Penyampaian

1.4K 140 13
                                    

"Velissss!!!"

Teriakan Adel dari pintu kelas membuat kosentrasiku membaca novel buyar.

"Ada apa sih?" Tanyaku sebal ketika dia sudah duduk di sebelahku.

"Akhirnya gue tau apa alasan Erza dan Sabrina putus!" Ucapnya riang. Dasar aneh. Eh, meskipun aneh tetapi dia sahabatku juga.

"Hmm.. Emang apa alasannya?" Tanyaku sok tak tertarik pada alasan putusnya Erza dan Sabrina. Padahal dalam hati rasa kepoku sudah memuncak.

"Gue kemarin kan ngepoin Kevin lewat bbm, nah dia akhirnya mau cerita. Ternyata waktu kita bertiga makan di restaurant deket rumahku itu, Kevin dan Erza juga ada di sana. Dia duduk di deket meja kasir. Dan dia liat deh adegan pegangan tangannya Sabrina sama cowok asing kemarin." Jelas Adel.

"Sebenernya Erza itu udah dua hari ngebuntutin Sabrina. Erza curiga gara-gara Sabrina tu kalo diajak pulang bareng alesannya ada-ada aja, gak nyambung lagi." Lanjutnya.

"Oh." Aku mengangguk-anggukan kepala.

"Ihh elo kok tanggepannya cuma 'Oh' sih." Adel sebal dengan tanggapanku. Jujur aku bingung harus menanggapi apa.

"Lha terus gue harus bilang apa? Harus bilang 'Ye akhirnya mereka putus' gitu?" Sahutku gemas.

"Ya nggak juga sih. Tapi lo harus secepatnya kasihin surat ini ke Erza. Sebelum telat." Adel menyodorkan surat cinta yang ditulisnya kemarin padaku. Aku belum sempat membacanya.

"Dia kan baru aja putus kemarin, Adel. Kasih Erza waktu buat move on dulu lah. Jangan langsung to the point." Aku mencubit pipinya gemas.

"Inget, Vel. Lebih cepat lebih baik." Katanya.

"Nah, sekarang elo kan udah tau gebetan gue. Sekarang gantian, gue tanya, siapa gebetan lo?" Aku menatap Adel intens. Adel menggaruk tengkuknya yang kuyakin tidak gatal. Mampus lo, Del.

"Engg--gak ada ko-k." Ucapnya gugup. Nah, bisa jadi bahan godaan kalo gini.

"Beneran nih, gak ada?" Godaku.

"Iya. Bener. Nggak ada." Jawabnya sok mantap. Sebenarnya aku sudah tau siapa gebetan Adel. Tapi gak ada salahnya kan sekali-kali godain si tukang gosip satu ini.

"Duh punya sahabat jahat bener. Punya gebetan aja ditutup-tutupin." Sindirku.

"Kapan-kapan lo akan tau sendiri kok." Ujarnya dengan tatapan menerawang.

"Iya deh iya. Kasian gue liat tampang melas lo itu." Jawabku akhirnya.

***

Pulang sekolah, aku tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan bermain dulu ke rumah Adel bersama Emma.

"Gimana kalo kita maen ToD aja?" Usul Emma.

"ToD?" Ulang Adel.

"Iyaa, Truth or Dare." Jawab Emma mantap.

ToD adalah permainan yang paling menakutkan bagiku. Kalo sama Emma, permainan ToD pasti tantangannya bikin nyali ciut deh.

"Nggak ah, yang lain aja." Tolakku.

"Ah elo cemen banget, Vel." Ledek Emma.

"Nggak kok, gue berani. Oke, siapa takut." Jawabku akhirnya. Semoga tantangannya tidak mengerikan.

Adel mengambil botol bekas air mineral dan memutarnya.

Aku berdoa dalam hati, semoga botol itu tidak berhenti tepat di depanku.

Berputar.. berputar..berputar.. dan...

Ternyata Tuhan berkehendak lain.Doaku tidak terkabul. Botol itu berhenti tepat di depanku.

Waiting My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang