu adiknya bergantian.
"iya, jangan diajak."
"hiks ja haattt.." logan menaruh wajahnya mungilnya pada tumpukkan tangan diatas meja. masih terisak kecil dengan punggung yang bergetar.
"duh kasian ini anak ayah. ayah bercanda, nak. nanti kita main ya, jangan ajak kak jisung." Ucap jeno yang kini beranjak dari duduknya, mendekat kearah logan dan menggendongnya.
Jaemin yang tadinya ingin marah dan mendekat menghentikan langkahnya untuk melihat apa yang terjadi kedepannya.
"iya hiks kak icung ndak diajak." lirih logan, menaruh kepalanya pada leher sang ayah.
"ya sudah, nanti kakak pergi bersama buna saja. berdua." kata jisung yang kembali memakan makanannya.
"ndak boleh!" logan menatap jisung dengan tatapan tajam, tapi kakaknya itu malah menatapnya gemas.
"ya terserah kakak, kalau bisa bertiga. Adek gak diajak." kan, jaemin yang dengar itu cuma bisa nepuk jidat. Anak sulungnya itu tidak ada hentinya untuk menjahili sang adik.
"kak icung yang ndak ucah!" ucap logan yang kini menatap wajah sang ayah, memegang pipi pria tampan itu lalu
"nanti kita pelgi beltiga saja, kak icung ndak ucah diajak." bisik logan, jeno mendengarnya tersenyum. sebenarnya bukan bisikan tapi kaya orang yang emang ngobrol biasa, bedanya anak itu menaruh bibirnya pada telinga sang ayah.
"kak icung dengan coco saja ya, ayah?" jeno mengangguk, mengecup kedua pipi logan gemas. sementara jisung dan jaemin tertawa kecil. ah ya, coco itu anjing kecil berwarna coklat milik jaemin.
Jaemin mendekat, sebelum duduk disebrang jisung si manis sempatkan untuk menyentil pelan kening si sulung.
"buna!" adu jisung, jaemin menatap jisung malas. padahal pelan itu.
"lebay banget, padahal pelan."
"pelan menurut buna, tapi di aku nggak." jaemin mendengus, menatap jisung.
"lagian kamu, sudah tau adiknya itu gampang menangis. kenapa di jahilin terus, kamu juga jen." Ucap jaemin yang kini mengalihkan pandangannya pada jeno yang kembali duduk.
"naaa!" panggil logan, merentangkan tangannya.
Jaemin tersenyum, mengambil logan untuk ia pangku.
"nen!" pinta si bungsu, jaemin mendengus pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
hurt, nomin ft jisung [✓]
Fanfictionsudah terlalu kecewa dan marah, membuat jisung enggan untuk mendengar kan cerita sang buna.