Cahaya putih menguar. Terasa sangat dingin dan asing. Raya seolah berada diantah berantah entah itu surga atau neraka. Sosok seorang pria didekatnya,Raya bisa merasakan itu. Apakah itu malaikat maut?
"Pak Malaikat? Ini, malaikat kan?" Dia tersenyum manis sekali. Wajahnya jelas tampan tapi bukan seperti malaikat maut yang ia bayangkan. Pria ini memakai sebuah kemeja berwarna coklat, berperawakan seperti dosen muda dikampus.
"Bukan,saya Diha. Diha Atmadja"
"Diha? Terus apa?"Seperti gebetan si Diha itu menghilang dengan sekejap mata. Raya kembali menutup mata dan membuka matanya lagi,kali ini bukan di Diha tapi Jeni lilis dan Lastri tengah menatapnya khawatir.
"Kamu nggak papa kan Kak Ray? "Lastri duduk dikursi kecil disamping Raya. Raya tersenyum karena sahabat sahabat sangat peduli.
" Ngga papa,udah mendingan"
"Kak,aku mau ngomong tentang sesuatu" Lilis dan Jeni mulai fokus,tumben sekali Lastri terlihat begitu serius.
"Seblak punya kakak tadi aku makan,nanti kalo kakak makan seblak mati. Aku ngga mau kakak mati!"
Benar. Akan sangat menyedihkan jika ia mati karena tersedak ceker seblak,dia tidak bisa membayangkan bagaimana 3 sahabatnya tanpa dirinya. Dia sebagai yang tertua dimana ia akan sangat rindu menyuruh nyuruh mereka kalau dia mati nanti.
"Aku nggak akan mati semudah itu kok Las,sini peluk." Lastri memeluk Raya disusul oleh dua yang lain. Mereka berpelukan begitu erat seolah tidak ingin dipisahkan.
***
Ada banyak ikan dilaut,mati satu tumbuh seribu itulah definisi tugas sebenarnya. Mereka pusing. Raya hanya bisa membaca beberapa baris novel tebal itu,Lilis menguap beberapa kali dan Lastri terlihat begitu mengantuk sedangkan Jeni dia sudah selesai jauh jauh hari yang lalu dengan mengandalkan joki tugas."Aku pergi dulu mau kekantin,laper"
"Ikut,aku laper juga""Bukannya kamu tadi baru aja sarapan nasi uduk,Las"
"Nasi uduk itu cuma cemilan kak,aku pengen makan bakso."Raya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Lastri dan Lilis pergi, sekarang hanya ia sendirian di perpustakaan. Ada beberapa mahasiswa yang menyendiri seperti Raya.
"Kamu Soraya Larasati kan? " Raya mendongak,dia bertemu orang itu lagi.Entah mengapa suasana berubah sepi,seolah semesta mengatakan ini pertemuan ini bukan kebetulan lagi."Iya,saya Soraya Larasati. Anda itu, eum maksud saya kamu yang waktu itu dirumah sakit kan?"
"Iya,saya Diha. Saya dosen di jurusan kamu"
Raya berubah panik,dia tidak tahu bahwa si Diha ini dosen. Padahal dia sudah bicara begitu santai tadi.
"Ooh iya,Pak. Soalnya bapak muda banget,saya kira mahasiswa disini"
"Sedang apa kamu?"
"Ooh ini pak,ada tugas menganalisis novel"Diha melihat lembaran kertas novel itu hanya sampai pembukaan cerita,dan buku tugas yang belum terisi.
"Bukannya deadline tugas ini besok ya? Kok baru dikerjakan?"
"Eh iya pak,saya terinspirasi dari Bandung Bondowoso. Yang bikin seribu candi dalam waktu semalam"
"Tapi dia gagal kan? Kamu ini kebiasaan,sini saya bantu" Raya tertegun. Sangat aneh dan langka seorang dosen mau membantu mahasiswanya,walaupun sebenarnya ada tapi sangat jarang kan dosen muda tampan semacam Pak Diha ini.
"Kamu baca dulu bab pertama dan analisis penggunaan bahasanya juga strukturnya. Saya bantu di bagian analisis karakter"
"Baik Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya." Selang dalam waktu sejam tugas analisis novel itu selesai. Raya kagum dengan kepiawaian Diha yang seolah tahu semua isi novel itu diluar kepalanya. Seolah ia sudah membaca novel itu beribu ribu kali.
"Terima kasih banyak atas bantuannya sekali lagi,Pak" Raya terharu. Sungguh dia tidak pernah dibantu dengan begitu tulus oleh orang lain, apalagi ini dosennya sendiri.
"Kalau kamu butuh bantuan dan bimbingan lagi,kamu bisa temui saya di perpustakaan"
"Baik Pak, terima kasih dan maaf sudah merepotkan"
Selagi ia membereskan kertas dan tumpukan buku. Raya bisa melihat dua sahabatnya itu kembali.
"Udah selesai?"
"Udah tadi dibantu sama Pak Diha"
"Siapa Pak Diha?" Lastri duduk disamping Raya dan Lilis duduk didepannya.
"Dosen kita masih muda lagi,masa nggak tahu sih?"
"Setahu aku nggak ada dosen muda di jurusan kita kak, apalagi namanya Pak Diha" Lilis mendelik,dia curiga sangat tidak mungkin seorang Raya dapat menyelesaikan tugas begitu cepat dan tepat waktu.
"Kalo nggak percaya nih liat!" Raya menunjukkan telepon genggam miliknya pada Lilis. Terlihat daftar dosen beserta biodata lengkap disana. Rugi jika tidak mencari tahu tentang dosen muda nan tampan itu,selang 15 menit Raya sudah bisa menemukan biodata lengkap milik Pak Diha itu.
"Diha Atmadja, M.pd Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Usianya 27 tahun,wihh masih muda banget!"
"Berarti pak Diha ini sugar Daddy Lo dong !"Ada suara lain datang,Jenia awalnya ingin mengejutkan mereka tapi ternyata ada pembicaraan menarik.
"Bukan,cuma bapaknya terlalu baik tapi syukur sih beliau mau bantu sampai selesai"
"Kalo gitu kakak Soraya yang paling cantik sedunia,aku boleh copas dan liat dikit nggak?"Lilis memohon,dia belum sama sekali mengerjakan tugas karena diajak Lastri kekantin.
"Aku juga ya kak,nanti aku traktir seblak deh" Mata Lilis langsung terbelalak, seperti nya Lastri lupa insiden tragis itu.
"Lo ngarepin aku mati ya Las?"
"Enggak,buat apa aku ngarepin kakak mati semua manusia pasti mati nanti jika ajal menjemput"
"Las,Lo lupa kejadian seblak maut?"Mata Lilis melotot memperingatkan Lastri. Jenia diam diam mengambil catatan Raya dan dengan cepat memfotonya.
"Udah udah,yuk cabut!"
"Cabut apa? Rumput? Jangan ah capek." Lilis dan Raya menghela napas. Inilah alasan mengapa sebenarnya mereka harus membuang Lastri secepatnya dari circle persahabatan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHOST-ING
FanfictionCerita ini berkisah tentang persahabatan dari kelinci,kucing,bebek dan tupai. Mereka hidup dengan rukun sampai akhirnya Kelinci bercangkang kura kura itu jatuh cinta pada dosennya. Mohon maaf ini bukan cerita dongeng,jadi gini.. Berkisah tentang per...