Udara dingin diluar membuat jaemin meringkuk memeluk perut besarnya, air matanya sesekali keluar. kenapa jisung begitu berbeda, membencinya hingga tega berbuat seperti ini.
dorongan jisung pelan namun mampu membuat jaemin meringis, perutnya sedikit sakit. Jaemin yang lelah pun memilih untuk tidur, membiarkan udara dingin menerpa tubuhnya asal kedua bayinya tak apa karena ia peluk erat.
paginya jaemin sedikit terusik saat mendengar suara jisung memanggilnya, mengerjap pelan setelahnya berusaha untuk bangkit namun sulit bahkan jisung hanya diam melihat.
Jaemin berjalan pelan kearah jisung, berusaha menjelaskan agar sang anak tidak semakin salah paham tentang dirinya.
Entah dirinya yang lemah atau jisung yang mendorongnya kencang, tubuh jaemin terjatuh dengan perut yang lebih dahulu menyentuh lantai. Jaemin berteriak, perutnya sangat sakit.
Jaemin menangis, Jisung diam tanpa mau membantu. Setelahnya suara jeno terdengar, jaemin lihat jeno menatapnya khawatir dengan cepat menggendong tubuhnya menuju mobil
"tahan sayang" lirih jeno, fokus menyetir dengan satu tangan yang kini memegang tangan jaemin
"jangan marah dengan jisung" jeno diam, enggan menjawab.
"jeno"
"bertahan sayang"
Jaemin memejamkan matanya, jisung memang keterlaluan tapi lagi lagi jaemin kembali memaklumi jisung yang salah paham terhadapnya.
saat sampai dirumah sakit pandangan jaemin mengabur dan mulai gelap, yang jaemin dengar hanya suara jeno yang memanggil namanya dan berteriak pada suster.
...
Jaemin mengerjap pelan, menyesuaikan lampu yang kini berada diatasnya. memandang kearah sekitar ruangan, ini dimana? batinnya.
"Jaemin?" Jaemin menoleh
"karin?" wanita itu tersenyum, mendekat kearah jaemin.
"sebentar aku panggil dokter" jaemin mengangguk pelan, pandangannya tearah pada perutnya.
"jeno dimana?" tanya jaemin pada wanita cantik di depannya
"pulang sebentar"
"anak aku gak apa apa,kan?" karina yang mengelus tangan jaemin terhenti, wanita cantik itu terdiam membuat jaemin bingung.
"sayang?" karina menghela nafas, untung istri kecilnya datang.
"permisi" bertepatan dengan sang dokter, sebelum winter mempersilahkan dokter masuk ia sudah memberi isyarat.
dokter yang mengerti tentu mengangguk.setelah di periksa dokter keluar dari ruangan jaemin, karina dan winter mendekat.
"kenapa gak jawab pertanyaan ku? anak ku baik baik aja, kan?" jaemin kembali bertanya, kedua wanita itu saling berpandangan.
"rin"
"ya, anak kau baik baik saja" jaemin mendengar itu tersenyum, mengelus perutnya
"tapi hanya satu. yang satunya tidak bisa diselamatkan karena benturan keras yang kau dapatkan tadi pagi"
deg
...
"Jen" panggil jaemin
Jeno yang sedang menuangkan air untuk jaemin menoleh. "ada apa, sayang?" jeno mendekat, menatap jaemin yang kini menatap keluar jendela dengan tatapan kosong.
"aku ini ibu yang buruk, ya? sudah dua kali gagal menjadi ibu. pertama jisung sekarang dedek bayi" tanya jaemin dengan pandangan kosongnya.
"na, kau ibu baik. sangat baik, mungkin tuhan sedang menguji keluarga kita"
"hiks.." jeno membawa jaemin kedalam pelukkanya, mengusap surai itu dengan lembut.
jaemin begitu merasa bersalah atas kematian sang anak. lagi lagi ia lalai sebagai seorang ibu.
lusa jaemin sudah diperbolehkan pulang, mereka tidak pulang ke rumah tapi ke rumah karina. sepupu jeno itu yang meminta, takut jika jaemin bertemu jisung.
meski jaemin awalnya menolak, namun jeno setuju dan mengatakan demi kebaikkan dirinya juga.
selama seminggu lebih dirumah karina, jaemin tidak merasa kesepian karena anak gadis karina menemaninya. gadis itu juga bercerita bertemu dengan jisung saat kejadian jaemin terjatuh, ia bertemu jisung sore lalu menatap pemuda itu dengan tajam.
ningning, namanya. gadis itu begitu senang saat jaemin tinggal dirumahnya. ia jadi memiliki teman, senang saat melihat perut jaemin yang mengemaskan menurutnya. gadis itu juga akan membawa makanan untuk jaemin saat pulang sekolah, yang cocok saja untuk ibu hamil seperti jaemin.
setelah seminggu berlalu itu jaemin ingin kembali pulang ke rumah, hanya seminggu nanti ia akan pergi sampai anak keduanya lahir. untuk opsi terakhir jeno yang meminta, jika jisung masih tidak memiliki rasa bersalah terhadap jaemin.
Anak sulungnya itu sama keras kepalanya dengan jeno, jeno hanya ingin memberi pelajaran sampai jisung benar benar jera dan tentu menitipkan anaknya pada bibi kim dan paman shin.
...
Bohong jika jaemin tidak takut saat kembali ke rumah, melihat jisung dan kejadian itu kembali terulang. Jaemin juga sudah melihat gundukkan tanah yang didalamnya terdapat janin, anaknya.
semua sudah jaemin persiapkan, satu minggu atau hanya tiga hari saja.
Jaemin memohon pada jisung agar mengabulkan keinginannya dan berjanji akan pergi. Awalnya jaemin mendaparkan jisung yang terdiam kemudian mengangguk, jaemin memekik senang.
tiga hari itu, atau full sebelum ia pergi. jaemin merasakan de javu, kilasan saat keluarga mereka teringat membuatnya tersenyum kecil. Jisung diam menurut saja membuat jaemin senang bukan main.
malamnya saat mereka tidur, jaemin memandang wajah jisung yang terlelap memeluknya. menatap wajah jisung, mengelus surai jisung mengusap pipinya. Jaemin begitu senang saat jisung mau menuruti kemauannya, meski sebentar.
pukul lima, jaemin terbangun. menempel stick note yang ada tulisan untuk jisung, menempelnya di tempat yang akan jisung lihat. lemari, cermin dan lain lainnya. sudah jaemin siapkan sejak awal.
sebelum pergi jaemin berpamitan pada bibi kim, tanpa memberitau ingin pergi kemana. yang pasti ini tidak akan lama, ia janji akan kembali. si manis juga menitipkan jisung pada bibi kim, lalu pergi dengan jeno.
untuk ke dua kalinya, tapi kali ini dengan jeno dan alasan yang jisung akan mengerti setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
hurt, nomin ft jisung [✓]
Hayran Kurgusudah terlalu kecewa dan marah, membuat jisung enggan untuk mendengar kan cerita sang buna.