Shani dipertemukan kembali dengan Gracia, orang yang dulu tergila-gila padanya, dengan keadaan yang sudah berbeda. Banyak rahasia yang terungkap setelah pertemuan kembali itu.
WARNING!
Cerita gxg.
Sumber cover nyolong di pinterest
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*****
SEMINGGU telah berlalu, walaupun masih kerap merasa sedih, Shani harus mulai melanjutkan hidupnya. Sekolah misalnya. Dia tahu, kalau sekolah memang mentoleransi ketidakhadirannya semingguan ini, tetapi kalau absensinya terus izin, sepertinya tak lama lagi dia bisa didepak dari sana.
“Shani! Akhirnya lo berangkat juga!”
Baru saja berdiri di depan pintu kelas, Anin yang kebetulan juga baru berangkat dan akan masuk kelas, menyapanya dengan semangat. Gadis itu langsung memeluk salah satu lengan Shani erat. Mereka berjalan menuju bangku masih dengan posisi seperti itu.
Kelas masih sepi, hanya ada mereka berdua sekarang. Lagi-lagi suara Anin terdengar setelah mereka berdua telah duduk di bangku, dia berkata dengan penuh serius dan nada sesal, “Shan, sumpah, i'm so sorry ya.”
Shani menatap gadis di sebelahnya penuh tanya, “For what?”
“Selama ini gue udah maksa lo main kesana-kesini, kesel sama lo, tanpa tau gimana keadaan lo kaya—”
"Heh, ap—"
“Jangan dipotong dulu, please.” Kini giliran Anin yang memotong pembicaraan gadis jangkung itu. “Gue tau dari Sisca, tapi jangan marah ke dia, ya. Gue yang maksa dia buat cerita. Pokoknya gue cuma mau minta maaf sama sikap gue ke lo selama ini.”
“Udah?” Shani bertanya memastikan. Setelah gadis mungil di depannya ini mengangguk, kembali dia berucap, “Pertama, gue gak pernah marah sama lo dan lo gak perlu minta maaf untuk itu, lagi pula kan lo emang gak tau alasan gue selalu nolak kenapa. Dan kedua, maaf gak cerita apa-apa ke lo, gue gak mau nanti malah ngerepotin lo, kaya gue ngerepotin Sisca.”
Penjelasan Shani membuat Anin menekuk bibirnya sebal, “Apaan, sih, ngerepotin apaan! Pokoknya mulai sekarang lo kalau ada apa-apa bilang sama gue, ya! Awas aja kalau gak bilang-bilang lagi!”
“Iya iya dah.”
“Eh, by the way, sekarang berarti lo tinggal sama tante lo?”
Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan oleh Shani.
Kembali Anin bertanya, “Gimana? Enak enggak? Kalau enggak nyaman mending lo tinggal sama gue aja. Bokap nyokap masih sanggup kok kalau buat nampung satu anak lagi.”
Kekehan Shani terdengar. Gadis itu tertawa pelan atas tawaran temannya, “Aman kok gue, tante baik orangnya, lagian selama ini dia juga yang biayain hidup gue sama eyang di sini,” balasnya setelah tawanya reda.
Memang benar, Vera—tante Shani—adalah orang yang membiayai hidupnya dan sang eyang selama ini. Dia adalah adik dari sang ayah, sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di luar negeri dan tak pernah pulang, Shani bahkan tak pernah bertemu dan tahu akan rupanya seperti apa.