💫01. priority

15 3 0
                                    

"You're my priority."

🌼

Istirahat pertama di mulai, hampir semua murid di kelas berhamburan keluar—berniat membeli makan di kantin. Namun ada beberapa yang masih ada di kelas, sama seperti Shabira dan dua temannya.

"Ayolah Ra ke kantin, Lo Ngga bosen apa bertapa bareng novel yang Lo baca itu?" Salah satu temannya berucap. Alia namanya.

"Lo berdua aja deh, Gue mau baca novel. Nanggung nih cuma tinggal 145 halaman lagi," balas Shabira. Dia menunjuk novel yang ada di tangannya.

Fani—teman Shabira yang satunya membuka mulutnya, terlihat heran dengan balasan dari Shabira.

"Cuma 145 halaman Lo bilang?!" Dia bertanya tak habis pikir.

Shabira terkekeh melihat reaksi temannya. "Lo yang baca 5 halaman buku aja udah merasa banyak, mending diam aja deh."

"Sialan Lo!"

"Eh tapi Lo seriusan Ngga mau ikut ke kantin?" Alia memberi pertanyaan lagi.

Shabira berdecak. "Engga anjir! Ngeyel banget di bilangin, kenapa sih emangnya? Takut Gue kelaperan? Ututu so sweet-Nya bestie gadungan Gue ini."

Mendengar ucapan sahabatnya, Alia serta Fani sontak bergidik.

"Najis!"

"Nanti kalo pacar Lo nanyain gimana?" Sekarang giliran Fani yang bertanya.

"Ngga bakal, dia sibuk sama gebetan barunya." Shabira mengatakan itu tanpa beban, seolah yang baru saja ia katakan bukanlah hal penting.

Fani serta Alia menatapnya heran. Mereka memperhatikan gadis itu dengan intens, ada kemungkinan kalau otak shabira merosot ke perut, kan?

"Ngapain sih ngeliatin Gue kayak gitu? Suka Lo berdua sama Gue?" Shabira menegur.

"Dih amit-amit!" Fani bergidik. Alia juga melakukan hal yang sama.

"Gue tuh heran ya sama Lo, Lo kok bisa sesantai itu sih ngeliat pacar Lo tebar pesona kesana kemari? Engga gerah tuh hati?" Alia bertanya.

Selama hampir 2 tahun berteman dengan Shabira, dia sama sekali tidak pernah mendengar gadis ini mengeluh tentang Leon. Padahal pacar dari Sabrina ini sering banget genit ke siswi-siswi di sekolah ini.

Mungkin saja jika Leon adalah pacar Alia, sudah di pastikan gadis itu akan langsung memutuskan hubungan mereka—saking muaknya dengan Playboy cap sultan ini.

"Kalau gerah tinggal minum es teh sambil kipasan, gampang kan?" Shabira menanggapi pertanyaan dari Alia dengan santai.

Alia geleng-geleng kepala. "Fiks otak Lo merosot ke perut."

"Kebetulan otak Gue udah di donasikan jadi sekarang kepala Gue isinya kosong."

Alia sudah bukan heran lagi dengan kelakuan sahabatnya—tapi dia sudah benar-benar sangat heran. Kok bisa ada ya manusia sejenis Shabira?

"Udah deh Li, kita ke kantin sekarang aja, takutnya Ngga keburu." Fani berucap.

Alia mengangguk. Berbincang dengan Shabira saja sudah menghabiskan waktu sampai 5 menit lebih, sekarang istirahat hanya tersisa 10 menit lagi.

"Lo Ngga mau nitip sesuatu?" Alia bertanya pada Shabira.

Sekarang senyuman lebar hadir di bibir Shabira. "Nitip cireng dong."

"Kebiasaan! Lo sebenarnya Ngga mau di ajak ke kantin karena males jalan, kan?!" Alia menuduh. Dia melirik sinis Shabira.

"Itu Lo tau," jawab Shabira, gadis itu mengambil uang pecahan 5000 rupiah dari saku bajunya.

LEONARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang